BONTANG, BERITAKALTIM.com – Berpuluh tahun lalu, sebagian besar Bontang adalah hutan belantara. Tapi, tak banyak yang tahu, kalau Pagung –sebuah kampung di Kelurahan Bontang Lestari, Kecamatan Bontang Selatan– adalah pemukiman pertama yang berdiri di Kota Taman.
Sayang, tak ada catatan pasti berapa jumlah masyarakat yang kala itu tinggal di sana. Bukti sahih kehidupan di pedalaman Bontang itu hanya tergurat lewat sebuah foto jadul yang menggambarkan aktivitas kerja bakti masyarakat setempat di depan sebuah rumah panggung dari kayu. Di caption foto itu tertulis medio 1974. Konon kabarnya, di sana tinggal masyarakat dari Bugis dan Mamuju yang berasal dari Kelurahan Tanjung Laut, Kecamatan Bontang Selatan.
Dari penelusuran BERITAKALTIM.com, masyarakat memilih hijrah dari Kelurahan Tanjung Laut ke Pagung setelah mendapatkan izin Haji Habibon, seorang tetua di sana. Perkiraannya, 100 kepala keluarga kemudian bermukim di Pagung. Untuk menopang kehidupan, mereka kemudian ramai-ramai memanfaatkan lahan kosong untuk membangun rumah sekaligus lahan bercocok tanam.
Namun, seiring perkembangan zaman, Pagung lambat laun mulai ditinggalkan. Dari informasi yang dihimpun BERITAKALTIM.com, masyarakat di sana mulai melakukan migrasi ke kota sejak 1985. Kini, Pagung tak ubahnya hutan belantara, serupa dengan kemunculannya kali pertama. Hanya ada ilalang dan pohon-pohon rindang di sana. Sebagai gambaran, luas Pagung diperkirakan 192 hektare saat ini.
Laiknya daerah terisolir, tidak mudah menuju Pagung di masa kini. Sebab, jalan setapak dari tanah dan baru harus dilalui terlebih dulu sekira 2 kilometer
dari Kelurahan Bontang Lestari.
”Saya jadi RT selama 10 tahun ketika kampung ini dijadikan desa. Saat itu kepala desanya Ambo Tang,” kata Amir, pria yang mengaku sebagai ketua rukun
tetangga pertama di Pagung sejak 1982 hingga 1990. Jabatan itu dipercayakan kepada Amir ketika Pagung dimekarkan menjadi desa.
Amir mengaku, zaman dulu, akses transportasi masyarakat nyaris tidak ada. Jalankan darat, melalui perairan sekalipun belum ada.
Nah, Amir menuturkan, pilihan untuk tidak tinggal di Pagung sejatinya karena lahan yang dulu mereka tinggali, dibebaskan oleh Badak LNG, sebuah perusahaan
pengolah gas cair yang beroperasi di Bontang. Saat itu, lanjut Amir, sudah ada dua RT di Pagung. ”Pengukuran lahannya sudah dilakukan sejak 1985 oleh Badak
LNG,” pungkas Amir. #fs