TENGGARONG, BERITAKALTIM.COM – Puluhan masyarakat dari Muara Kaman Ilir dan buruh PT Prima Mitrajaya Mandiri dan PT Teguh Jayaprima Abadi, melakukan aksi demo di Kantor Bupati Kukar, Rabu (11/3/2015) siang.
Koordinator aksi, Muhibin mengatakan, untuk masyarakat ini menuntut dikembalikannya lahan usaha warga yang digarap oleh pihak perusahaan. “Pihak buruh menuntut hak pesangon beserta hak-hak lainnya kepada perusahaan tersebut,” tuturnya.
Dalam aksinya mereka juga memohon kepada Pemkab Kukar agar mengevaluasi izin usaha operasi perusahaan dan tidak menerbitkan izin hak guna usaha, sampai pihak perusahaan mau menjalankan aturan secara utuh.
Setelah melakukan orasi, akhirnya beberapa perwakilan warga diterima langsung Kabag Administrasi Pemerintahan, Sunggono. Ia juga menghadirkan perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Bagian Administrasi Pertanahan Kukar. Muhib, perwakilan warga Muara Kaman Ilir, mengatakan masalah penyerobotan lahan warga oleh perusahaan PT PMM sudah berlangsung lama. Bahkan persoalan ini pernah diadukan langsung ke Bupati. “Bupati memerintahkan BPN dan Disnakertrans langsung ke lapangan masalah status lahan tersebut,” jelas Muhib.
BPN mengakui ada 80 kapling lahan milik warga diserobot perusahaan. Sehingga lahan tersebut harus dikembalikan. Suyatno, perwakilan BPN, mengemukakan kasus ini mencuat sejak 2009. “Luasan 80 kapling lahan ini harus dikembalikan oleh perusahaan. Perusahaan menggarap lahan melewati lahan transmigran,” katanya. BPN juga sudah memasang patok-patok batas lahan, namun patok ini dicabut perusahaan. Pihak BPN meminta perusahaan untuk mengembalikan patok batas lahan itu.
Muhib menjelaskan, penyerobotan lahan oleh perusahaan ini berlokasi di KM 3 dan KM 5. Luasan lahan di KM 5 mencapai 100 hektar dan 85 hektar di KM3. Bahkan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) pernah mengeluarkan surat yang menyatakan tanah tersebut mutlak hak masyarakat. Beberapa kali warga mengadu ke DPRD, Bupati hingga ke pihak kepolisian, tapi kasus ini tak membawa hasil. Dalam beberapa pertemuan, baik di DPRD maupun Disdukcapil, pihak perusahaan tak pernah hadir.
“Yang ada, 2 orang warga malah dipenjara. Masyarakat tidak tahu masalah hukum. Hal yang wajar jika warga akhirnya bersikap emosional ketika hak-hak mereka dikebiri,” ujar Muhib. Ia menuding pihak perusahaan tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU), tapi sampai sekarang melakukan produksi.
Ketua Dewan Adat Dayak Kukar, Merang, menyayangkan kejadian ini. Ia menilai perusahaan sudah seperti penjajah yang menindas hak-hak masyarakat. Warga tak bisa menggarap lahan mereka. “Kita ingin masyarakat sejahtera. Saya minta pemerintah tegas menyelesaikan ini,” ucapnya. Sunggono meminta warga untuk bersabar dan tidak berbuat anarkis. Dalam waktu dekat, ia akan menjadwalkan untuk mengundang dinas teknis, seperti BPN, Disdukcapil dan Bagian Administarasi Pertanahan. #Wn