SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Proyek revitalisasi Pasar Bengkuring, Sempaja Selatan, Samarinda Utara tidak dilengkapi dengan masuknya jaringan air bersih dari PDAM Samarinda. Kemudian drainase di kios basah juga tidak berfungsi karena elevasi tidak diatur sedemikian rupa, sehingga air mengalir ke saluran terbuka di belakang pasar.
Pedagang yang sudah menempati kios tertutup maupun pedagang di kios terbuka, bahkan pengunjung pasar yang ingin buang air kecil, harus membawa air sendiri, atau membeli air minum botolan untuk bersih-bersih di WC Umum.
WC Umum yang ada di belakang pasar masih semi permanen dan menakutkan kalangan kaum perempuan, karena modelnya seperti jamban zaman baheula di Karang Mumus.
“Iya kalau mau takamih bawa air sendiri,” kata Marwiyah, penjual makanan dan minuman di kios terbuka di Pasar Bengkuring.
Menurutnya, karena ke pasar belum masuk jaringan air bersih, maka keperluan air untuk berjualan dibawa dari rumah. Kalau air yang dibawa pagi hari sudah habis, maka pulang lagi ke rumah untuk mengambil air.
Pedangang yang mengeluhkan tidak adanya jaringan air bersih ke pasar, tidak hanya Marwiyah, tapi pedagang di kios basah yang menjual ikan dan ayam potong, juga harus membawa air sendiri ke pasar. Itu dinilai pedagang sangat merepotkan.
Pedagang di kios basah juga mengeluhkan sistem drainase yang dibuat tertutup, sehingga bila tersumbat akan sangat sulit mengatasinya. Pedagang berpikir kalau drainese dibuat terbuka, lebih praktis dan tidak sulit membersihkan lantai pasar.
“Seperti ini, kalau buntu kan tidak mungkin kita membongkarnya. Nanti kalau buntu pasti mengeluarkan bau tidak sedap karena yang mengendap adalah air bekas mencucui daging, ikan, dan ayam,” kata Suparno.
Drainase terbuka yang ada di luar kios juga dikerjakan tidak sempurna, yakni elevasinya tidak dibuat sedemikian rupa sehingga air mengalir ke saluran air terbuka di belakang pasar. “Ini saja mulai bau, padahal belum sebelum kami jualan,” tambahnya.
Revitalisasi Pasar Bengkuring dikerjakan tahun lalu, sifatnya mengubah sebagian bangunan lama berupa los menjadi kios tertutup dengan ukuran 2 X 2 m, atau 4 m2. Jumlah kios tetutup sekarang berkisar 36 kios. Kios tertutup itu diisi pedagang lama.
Pedagang di kios tertutup belum tahu harga yang harus dibayar ke Dinas Pasar Samarinda karena belum ditetapkan harganya.
Salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya mengaku baru disuruh menempati atas kios yang menjadi haknya, sebab sebelum direvitalisasi sudah menempati tempat yang sama. “Kabarnya, harga kiosnya Rp 17,5 juta. Tapi itu belum pasti juga,” katanya.
Kemudian los lama dibuatkan meja permanen ukuran 1 x 2 m dengan barang yang diperdagangkan adalah sayur-sayuran dan aneka daging, atau los pasar basah. Pedagang membayar retribusi harian sebesar Rp2.000/hari.
MASIH TERSSISA BANGUNAN LAMA
Setelah merevitalisasi pasar bagian dalam, masih tersisa bangunan pasar lama yang menghadap langsung ke Jalan Bengkuring Raya. Pedagang di depan tersebut rata-rata menjual alat dan peralatan rumah tangga.
Penghuni petak di bagian depan yang juga telah diubah fungsi menjadi tempat tinggal, mengaku belum pernah dipanggil Dinas Pasar untuk diberitahu rencana selanjutnya.
“Kita belum tahu apakah bangunan ini nantinya juga akan direhab,” kata Mama Amel.
Selain masih ada bangunan di kiri-kanan jalan masuk ke pasar yang belum direvitalisasi, juga masih ada sisa tanah yang juga bisa digunakan untuk menampung pedagang.
Dalam pekerjaan revitalisasi tahun lalu, selain mengubah fisik pasar, Dinas Pasar Samarinda juga telah memperbaiki jalan masuk ke pasar, meski baru berupa hamparan batu koral. Sedangkan lapangan parkir sudah disemenisasi.
Kepala Dinas Pasar Kota Samarinda, H Sulaiman Sade, belum bisa dikonfirmasi soal tak adanya jaringan air bersih PDAM Ke dalam pasar, termasuk soal drainase yang buntu sebab, saat hendak ditemui di kantornya, Sulaiman Sade lagi keluar kantor.#Int
Teks Foto:
Foto: Sebagian bangunan Pasar Bengkuring yang sudah direvitalisasi. (intoniswan)
Foto: WC Umum tanpa aliran air bersih. (intoniswan)