JAKARTA, BERITAKALTIM.com- Langkah islah dengan menyerahkan penyelesaian dualisme kepengurusan ke Mahkamah Partai Golkar akhirnya terjawab. Mahkamah Partai menyatakan kalau kepengurusan hasil Munas Jakarta diakui namun harus tetap mengakomodir kepengurusan hasil Munas Bali.
“Menerima hasil Munas Ancol di bawah Agung Laksono dengan kewajiban mengakomodir dari DPP Partai Golkar hasil Munas Bali. Akomodir ini secara selektif harus memenuhi kriteria prestasi, dedikasi, dan sikap yang tidak tercela,” kata majelis hakim Mahkamah Partai, Djasri Marin, di Gedung Graha Widya Bhakti I, DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (3/3/2015).
Selanjutnya DPP Golkar harus segera melakukan konsolidasi partai mulai dari musyawarah daerah tingkat kota, provinsi. Konsolidasi ini harus dilakukan dilakukan paling lambat Oktober 2016.
“Demikian diputuskan rapat Mahkamah Partai tanpa dihadiri Aulia Rahman, anggota masing-masing pada hari Selasa 3 Maret 2015 dan pleno tanggal 3 Maret,” ujar Ketua Mahkamah Partai Muladi.
Dalam putusan ini terjadi perbedaan pendapat antara empat hakim. Hakim Muladi dan Natabaya merekomendasikan empat hal.
“Satu, menghindari the winners takes all. Dua, rehabilitasi kader yang dipecat. Tiga, apresiasi pihak yang kalah dalam kepengurusan. Empat, yang kalah berjanji tidak membentuk partai baru,” ujar Muladi.
Adapun hakim Djasri Marin dan Andi Mattalatta berpendapat kalau Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar secara aklamasi adalah tidak demokratis. Hal ini berbeda dengan Munas IX Ancol Jakarta yang pelaksanaanya dinilai sangat terbuka.
Putusan Mahkamah Partai ini langsung disambut sorak gembira oleh pendukung Agung Laksono yang berada di ruangan sidang. Mereka berteriak menyambut putusan yang mengisyaratkan ‘kemenangan’ untuk kubu Agung.
Namun, di sisi lain kubu Ical menganggap putusan itu tidak memenangkan pihak mana pun. Menurut Wakil Ketua Umum kubu Ical, Aziz Syamsudin hasil putusan ini berlanjut ke pengadilan.
“Enggak ada yang menang. Sama, skornya dua-dua. Seri jadinya. Profesor Natabaya dan Muladi memiliki pendapat berbeda dengan Djasri dan Andi Mattalatta. Kan tadi lihat langsung putusannya,” sebutnya.
Kubu Ical mengisyaratkan ketidakpuasan. Wakil Ketua Umum kubu Ical, Fadel Muhammad mengatakan kalau putusan itu belum bisa mengakomodir kedua pihak.
“Dari awal kan kami sudah katakan kalau Mahkamah Partai bukan solusi jalan keluar untuk menyelesaikan masalah Partai Golkar. Bukan hasil yang terbaik, Makanya Pak Ical tidak mau hadir,” sebut Fadel usai persidangan di Gedung Graha Widya Bhakti I, DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (3/3/2015).
Karena tidak ada solusi maka, kata Fadel, selanjutnya kubu Ical tetap akan melanjutkan persoalan ini dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan yang kurang mengakomodir ini terlihat adanya perbedaan suara empat hakim Majelis Mahkamah Partai.
Dalam sidang, hakim Andi Matalatta dan Djasri Marin ‘mendukung’ kepengurusan Agung Laksono. Namun, hakim Muladi dan HAS Natabaya mengarahkan suaranya untuk kubu Ical.
“Ini kan jadi imbang. Lihat hakim Andi Mattalata dan Djasri jelas mendukung kubu Agung Laksono. Profesor Muladi ini putusannya memenangkan Ical. Nah, sementara Profesor Natabaya yang awalnya Netral tapi menangkan kubu Munas Bali. Jadi imbang, tidak ada yang menang dan kalah,” tuturnya.#det/le