NUNUKAN, BERITAKALTIM.com- Sejumlah nelayan rumput laut yang memiliki area budidaya di sekitar Tanjung Kayu Mati mengaku takut memanen rumput laut, pasca ditangkapnya 11 nelayan rumput laut oleh Police Marine Malaysia hari Minggu (15/2/2015) lalu.
Meski kegiatan budidaya rumput laut di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia kembali berjalan seperti biasanya, namun untuk memasuki kawasan perairan Malayaisa tempat mereka menyewa area budidaya rumput laut, nelayan Nunukan cukup berhati hati. Salah satu warga Tanjung yang sudah 3 tahun melakukan budidaya rumput laut di perairan Malaysia, Ahmad, mengaku terpaksa menghubungi rekanan dari Malaysia pemilik izin yang mereka sewa.
“Kita terpaksa menghubungi pemilik lisence (izinpengelolaan kawasan perairan, red) warga Malaysia untuk menemani masuk ke area bentangan rumput laut yang kita tanam. Karena menurut perjanjian, kalau ada apa-apa mereka akan tanggung. Kita takut juga kalau masuk sendiri ke sana sekarang. Kita minta didampingi,” ujar Ahmad, Senin (23/02/2015).
Selama berusaha budidaya rumput laut di seputaran Tanjung Kayu Mati, Ahmad mengaku membutuhkan dana yang cukup besar untuk menyewa area budidaya rumput laut di perairan Malaysia. Sewa itu dilakukan kepada rekanannya yang warga Malaysia.
Satu kawasan yang mampu menampung 3.000 bentang, di mana 1 bentang tali tempat bibit rumput laut diikat itu sepanjang 12 hingga 15 meter, mereka harus mengeluarkan ongkos sewa sebesar 30 juta rupiah. Ongkos tersebut di luar ongkos perpanjangan lisence (izin), di mana setiap tahun harus diperpanjang dengan anggaran 1,5 juta rupiah.
Sebelum diberlakukan sistem sewa, petani rumput laut Nunukan hanya sebagai buruh tanam. Untuk pembagian hasilnya dengan cara warga Malaysia pemilik lisence akan menerima 500 rupiah dari setiap kilogram rumput laut yang berhasil dipanen.
“Dulu kita hitungannya adalah buruh dengan sistem pembagian itu. Tapi sekarang mereka minta sewa. Untuk sewanya saja 30 juta, tidak ada batas tahun alias selamanya. Tapi itu di luar ongkos perpanjangan lisence setiap tahun. Itu belum terhitung kalau lagi ada aparat operasi. Kalau perahu kita ditahan ya kita bayar 1,5 juta,” ujar Ahmad.
Meski mengeluarkan ongkos besar, namun Ahmad mengaku hasil rumput laut dari perairan Malaysia masih lebih bagus daripada rumput laut yang ditanam di sekitar pulau Nunukan. Ahmad mengaku masih mampu menangguk untung lebih dibandingkan berusaha menanam rumput laut di perairan Nunukan.
Selain lebih berbobot, kondisi rumput laut dari perairan di seputar Tanjung Kayu Mati lebih bersih tidak bercampur lumpur maupun tiram yang biasanya menempel pada rumput laut.
Bulan ini rumput laut miliknya seharusnya sudah harus dipanen. Ahmad mengaku telah menelpon rekanannya di Malasyia untuk mendampinginya memanen rumput laut.
“Sudah kita telepon. Ya kita minta didampingilah agar lebih aman,” imbuhnya.
Peristiwa ditangkapnya 11 nelayan rumput laut oleh aparat Malaysia, membuat nelayan rumput laut yang bermukim di Jalan Tanjung RT 12 ini merasa kuatir. Ia berharap pemerintah Indonesia bisa memperjuangkan aset mereka yng nilainya puluhan juta rupiah yang masih berada di kawasan perairan Malaysia.
Mereka juga menuntut kejelasan nasib area yang mereka tanami rumput laut. ”Kita berharap ada kejelasan dari kasus ini. Apakah kami boleh bertanam rumput laut di sana atau tidak. Kalau tidak kita minta kepada pemerintah untuk memperjuangkan alat alat kita yang masih di perairan Malaysia supaya bisa dibawa pulang.
Begitu juga dengan saudara kita yang ditangkap kemarin. Kalau bisa secepatnya dibawa pulang dan perahu yang mereka bawa juga diserahkan kembali karena itu merupakan alat mereka mencari hidup,” ujar Ahmad. #adhimaS