Masyarakat Kalimantan Timur mulai terbiasa menyaksikan penampilan baru Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak di acara-acara resmi. Menggunakan kursi roda.
Siang itu, Selasa (10/2/2015), di Gedung DPRD Kalimantan Timur Karang Paci Samarinda, Awang Faroek Ishak tampil lagi dengan lantang berbicara keinginannya menuntut pemerintah pusat, agar memberikan sistim otonomi khusus bagi provinsi yang dipimpinnya, Kalimantan Timur.
Otonomi khusus yang mulai terbiasa disebut-sebut warga Kaltim dengan sebutan Otsus, adalah sebuah sistim pemerintahan daerah yang diperlakukan secara khusus oleh pemerintah pusat. Contoh Otsus diberikan untuk DKI Jakarta, Yogyakarta, Aceh dan Papua.
Di dalam Otsus, Kaltim mengincar adanya pembagian keuangan pusat daerah yang lebih besar. Alasannya, karena Kaltim yang sumber daya alamnya dieksploitasi secara besar-besaran, tidak seimbangan dengan bagi hasil yang digelontorkan pusat ke daerah. Pendek cerita, Kaltim jadi tertinggal karena APBD yang ditransfer pemerintah pusat, dianggap kecil.
Siang itu, agendanya adalah pemaparan oleh tim pakar yang ‘diperintahkan’ gubernur menyusun naskah akademik otonomi khusus. Tim pakar itu merupakan kolaborasi antara ahli-ahli dari UGM Yogyakarta dengan Universitas Mulawarman.
Ada sekitar 250 halaman naskah akademik yang disusun tim pakar. Berbagai jurus alasan dikemukakan, yang intinya; Kalimantan Timur layak menuntut Otsus.
Di balik cerita Otsus, Awang Faroek Ishak nampaknya sudah mulai fasih dengan dengan kursi rodanya. Meski masih dibantu dorong oleh ajudan khusus tiap kali bergerak. Bahkan ketika masuk ke dalam mobil, ia diangkat beberapa orang yang selalu menyertainya.
Begitulah suasana yang mulai akrab di mata masyarakat Kaltim. Antara keprihatinan terhadap kesehatan Gubernur Awang Faroek Ishak yang dikuatirkan sewaktu-waktu drop, karena belum pulih benar, dengan perjuangan menuntut Otsus yang dinamikanya dipastikan menguras tenaga dan pikiran.
Kesehatan Gubernur Awang Faroek Ishak mulai memburuk pada Jumat 3 Oktober 2014 lalu. Tapi, tiga hari dirawat di ruang ICU (Intensiv Care Unit) Rumah Sakit AW Syahranie Samarinda, kondisi kesehatannya membaik walau dokter meminta dilakukan terapi lanjutan.
Saat dirawat di Rumah Sakit AW Sjahranie, dokter menyebut Awang Faroek terserang penyakit bell’s palsy. Serangan itu membuat separuh otot syaraf wajah mengalami kelumpuhan. Tapi, banyak warga mengistilahkan gubernur terkena stroke ringan yang membuat separuh badannya – di bagian kiri – tidak mampu digerakkan.
Tapi dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan disfungsi saraf VII atau saraf fascialis. Disebuah artikel kedokteran, Bell’s Palsy dikatakan sama sekali berbeda dengan stroke. Karena tidak bersifat permanen. Pada Bell’s Palsy tidak disertai dengan kelumpuhan anggota gerak. Kerusakan yang terjadi, langsung pada nervus yang mempersarafi wajah, yakni nervus facialis, yang merupakan salah satu bagian dari kedua belas nervus cranialis.
Saat terjadi serangan penyakit itu, dikabarkan kalau Awang Faroek sempat menelpon Ketua Tim Medis RSUD AW Sjahranie, Rachim Dinata Marsidi. Tim dokter akhirnya datang ke rumah jabatan di Lamin Etam.
“Ini Bell’s Palsy. Apabila stroke, kelumpuhan sisi wajah ditandai dengan kesulitan menggerakkan sebagian otot wajah. Misalnya, mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup, dan sejenisnya. Kalau ini (yang dialami gubernur, red) ada kelainan saraf perifer di pipi kanan. Terjadi infeksi yang membuat pembengkakan,” ungkap Dokter Rachim.
Setelah dievakuasi ke rumah sakit, saat itu juga disiapkan tim dokter beranggotakan sembilan orang. Mereka terdiri dari dua dokter spesialis jantung, satu dokter anestesi, dua dokter radiologi, satu dokter saraf, satu dokter bedah saraf, satu dokter penyakit dalam, dan satu dokter ortopedi.
Tim dokter cukup lengkap, karena catatan medis menyebutkan Awang Faroek punya riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes, sejak menjadi anggota DPR RI pada era 90-an.
Setelah dalam perawatan intensif, Rachim merujuk dibawa ke rumah sakit di Jakarta untuk mendapat second opinion. General chekup diperlukan untuk menentukan langkah berikut untuk pemulihan.
Sejak saat itu, Awang Faroek harus melakukan pemulihan kesehatan dengan berbagai terapi dan pengobatan. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga di Bali dan Singapura.
Dayang Donna Walfiares Tania, salah seorang anak Awang Faroek memastikan kalau kesehatan ayahnya semakin membaik. “Bisa kerja. Tapi terapi juga tetap harus dilakukan. Tapi di Samarinda saja,” ujar Donna.
Kepada wartawan, Awang Faroek sendiri mengakui kalau dirinya sekarang sedang fokus dalam penyembuhan dengan terapi tangan, kaki, dan terapi bicara. #le/edisi 369/bongkar
Trending
- KPK Sebut Inisial AFI Sebagai Tersangka Dugaan Korupsi di Kaltim
- BMKG catat 19 kali gempa susulan di Berau Kalimantan Timur
- Unjuk Rasa di Depan Kantor DPRD Kaltim Sempat Memanas, Massa Enggan Bubar Sampai Malam
- Pj Gubernur Kaltim Naik Heli Tinjau Banjir Mahulu, Pastikan Infrastruktur Masyarakat
- Banjir Mahakam Ulu, Pemkab Tetapkan Status Tanggap Darurat
- Bantuan Korban Banjir Mahakam Ulu Masih Tertahan di Kutai Barat
- Banjir Besar di Mahakam Ulu, Gubernur Akmal Malik Kerahkan Bantuan Darurat
- Jalan Trans Sulawesi lumpuh akibat luapan banjir
- Artis Epy Kusnandar ditangkap polisi akibat narkoba
- Gunung Semeru kembali erupsi dengan letusan setinggi 800 meter
Dokter Bilang Pak Awang Membaik
Prev Post
Next Post