TENGGARONG, BERITAKALTIM.COM – Tim Peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman mengungkapkan, ikan-ikan di Delta Mahakam terdeteksi mengalami kerusakan jaringan akibat terkontaminasi logam berat. Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kukar, Dadang S Supriatman mengatakan, kandungan logam berat ini muncul akibat ceceran batubara di laut yang diangkut kapal tongkang.
FPIK melakukan penelitian pada 2014 lalu di perairan Delta Mahakam tepatnya di Kecamatan Muara Badak, Sangasanga dan Muara Jawa. Hasil penelitian pernah disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kukar. “Penelitian itu memang proyek kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan dengan FKIP Unmul,” ujar Dadang. Soal aman atau tidak ikan ini dikonsumsi, Dadang harus memastikan dulu kalau ia mengandung logam berat, seperti merkuri atau timbal, maka jelas itu berbahaya. Namun selama ini dia mengatakan belum ada temuan korban yang terkena dampak langsung setelah mengonsumsi ikan di sekitar Delta Mahakam.
Ia mengatakan, ceceran batubara di laut itu bisa menumpuk dan sangat banyak. Ini yang dikhawatirkan para ilmuwan kelautan dan perikanan akan mengganggu ekosistem. “Dari hasil penelitian itu, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan mereka. Ini menjadi program kerja kami, apakah 2015 atau 2016 diupayakan untuk ditindaklanjuti,” jelas Dadang.
Pada 2015, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait. Permasalahannya, lanjut Dadang, Kukar tidak punya pelabuhan sehingga kapal memuat batubara di tengah laut. “Kalau di laut itu sulit, kapal harus loading (muat batubara) di mana? Selama ini kapal tidak terkonsentrasi di satu tempat, jadi menyebar sehingga susah melokalisir dampaknya,” tuturnya.
Menurut Dadang, ini sama halnya dengan embung (kolam ikan) di lahan eks tambang. “Paling tidak, kita selalu lakukan uji laboratorium tentang ikan-ikan yang ada itu, sampai hari ini belum ada ekspose apakah itu mengandung logam berat atau tidak,” ucap Dadang.
Beberapa wilayah di Kukar, masyarakat memanfaatkan lahan eks tambang jadi embung untuk budidaya ikan. Menurut Dadang, lahan eks tambang yang usianya 20 tahun ke atas bisa dimanfaatkan sebagai embung. Tapi kalau usia lahan eks tambang itu terbilang baru, maka dia justru mengkhawatirkannya karena dapat mengandung logam berat.
Pihaknya juga selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Ia tidak melarang mereka usaha budidaya ikan, tapi mereka tetap diberikan pemahaman karena hasil produksi mereka nanti dikonsumsi masyarakat.
“Soal logam berat, ini menjadi kewenangan BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD). Kalau kami mencangkup 4 parameter, yakni suhu, oksigen, pH (derajat keasaman) dan salinitas,” jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya terus melakukan pemantauan terkait kesehatan ikan. Dia juga akan berkoordinas dengan dinas terkait, seperti BLHD, Dinas Perhubungan dan Dinas Pertambangan dan Energi Kukar. #Wn