SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Posisi rakyat kurang jelas di RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kaltim. Dalam Musrenbang Kaltim Tahun 2015, tidak ada disinggung peran rakyat, peran organisasi kemasyarakatan, peran lembaga swadaya masyarakat, maupun peran organisasi profesi, termasuk peran perguruan tinggi.
“Ini pertanda dalam pembangunan Kaltim rakyat masih sekedar obyek pembangunan, bukan subyek pembangunan. Konsekuensinya lima tahun ke depan, pemerintah akan kesulitan menggerakkan partisipasi masyarakat,” kata anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Nasdem-PPP, H Saefuddin Zuhri, Selasa (21/4/2015).
Industri yang akan dibantu pengembangannya oleh pemerintah provinsi, juga tidak menyebut secara spesifik yang terhubung dengan aktifitas ekonomi sebagian besar penduduk Kaltim, tapi cenderung untuk dinikmati pengusaha swasta besar, misalnya pembangunan kawasan industri Maloy lebih banyak akan dinikmati pemilik perkebunan sawit skala besar.
Menurut Saefuddin, kebun sawit rakyat dan kebun karet rakyat, luasnya sudah lebih dari 100 ribuan hektar, tapi untuk pengolahannya masih menumpang ke industri pengolahan sawit milik swasta besar.
“Dari skala produksinya, seharusnya pemerintah mengalokasikan dana untuk terbangunnya industri pengolahan sawit rakyat dan karet rakyat,” ujarnya.
Dikatakan, pembangunan dan industrilisasi seharusnya diarahkan ke dalam, untuk menopang ekonomi kerakyatan, bukan membesarkan swasta yang sudah besar.
“Saya prihatin melihat sawit rakyat, untuk masuk penggilingan sawit swasta harus mengeluarkan biaya transportasi cukup mahal, harus antri seharian, sampai kualitas sawitnya sudah turun,” tambah Saefuddin lagi.
Pemprov Kaltim juga tidak mendorong Perusda (BUMD) masuk ke kabupaten-kabupaten bersinergi dengan petani membangun industri pengolahan skala menengah, sehingga petani bisa menikmati nilai tambah dari produk pertaniannya.
“Sekarang yang menikmati harga CPO yang begitu bagus hanya pengusaha besar, walau CPO yang diekspornya itu berasal dari perkebunan rakyat. Ini jelas tak adil dan tidak baik untuk jangka panjang,” tandasnya.
Pendanaan pembangunan kawasan industri dari APBD Kaltim, disebut Saefuddin terlalu berlebihan karena sampai ke sarana dan prasana, bahkan infrastrukturnya. Padahal, pemerintah daerah cukup menyediakan kawasan yang sudah bebas dari masalah.
“Kalau pemerintah daerah harus membiayai pembangunan tanki timbun, jalan dalam kawasan industri, terlalu berlebihan insentif yang diberikan. Tidak ada pemasukan ke kas daerah dari sawit, semuanya diambil pemerintah pusat,” ungkap Saefuddin lagi.
Ia mengajak pemerintah provinsi menata ulang pengertian membangun ekonomi kerakyatan karena, kalau model selama ini diteruskan, pemerintah provinsi sebetulnya mesubsidi pengusaha besar, bukan rakyat atau membangun ekonomi kerakyatan.
“Kalau posisi rakyat tak diperjelas dalam RPJMD Kaltim, rasanya pemerintah hanya mengarahkan rakyat untuk jadi buruh saja, bukan menjadi pelaku utama. Karena posisi rakyat hanya buruh, yang menikmati nilai tambah dari sumberdaya alam Kaltim, tentu hanya pengusaha besar,” ungkap Saefuddin. #int