BONTANG, BERITAKALTIM.com – Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkot Bontang M Bahri mengatakan, masalah tapal batas antara Kutai Timur dan Bontang –khususnya di Sidrap– masih menjadi polemik berkepanjangan yang belum tuntas hingga kini.
Secara administratif, wilayah seluas 1.950 hektare yang dihuni 3.570 jiwa itu masuk dalam Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kutim. Tapi sebagian besar warganya justru lebih banyak yang mengantongi kartu tanda penduduk Bontang. Bahkan beberapa sekolah di sana ada yang dibangun pemkot.
“Ini harus dicarikan solusi agar ribuan warga di Sidrap bisa mendapatkan pelayanan maksimal. Karena mereka (warga Sidrap, Red) adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak sama soal kesejahteraan,” papar Bahri.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bontang, Agus Haris menyatakan, permasalahan ini sudah berlangsung selama 15 tahun. Dalam kurun waktu itu, sudah banyak yang dilakukan kedua belah pihak. Mulai dari meminta jalan penyelesaian dari provinsi hingga pusat. Namun, sayangnya, hingga kini belum mendapat hasil.
“Bupati Kutim pernah melayangkan surat yang intinya mempersilahkan kepada Pemkot Bontang untuk membantu memberikan pelayanan kepada masyarakat Sidrap,” kata Agus.
Namun, DPRD tidak berani memasukan wilayah itu ke dalam anggaran Bontang karena berpotensi memicu masalah hukum. “Tapi intinya, masyarakat Sidrap berjumlah ribuan yang tersebar di 7 RT itu, menginginkan bergabung ke Bontang karena hampir seluruh aktivitasnya dilakukan di Bontang. Termasuk urusan pekerjaan,” tandas Agus. #fs