BeritaKaltim.Co

Kasus Penjualan Saham KPC Di Pemkab Kutim; PT KTE Untung Rp227 Miliar

ilustrasi-saham-moneySAMARINDA, BERTAKALTIM.com-Direktur PT Kutai Timur Energi (KTE) Apidian Triwahyudi, Rabu (25/6) kemarin bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda untuk terdakwa Mujiono, mantan Ketua DPRD Kutai Timur. Dalam ilustrasi saham moneyketerangannya, Apidian kembali menegaskan bahwa PT KTE yang mengambil alih hak pembelian 5 persen saham Pemkab Kutai Timur itu, sampai kini tak merugi. Bahkan PT KTE kini untung mencapai Rp227 miliar. Hak pembelian saham yang seharusnya hak eksklusif Pemkab Kutim itu dinilainya juga bisa menjadi hak perorangan atau badan usaha lainnya.

 

“Dana itu tidak di-APBD-kan. Dan pembelian saham itu hak Pemerintah Indonesia, jadi siapa saja boleh. Bukan hak eksklusif Pemkab Kutim,” ujarnya di hadapan majelis hakim diketuai I Gede Suarsana dan hakim adhoc Poster Sitorus dan Abdul Gani.

 

Apidian yang juga menjadi terpidana kasus yang sama ini, hadir mengenakan kemeja putih dan bertongkat. Dia dihadirkan Jaksa Kejari Sangatta dari Lapas Tenggarong tempat dirinya menjalani hukuman. “Apa yang kami sampaikan sudah jelas. KTE tak merugi, dana dari penjualan saham 5 persen itu, juga masih utuh malah untung,” ujarnya kepada wartawan usai sidang. “Saya gak mau banyak bicara lagi, semuanya sudah jelas,” ujarnya.

 

Selain Apidian Triwahyuni, juga hadir saksi Hangga Wijaya. Namun hanya beberapa saat dimintai keterangannya di persidangan, majelis hakim mempersilakannya pulang. Hangga Wijaya mengaku tak banyak tahu terkait dengan terdakwa Mujiono.

 

Pengacara terdakwa, Effendi Mangunsong SH sempat mempertanyakan saksi Hangga apakah dirinya pernah menjadi saksi Mujiono. Hangga pun menjawab “tak pernah.” Ternyata, dari berkas yang kembali dibacakan Effendi Mangunsong, terdakwa rupanya diperiksa di Kejagung untuk tersangka saat itu Apidian Triwahyuni dan Anung Nugroho, Direktur Utama PT KTE. “Kalau begitu, cukup saja sudah. Silakan saja saksi keluar,” ujar ketua majelis I Gede Suarsana.

 

Sebelumnya, Sekda Kutim Ismunandar juga telah bersaksi. Pada tahun 2004 Ismunandar masih menjabat Assisten II. Dia menjelaskan, penyerahan hak pembelian saham itu harusnya juga mendapat persetujuan DPRD. Namun hak pembelian saham 18,6 persen PT KPC itu akhirnya justru diserahkan kepada PT KTE yang juga tak punya uang. Yang menarik Ismunandar mengaku tak tahu menahu siapa pengurus PT KTE.

 

Kasus KTE bermuara pada penandatanganan perjanjian pengalihan hak pembelian atas 18,6% saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) dari Pemkab Kutim kepada PT KTE tanggal 10 Juni 2004 yang dilakukan di Wisma Bumi Resources. Adapun PT KTE baru dibentuk di tempat yang sama hanya beberapa jam sebelum hak membeli saham dialihkan.

Perjanjian tersebut dinilai bertentangan dengan UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara karena mengalihkan asset daerah tanpa persetujuan DPRD Kutim dan tanpa dinaungi perda, yang mengakibatkan hilangnya asset daerah berupa hak eksklusif untuk membeli saham.

Alasan pengalihan yang terungkap, Pemkab Kutim tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli saham 55.800 lembar saham senilai 104 juta dollar. Padahal saat itu diketahui KTE juga tidak memiliki uang.

Padahal sebelumnya telah ada sidang pleno DPRD Kutim yang menyetujui pembelian saham. Plus terdapat addendum perjanjian yang menyepakati batas akhir pembayaran 18,6% saham jatuh tempo 12 Juni 2004.

Namun justru hak pembelian diserahkan pada KTE yang juga tidak punya uang. KTE akhirnya menyerahkan hak membeli saham 18,6% tersebut kepada BR dengan mendapatkan kompensasi saham 5% tanpa dana (golden share).

Saham tersebut belakangan dijual dan hasilnya dikelola oleh KTE sebagai perusahaan swasta murni di bawah naungan UU Perseroan Terbatas. Termasuk diinvestasikan di Samuel Sekuritas, Bank. IFI (sudah dilikuidasi), dan Capital Trade Indonesia (CTI). Namun hingga saat ini dana tersebut belum masuk ke kas daerah Kutim.

Asset negara dinilai menjadi hilang ketika terjadi pengalihan kepada pihak lain tanpa persetujuan DPRD. Lembaga peradilan menilai yang harus bertanggungjawab adalah semua yang terlibat dalam perjanjian pengalihan hak pembelian atas saham.

Selain Anung Nugroho, yang saat itu menjabat Direktur KTE, terdapat enam orang lain yang menandatangani perjanjian pengalihan hak membeli saham 10 Juni 2004. Yaitu mantan Dirut KTE, almarhum Adiman Madik, Bupati Kutim tahun 2004, Mahyudin, serta empat orang anggota DPRD Kutim (kini mantan, red) yang menjadi Komisaris KTE, yaitu Abdal Nanang, Mujiono, Bahrid Buseng, dan Alek Rohmanu. @saaluas

Leave A Reply

Your email address will not be published.