Angka 9 korban anak-anak di lubang tambang eks tambang batu bara membuat gelisah sejumlah warga. Terutama para aktivis lingkungan dan sosial.
Hari itu, tepat hari ibu, 22 Desember 2014. Namun duka justru membuncah basah di wajah Rahmawati, 37 tahun, akibat airmata yang terus berlinang sejak siang harinya. Di dalam rumah sederhana yang terbuat dari kayu berukuran 6 X 12 meter , sejumlah ibu para tetangganya memeluknya dan terus mengurai kata agar Rahmawati terobati dukanya.
Rahmawati harus kehilangan putranya Muhammad Raihan Saputra, 10 Tahun, karena tewas lemas di lubang bekas tambang menganga yang diduga milik perusahaan tambang batubara PT Graha Benua Etam (GBE), setelah sebelumnya bermain bersama teman sebayanya.
Sejumlah warga dan kerabat menceritakan bahwa lubang bekas tambang yang membawa maut tersebut setidaknya sudah dibiarkan menganga dan terisi air sejak 3 tahun lalu. Tak hanya itu, menurut kesaksian Asep, 38 tahun, ia dan warga Gang Karya Bersama, Gang M. Tulus dan Gang Saliki juga turut menggunakan air dari lubang bekas tambang yang mirip danau tersebut untuk kebutuhan mandi dan mencuci pakaian.
“Sudah 3 bulan ini kami sedot air dengan mesin dan selang di danau bekas tambang itu, karena kalau mengandalkan air sanyo, keruh dan PAM (perusahaan air minum) juga belum terpasang di daerah sini,” ujar Asep menambahkan.
Tak ada Firasat apapun yang muncul di ingatan Rahmawati; “hanya baru saja kemaren malam dinasehati bapaknya agar tak main jauh-jauh dan ingat pulang kalau sudah waktunya,” kenang Rahmawati.
Rahmawati sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga biasa, selain itu juga berjualan Nasi campur dan gorengan di warung kecil di depan rumahnya di Jalan Padat Karya, RT 68, No 9, Sempaja Selatan. Sedangkan suami dan ayah Raihan, bernama Misransyah, Pria bersuku Banjar ini sehari-harinya hanya bekerja sebagai Buruh Toko Alat-alat Kapal milik seorang pedagang cina di Jalan Lambung Mangkurat.
Raihan kecil baru 2 hari mencicipi hari liburnya, setelah pada hari Sabtu sebelumnya ia dan orang tuanya baru saja mengambil Raport semester ganjil di sekolahnya SDN 009, Pinang Seribu, Samarinda Utara. Raihan anak biasa saja, nilai raportnya juga biasa saja ujar Misransyah, 36 Tahun, ayah Raihan.
“Raihan itu suka main bola dan suka bergaul ia sangat dikenal luas oleh-anak-anak disini karena keluwesannya bergaul,” tutup Misransyah.
Raihan diperkirakan tewas setelah waktu solat Dzuhur, sekitar Pukul 14.00 siang dan baru dievakuasi Pkl 17.30 sore, setelah mendapat bantuan dari BNPB dan Tim SAR. Tubuh Raihan didapatkan pada kedalaman 8 meter, sementara kedalaman lubang bekas tambang yang berisi air tersebut diperkirakan mencapai 40 meter.
Lubang Tambang itu sendiri sering dikeluhkan warga karena jaraknya yang hanya 50 meter dari pemukiman warga.
Raihan adalah korban ke sembilan menyusul 8 anak lain yang tewas serupa di lubang bekas tambang batubara yang beracun dan dibiarkan menganga tanpa direhabilitasi. Sejumlah perusahaan yang patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini adalah PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014) dan lubang yang disebut-sebut warga diduga merenggut nyawa Raihan PT. Graha Benua Etam (GBE).
PT Graha Benua Etam (GBE) terdaftar dengan Nomor SK IUP: 545/267/HK-KS/V/2011 dan beroperasi dengan luas 493,7 hektar sejak 18 Mei 2011 dan ijinnya akan berakhir pada 9 November 2015.
Dalam catatan JATAM Kaltim, PT Graha Benua Etam ini adalah Perusahaan Nakal, diduga terlibat dalam kasus Gratifikasi kepada mantan Kepala Dinas Pertambangan di era RAR, GBE juga seringkali disebut dalam evaluasi Bulanan tambang yang pernah digelar pemkot tahun 2012-2013 sebagai perusahan paling tidak taat bahkan pernah dihentikan sementara.
Kunjungan Tim JATAM Kaltim 2 jam setelah evakuasi pada malam harinya menemukan kesaksian warga bahwa lubang ini ditinggalkan nyaris 3 tahun lamanya, karena itu melanggar Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010, bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib di reklamasi.
Lubang bekas tambang ini juga ditemukan amat dekat dengan pemukiman dan diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 Tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan Pemukiman warga, kenyataannya jarak hanya 50 meter saja.
di lapangan juga terlihat bahwa perusahaan juga tidak mengikuti ketentuan teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya ; Tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan Tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.
JATAM Kaltim juga berpendapat terhadap Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur “barang siapa”, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang”, “tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “ mengakibatkan hilangnya nyawa manusia”telah terpenuhi.
Belajar dari penanganan kasus tewasnya banyak korban di lubang tambang sebelumnya, JATAM Kaltim pada 24 April 2013 dan 21 April 2014 sebenarnya sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja kepolisian, DPR RI hingga Komnas Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Karena Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus-kasus kejahatan Tambang selama ini melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal selama ini.
Penyidikan kasus ini berlarut-larut tanpa kepastian, Jika terjadi penghentian penyidikan perkara pun mestinya harus sesuai dengan koridor yang diatur oleh pasal 184 KUHAP, seperti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan.
Jika pasal 184 tersebut tak terpenuhi penyidik semestinya tetap meneruskan penyidikan dengan terus membuka diri dan transparan atas perkembangan penyidikan kepada publik.
Pertanggungjawaban Politik pun mestinya digelar DPRD Samarinda mesti mendesak walikota Samarinda untuk menghukum Perusahaan dan memanggil Walikota melalui Hak Interpelasi dan Angket.
JATAM Kaltim meminta Wali Kota mengusut tuntas kasus ini atau mundur dari jabatan karena telah gagal dan lalai atas tanggung jawabnya. Jatam juga mendesak gubernur untuk turun tangan. #
Trending
- KPK Sebut Inisial AFI Sebagai Tersangka Dugaan Korupsi di Kaltim
- BMKG catat 19 kali gempa susulan di Berau Kalimantan Timur
- Unjuk Rasa di Depan Kantor DPRD Kaltim Sempat Memanas, Massa Enggan Bubar Sampai Malam
- Pj Gubernur Kaltim Naik Heli Tinjau Banjir Mahulu, Pastikan Infrastruktur Masyarakat
- Banjir Mahakam Ulu, Pemkab Tetapkan Status Tanggap Darurat
- Bantuan Korban Banjir Mahakam Ulu Masih Tertahan di Kutai Barat
- Banjir Besar di Mahakam Ulu, Gubernur Akmal Malik Kerahkan Bantuan Darurat
- Jalan Trans Sulawesi lumpuh akibat luapan banjir
- Artis Epy Kusnandar ditangkap polisi akibat narkoba
- Gunung Semeru kembali erupsi dengan letusan setinggi 800 meter
Menuntut Wali Kota Mundur
Prev Post
Next Post