Puluhan aktivis jaringan tambang dan Pokja 30 menuntut Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang mundur dari jabatan, karena dianggap tak mampu melindungi warganya setelah sembilan anak tewas tenggelam di kolam bekas tambang. Di antara ke sembilan korban seperti dialami Raihan bocah berusia 10 tahun yang tewas temggelam di kolam bekas galian PT GBE (Graha Benua Etam) di kawasan jalan Padat Karya Sempaja Utara, Samarinda Utara.
“Gagalnya Wali kota Samarinda melindungi warganya hingga menyebabkan sembilan anak tewas sia-sia di galian tambang sudah cukup kuat jadi alasan baginya untuk mundur dari jabatannya,” kata Corolus Tuah, aktivis Pokja 30.
Alasan lain tuntutan mundur wali kota karena tewasnya generasi muda ini akibat kelalaian pengawasan terhadap aktifitas tambang. “Jika Wali kota tidak lalai maka anak-anak ini tidak akan jadi korban,” tambahnya.
Salah satu bukti lalainya pengawasan seperti terlihat dari galian PT GBE. Sebab meski sudah tiga tahun tidak beroperasi galian tersebut dibiarkan menganga. Bahkan di sekitar kolam tersebut tidak diberikan rambu-rambu larangan hingga anak-anak leluasa bermain di kawasan tersebut.
Carolus juga mempertanyakan kinerja aparat kepolisian yang dianggap tidak terlalu serius menangani kasus ini. Terbukti hingga sembilan anak tewas belum satupun dari pejabat terkait yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Jika aparatnya serius seharusnya para pejabat hingga wali kota Samarinda saat ini sudah pasti ada yang jadi tersangka, kenyataannya sampai sekarang mereka bebas sementara keluarga korban menderita,” tambahnya.
Carolus dan kawan-kawan berjanji akan terus menyuarakan tuntutan mundur wali kota karena dianggap sebagai orang yang paling bertanggung kawab terhadap kematian sembilan anak tersebut.#AHZ/bongkar edisi 370