BeritaKaltim.Co

4 Kilang Badak LNG Menganggur, Beras Basah Jadi Ancaman

KILANGBONTANG, BERITAKALTIM.com – Kapasitas produksi Badak LNG 5 tahun terakhir turun drastis. Dari 8 train yang difungsikan untuk mengolah gas cair, hanya 4 yang beroperasi. Sisanya menganggur alias tidak berfungsi.

Dari pantauan media ini, 8 train LNG di Bontang ini memiliki kapasitas produksi 22,5 juta ton per tahun.

Menurut Director and Chief Operating Officer (COO) Badak LNG, Yhenda Permana, menganggurnya 4 kilang itu disebabkan pasokan gas dari lapangan migas Blok Mahakam menurun.

Yhenda menjelaskan, pasokan gas alam yang diolah Badak LNG berasal dari Blok Mahakam. Komposisinya, 81 persen dari Total Indonesie, 16 persen dari Chevron, serta 3 persen dari Vico.

Bagi Yhenda, penurunan lifting migas di Blok Mahakam, selama beberapa tahun terakhir secara otomatis juga memengaruhi produksi LNG di Bontang. “Sekarang ini kami hanya menjalankan setengah dari total kapasitas produksi,” kata Yhenda.

Meski demikian, Yhenda menolak berspekulasi terkait kemungkinan ditutupnya operasional kilang Badak LNG pasca migas. Sebab, Badak LNG hanya ditunjuk sebagai operator pengolahan kilang oleh PT Pertamina sebagai pemilik saham mayoritas Badak LNG.

“Walau pun saya tahu, tetap saya tidak bisa jawab. Karena itu bukan domain kami. Ibarat koki, Badak LNG hanya menerima pesanan. Semua tergantung pesanan dari pemilik,” tutup Yhenda.

Sementara itu, rencana pemerintah pusat untuk membangun kilang minyak di Kota Taman –sebutan Bontang– boleh jadi akan mendapat adangan serius.

Kata Vice President Production Badak LNG, Deded Hendra, realisasi planning itu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semua butuh proses dan sokongan semua institusi, baik pemerintah maupun masyarakat.

“Kami minta dukungannya, termasuk juga dukungan para wartawan. Bisa dibayangkan efek positifnya kalau pembangunan kilang benar-benar terealisasi di sini,” ujar Deded.

Deded meminta, informasi yang diwartakan awak media soal pembangunan kilang ini benar-benar komprehensif. Muaranya tentu agar mega proyek ini tidak sekadar menjadi wacana di Bontang.

Deded mengingatkan, masalah kecil dalam proses pembangunan kilang itu bisa menjadi besar dan fatal. Ini bisa menjadi sumber penyebab batalnya kilang itu dibangun.

Deded mencontohkan, arus transportasi air yang kerap digunakan masyarakat untuk pergi ke Beras Basah untuk berwisata bisa menjadi ancaman serius. Padahal di Beras Basah terdapat alat navigasi yang menjadi titik koordinat pelayaran internasional.

Seperti diketahui, saban akhir pekan, perairan menuju pulau yang tenar dengan pasir putihnya itu termasuk dalam perairan lalu lintas kapal-kapal raksasa LNG yang mengangkut gas cair.

“Itu tidak dibenarkan, karena perairan itu salah satu jalur vital pelayaran dalam mengangkut gas di Bontang. Kalau jalur itu tidak aman tentu kapal pengangkut gas tidak mau masuk. Itu artinya, kita tidak menghasilkan devisa,” tukas Deded. #fs

Leave A Reply

Your email address will not be published.