BeritaKaltim.Co

Kehidupan Pedalaman Bontang di Nyerakat (3-Habis); Jual Tanah Demi Alat Musik Leluhur

BONTANG prosesi1GONG-GONG berwarna kuning emas pemberian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bontang itu tidak bisa digunakan. Bunyi dan gaungnya tak sesuai dengan yang selama ini dipakai. Roh-roh leluhur dan mahluk halus sudah pasti tak sudi mendengarnya.

Kondisi semakin genting. Gong –serupa kulintang– saat itu sudah mulai rusak. Untuk memenuhi kesempurnaan Ritual Bebalai, berangkatlah Masdar medio 2007
lalu. Tujuannya, untuk mencari alat musik serupa di kampung-kampung pedalaman Bumi Mulawarman –julukan Kaltim.

Masdar sudah kadung kapok aral. Ia tak ingin lagi orang lain yang mencarikan peralatan untuk ritus adat. Alasannya, sudah pasti salah. “Saya enggak mau lagi
seperti pemberian negara (Disbudpar, Red.). Itu enggak merasuk (trance, Red.),” tutur Masdar, dengan nada kesal.

Juntrungan perjalanan Masdar akhirnya bermuara di Kecamatan Bongan, Kutai Barat (Kubar). Di sana, Masdar menemukan seperangkat alat musik khusus upacara adat tapi tidak dipakai oleh sang empunya.

Sembari mendekatkan daun telinga, alat-alat musik tradisional itu dipukul satu per satu; bunyi dan gaung yang sama. Pun bunyinya. “Saya ambil alat-alat itu.
Gong, kulintang, dan gendang. Karena enggak ada lagi penerusnya di sana. Saya berikan Rp 10 juta,” kisah Masdar.

Kisah serupa juga diungkapkan Mak Kumala, sesepuh adat. Janji negara –dalam hal ini pihak kelurahan setempat– akan membelikan alat-alat musik untuk upacara adat mereka hanya isapan jempol belaka. “Saya sudah punya niat beli alat-alat itu, biar saya harus cari sendiri uangnya,” tegasnya.
Pada akhirnya, Mak Kumala memenuhi janji itu. Tanahnya dijual hanya untuk membeli alat-alat musik tradisional ini.

Adat bukan hanya milik manusia, kata Mak Kumala, sesepuh adat setempat. “Mana bisa dilarang. Tuhan dan Nabi saja punya adat. Mana ada kita (manusia, Red.)
kalau Tuhan tidak punya adat,” ujar perempuan yang karib disapa Mak Malak ini.
Bagi Mak Kumala, baik Nyerakat Kiri maupun Bontang Kuala, punya pesona gaib. Khusus di Nyerakat Kiri, Mak Kumala meyakini banyak dihuni para “sahabat”. Pun sosok yang disebutnya sebagai “orang gelap”.
Tugas Mak Kumala di sana adalah memberitahu (bersahabat, Red.) dengan mereka via ritus yang sudah dilakoni leluhur beratus tahun lalu.

Kejadian aneh di Nyerakat Kiri pernah terjadi kata Mak Kumala. Kala itu, sebuah bulldozer milik perusahaan batubara yang beroperasi di sana, mendadak mogok.
Tak diketahui musababnya apa. Mak Kumala yang mengetahui ini, langsung menaburkan beras kuning di bulldozer dan jalan yang akan dilalui alat berat itu.
Hasilnya? “Jalan lagi,” tutur Mak Kumala, tersenyum. #fs

Leave A Reply

Your email address will not be published.