SAMARINDA,BERITAKALTIM.COM – tuntutan otonomi khusus (Otsus) di Kalimantan Timur terus berlanjut. Tidak hanya di ibu kota provinsi ataupun kota-kota di daerah yang kaya akan hasil alamnya ini, teriakan menuntut keadilan juga diteriakan sebagian besar masyarakat di daerah pedalaman dan perbatasan.
Kondisi infrastruktur yang kerap dirasakan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah menjadi alasan kuat hingga teriakan tersebut dilontarkan.
Aspirasi tentang penuntutan keadilan tersebut disampaikan anggota DPRD Yahya Anja di hadapan perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) beberapa waktu yang lalu di Jakarta.
Dalam kesempatan itu ia menyampaikan masyarakat di perbatasan dan pedalaman sudah merasa jenuh dengan kondisi yang sangat minim pembangunan.
Masyarakat di sana merasa seperti di anak tirikan oleh pemerintah. Padahal daerah perbatasan merupakan pintu gerbang Negara Indonesia.
Ia juga menilai bahwa Kaltim dengan sangat rutin memberikan setoran kepada pemerintah pusat, namun harapan pemerataan pembangunan di Kaltim khususnya terhadap daerah pedalaman dan perbatasan hinggan kini masih menjadi mimpi bagi masyarakat setempat.
”Kaltim telah memberikan apa yang pusat inginkan. Dalam hal ini adalah setoran terhadap hasil alam yang ada di Kaltim. Namun apa yang menjadi harapan masyarakat seperti di perbatasan dan pedalaman hingga hari ini masih menjadi mimpi,” ucapnya.
Berdasarkan keadaan yang sebenarnya inilah politikus dari Partai Demokrat ini bereaksi tegas terhadap kebijakan pemerintah pusat dari segi anggaran yang akan dialirkan untuk Kaltim terutama tentang anggaran prioritas terhadap pembangunan.
Yahya menilai masih banyak pembangunan infrastruktur di Kaltim yang berskala prioritas yang digagalkan oleh pemerintah pusat, padahal infrastruktur tersebut merupakan kebutuhan dasar dari masyarakat, seperti yang ia contohkan adalah jalan penghubung dari daerah kukar-kubar hingga mahakam ulu hingga kini kondisinya sangat memperhatinkan, padahal jalan trans daerah tersebut merupakan jalan utama yang digunakan masyarakat dalam pergerakan roda perekonomian.
Tidak hanya di sektor infrastruktur pembangunan, menurut wakil ketua Komisi IV ini ketidakadilan juga dirasakan masyarakat pedalaman di sektor kesehatan dan pendidikan. Kedua sektor yang sangat vital tersebut masih menjadi harapan yang tidak pernah menjadi kenyataan bagi masyarakat setempat.
“Kami sudah cukup merasakan ketidakadilan ini, sudah cukup juga pemerintah pusat memberikan mimpi-mimpi bagi masyarakat pedalaman dan perbatasan namun tidak pernah menjadi kenyataan. Daerah pedalaman jangan hanya menjadi patung selamat datang bagi negara Indonesia, namun di luar itu sangat minim perhatian,” tegasnya. (adv/yud/oke)
Teks foto: YAHYA ANJA