BALIKPAPANBERITAKALTIM.com – Dialog dalam kunjungan kerja Komisi II DPRD Kaltim, Rabu (28/1) ke kawasan pelabuhan peti kemas Pelabuhan Kariangau, Balikpapan, tepatnya di kantor PT Kaltim Kariangau Terminal (PT KKT) menyita perhatian sebagian anggota. Khususnya soal hambatan yang sedang dihadapi dalam pengembangan pelabuhan.
Ketua rombongan yang juga ketua Komisi II Edy Kurniawan berpendapat, jika memang pengembangan pelabuhan terkendala soal belum klirnya inbreng (penyertaan dan penyerahan aset), jelas itu membuat PT KKT tidak dapat bergerak leluasa.
“Karena ada beban biaya sewa terus-menerus. Itu yang yang menjadi kendala sehingga tidak bisa berkembang lebih lanjut. Saya rasa ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengembangkan lahan yang memiliki potensi ekonomi tinggi,” kata Edy.
Selain aset tanah yang kini dimiliki Pemprov Kaltim pada lahan yang menjadi wilayah kerja PT KKT, Edy menyebutkan dana APBD yang dibutuhkan untuk pengembangan pelabuhan peti kemas ini belum sepenuhnya diberikan oleh Pemprov Kaltim.
Dalam pertemuan yang diterima Direktur PT KKT Anharuddin Siregar, Edy menambahkan, saat ini kendala-kendala yang ada tentu juga menghambat pemerintah dalam mendapatkan porsi pembagian keuntungan dalam pengelolaan.
“Tidak adanya appraisal juga menyebabkan pembagian hasil keuntungan belum begitu jelas,” kata Edy yang hadir bersama Sekretaris Komisi II Muspandi, dan sejumlah Anggota Komisi II Sandra Puspa Dewi, Soetrisno Thoha, Ismail, Rusman Ya’qub dan Ahmad.
Sehingga ke depan Edy meminta kepada Pemerintah Provinsi Kaltim untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada agar tidak menimbulkan tendensius. Penyelesaian tersebut salah satunya seperti inbreng atau penyertaan modal bersama.
“Sehingga dividennya juga akan jelas. Jangan ada kesepakatan yang muncul tidak jelas, seperti pembagian fee 10 persen kepada Pelindo dan 3 persen kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini jangan terjadi,” tandas Edy.
Sementara dijelaskan oleh Anharuddin, mengenai fee, menurut aturan anggaran dasar dapat dimungkinkan berubah, sebab disebutkan bahwa kesepakatan itu dapat dievaluasi kembali.
“Sementara soal dividen, selama Pemprov Kaltim dalam hal ini melalui Perusda Melati Bhakti Satya dan Pelindo belum inbreng, maka keuntungan dibagi dua. Hal ini sudah berjalan selama dua tahun,” kata Anharuddin.
Lebih lanjut, Ismail juga menengahi, bahwa terkait soal penyerahan aset perlu dibahas lebih dalam setelah ini. Soal penyerahan aset secara hukum penyerahannya harus disetujui DPRD Kaltim. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Hal ini perlu dikomunikasikan dengan teman-teman di DPRD Kaltim. Jangan menunggu kami di DPRD yang inisiatif, dorong kami. Seandainya dikomunikasikan sejak awal tentu bukan angka seperti saat ini yang muncul. Dari awal kita sudah mencanangkan Kariangau sebagai aset yang berpotensi besar. Oleh karena itu kita tidak boleh tanggung-tanggung,” urai Ismail. (adv/lia/oke)
Teks foto: 2kariangau