Dua nama sudah pasti maju dalam Pilkada Samarinda 9 Desember 2015. Mereka adalah Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail yang (sementara) memutuskan berpisah setelah berdampingan selama 5 tahun sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda.
Banyak yang merasa yakin keduanya sama kuat dalam perolehan suara. Masing-masing punya basis massa. Syaharie Jaang politisi tulen yang sekarang menjadi Plt Ketua Demokrat Kaltim, sedangkan Nusyirwan seorang birokrat murni. Karirnya dihabiskan di Pemprov Kaltim dengan jabatan Asisten Sekprov Kaltim.
Syaharie Jaang suka pindah-pindah partai. Sebelumnya di PDIP mengantarkannya menjadi anggota DPRD Samarinda. Sampai kemudian ia keluar dan menjadi Ketua Partai Pelopor Kaltim, setelah ia menjadi Wakil Wali Kota Samarinda. Setelah itu, ketika Partai Demokrat berjaya, dia dicalonkan Demokrat dan sekaligus pindah ke partainyua SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu.
Nusyirwan Ismail perjalanannya ke politik cukup unik. Pernah menjadi Calon Gubernur Kaltim berpasangan dengan Heru Bambang dan diusung oleh PDI Perjuangan. Walaupan akhirnya kalah dengan pemenangnya Awang Faroek Ishak yang berpasangan Farid Wadjdy tahun 2008, tapi perolehannya suaranya tidak terlalu mengecewakan. Khususnya di Samarinda.
Dari perolehan suara itu akhirnya diperoleh gambaran Nusyirwan cukup disukai masyarakat Samarinda. Bahkan pada Pemilukada Samarinda tahun 2010 silam, Nusyirwan diyakini bisa menang jika menjadi calon wali kota Samarinda berhadapan dengan Syaharie Jaang. Tapi, karena pertimbangan partai pengusung Nusyirwan akhirnya bergabung dengan Syaharie Jaang dan pasangan itu menang.
Sekelumit sejarah ini masih teringat jelas bagi publik Samarinda. Bagaimana keduanya bahu membahu dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak terdengar ‘keributan’ antar wali kota dan wakil wali kota, seperti yang terjadi di daerah lain. Paket yang serasi karena perpaduan antara politisi dan birokrat.
Dalam beberapa survei di kota-kota Samarinda, paket Politisi-Birokrat atau sebaliknya masih menjadi keinginan mayortas masyarakat. Bahkan opini itu belum berubah sejak event pemilihan Gubernur Kaltim tahun 2008 dan 2013 silam. Kedua status itu bersimbiosis, birokrat membutuhkan dukungan partai untuk menjadi pengusungnya.
Banyak contoh kegagalan pasangan yang dua-duanya berasal dari politisi murni. Atau dua-duanya adalah birokrat murni. Itu alasannya, kenapa seorang politisi muda Ipong Muchlissoni nekat maju dalam Pilgub Kaltim tahun 2013. Karena hasil survei memberi ‘petunjuk’ kemungkinan menang masih terbuka, asalkan Ipong menggandengan seorang birokrat yang kemudian pilihannya jatuh pada Imdaad Hamid, mantan Wali Kota Balikpapan.
Alasan lain kenapa mesti perpaduan ‘birokrat-politisi’ atau sebaliknya, lantaran harus ada yang mengerti sistim dan mekansime roda pemerintahan dan mengendalikannya. Jika dua-dua politisi, maka kekuatiran masyarakat masih cukup besar.
Teori itu sebenarnya tidak selalu benar. Itu hanya opini yang ada di masyarakat. Tapi, lantaran teori itu pula sampai dengan bulan Mei 2015 atau sekitar 6 bulan lagi perhelatan demokrasi lokal itu digelar, hanya ada 2 poros yang muncul. Yakni poros Syaharie Jaang dan poros Nusyirwan Ismail.
Sejumlah nama politisi dan birokrat bermunculan. Tapi anehnya mereka tak terlihat berambisi membuka poros baru, tapi berusaha menjadi pasangan kedua poros yang disebut-sebut kuat itu, yakni menjadi pasangan Syaharie Jaang atau menjadi pasangan Nusyriwan Ismail. #
==================================================================================
Dihujat, Tapi Dicalonkan Lagi
Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail diprediksi akan bersaing memperebutkan kursi Wali Kota Samarinda. Sebagai petahana, keduanya sering disoroti kinerjanya tapi tetap mendapat tempat di hati masyarakat.
Setiap kali turun hujan di Kota Samarinda dan satu jam kemudian membuat banjir di mana-mana, warga langsung menumpahkan kekesalannya. Terutama kepada pemimpin kota, yakni Wali Kota dan wakilnya Syaharie Jaang – Nusyirwan Ismail.
“Inilah cermin daerah tanpa wali kota,” begitu kalimat pedas dari warga. Karena bertahun-tahun banjir melanda, terasa semakin parah.
Di media-media sosial, sumpah serapah warga tumpah. Puncak emosi muncul ketika kawasan yang semula tak banjir, tiba-tiba terkena juga. Ditambah lagi kondisi listrik yang sering byar pet, kemacetan lalulintas, debu dan sampah yang berserakan membuat pemandangan kotor.
Kondisi tak nyaman itu memunculkan obrolan-obrolan nyeleneh. Misalnya, seandainya ada Ahok (Gubernur DKI, red) memimpin Samarinda. Atau ada pemimpin seperti Ibu Risma (Wali Kota Samarinda). “Warga Samarinda perlu pemimpin seperti itu,” kata seorang warga, dalam sebuah obrolan di Warung Kopi Liem di Jalan Diponegoro Samarinda.
Protes masyarakat yang semakin mengencang, anehnya tak berjalan pararel dengan tingkat kesukaan kalangan politisi untuk tetap mengharapkan berpasangan dengan Syaharie Jaang maupun Nusyirwan Ismail. Bahkan kedua tokoh itu menjadi rebutan para politisi, birokrat maupun pengusaha menjadi pasangannya kelak dalam Pilkada yang berlangsung 9 Desember 2015.
Syaharie Jaang malah ibarat gadis cantik yang dikeliling banyak kumbang. Setidaknya ada 7 ‘kumbang’ yang sedang menari-nari berusaha memikat hati Syaharie Jaang. Sebut saja Jafar Abdul Gafar (Golkar), Donna Faroek (Pengusaha/anak Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak), Mirza Ananta (Gerindra), Sarwono (PKS), Zulfikar (Sekda Samarinda), Syaifuddin Zuhri dan Jawad Sirajuddin (Nasdem).
Sedangkan Nusyirwan Ismail lebih sedikit, tapi kabar terakhir menyebutkan sudah mantap berpasangan dengan Siswadi (PDI Perjuangan).
Ada alasan mengapa Nusyirwan Ismail tak banyak didatangi ‘kumbang’. Alasan utama karena banyak yang meragukan apakah wakil wali kota itu bisa ikut Pilkada, karena partainya Golkar sejak dini sudah mencalonkan Jafar Abdul Gafar untuk diusung menjadi wakilnya Syaharie Jaang.
Nusyirwan harus tertatih-tatih meniti partai politik agar mengusungnya. Harapan muncul dari PDI Perjuangan. Semua proses pendaftaran sampai fit and proper test dilalui.Tapi keputusannya ada di DPP PDI Perjuangan. Kata Nusyirwan, partai itu masih melakukan survey dan kemungkinan pada bulan Mei 2015 keputusannya turun.
Jadi, sebenarnya, sampai bulan Mei 2015 ini, belum ada partai yang benar-benar permanen mengusung calonnya. Karena ketentuannya, semua calon ditentukan oleh pengurus pusat (DPP) patai tersebut, bisa saja yang telah direncanakan sejak awal di daerah tapi berubah total setelah ditangani pusat.
Bahkan Syaharie Jaang yang notabene adalah Plt Ketua Partai Demokrat Kaltim dan Ketua Demokrat Samarinda, belum mendapat SK diusung oleh partainya.
“Semua masih dalam proses. Termasuk juga penentuan siapa calon wakil,” kata Sukamto dari Partai Demokrat Samarinda.
Apakah partai-partai akan menguji calonnya dalam kecakapan dan prestasi membangun kota, terutama calon mereka dari petahana?
Nah, di sini masalahnya. Sebab, kalaupun partai-partai mencari figure terbaik yang menjadi kadernya. Biasanya indikatornya adalah hasil survey. Jika saat disurvei mempunyai popularitas dan elektabilitas tinggi, sudah selesai. Calon itulah yang dianggap ‘laku’ dan akan memenangkan Pilkada.
Sebab hasil perolehan suara dalam survey sudah menggambarkan tingkat ketertarikan masyarakat terhadap figure itu. Misalnya terhadap Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail, walaupun dianggap tak mampu menyelesaikan persoalan banjir dan ketidaknyamanan kota, tapi jika faktanya hasil surveynya lebih baik dari tokoh-tokoh lain yang ikut disurvei, maka tak ada alasan partai mengatakan keduanya tidak disukai.
Nusyirwan Ismail termasuk figure yang masih bisa berkelit dari kegagalan Pemerintah Kota Samarinda menata kota agar jadi tempat nyaman bagi warganya. Sebab, dia di posisi wakil di mana penentu kebijakan tetap berada di tangan wali kota.
“Wah, saya tidak bermaksud berkelit dari tanggungjawab. Saya bagian dari petahana. Ya terserah bagaimana masyarakat menilai kinerja kami dalam menjalankan pemerintahan selama lima tahun belakangan,” kata Nusyirwan Ismail, dalam sebuah perbincangan dengan wartawan bongkar, di rumah dinas Wakil Wali Kota Samarinda.
Tidak munculnya figure baru yang fresh memang menjadi alasan kenapa hanya kedua figure ini yang menjadi pilihan. Sampai bulan Mei 2015, belum ada yang berusaha menempuh poros baru, yaitu partai lain yang mengusung calonnya sendiri atau lewat jalur independen. Itu pula sebabnya kenapa masyarakat Samarinda berharap ada calon lain, seperti misalnya berkarakter mirip Ahok di Jakarta atau Ibu Risma di Surabaya. #les
=====================================================================================================
Anehnya Golkar Samarinda
Meski paling banyak menempatkan wakilnya di DPRD Samarinda, yakni 9 kursi, tapi Partai Golkar tidak percaya diri untuk mengusung calonnya menjadi ‘Samarinda Satu’.
Tarik menarik sempat terjadi saat penghitungan suara antara PDI Perjuangan dengan Partai Golkar di Kota Samarinda dalam Pemilu legislative tahun 2014 silam. Pasalnya, secara perolehan jumlah suara, PDIP yang pada Pemilu 2009 menang di Samarinda menang lagi di Pemilu 2014. Total perolehan suaranya 68.865 atau mencatat 19,23 persen suara.
Pesaingnya Partai Golkar dengan perolehan suara 65.049 atau 17,76 suara. Tapi situasi jadi menegangkan, karena setelah perolehan suara dikonversi menjadi perolehan kursi di DPRD Samarinda, Golkar justru meraih 9 kursi, sedangkan PDIP meraih 8 kursi. Otomatis, jatah kursi Ketua DPRD jatuh ke tangan Golkar.
Cukup menyesakkan bagi PDIP. Apalagi Siswadi, kader PDIP yang diperiode sebelumnya menjadi Ketua DPRD harus merelakan turun jabatan menjadi wakil ketua.
Golkar bersorak riang. Apalagi dengan perolehan 9 kursi partai Beringin menjadi satu-satunya partai yang bisa mengusung sendiri calonnya untuk Pilkada Samarinda. Syarat 20 persen dari 45 kursi DPRD Samarinda untuk menjadi partai pengusung calon wali kota dan wakilnya terpenuhi.
Tidak heran, ketika masih ‘pagi-pagi’ sekali – tahun 2014 – Ketua Partai Golkar Kaltim Mukmin Faisyal sesusambar untuk Pilkada Samarinda akan mengusung 5 calon wali kota daari kader sendiri dan 3 calon wakil walikota dari eksternal atau partai lain.
Tapi, situasi rupanya berubah. Sejak memasuki tahun 2015, ketika Golkar dilanda perpecahan antara kubu Aburizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono, Golkar Samarinda justru merancang strategi lain. Nama ketua Golkar Samarinda Jafar Abdul Gafar tiba-tiba muncul sebagai calon wakil wali kota saja. Menurut kabar, sudah ada deal politik dengan Partai Demokrat Samarinda untuk mengusung Syaharie Jaang – Jafar Abdul Gafar.
Hembusan rencana pasangan ini cukup kencang. Bahkan membenamkan harapan kader Golkar lainnya yang berniat maju menjadi calon wali kota Samarinda, Nusyirwan Ismail. Padahal, publik merasa yakin Nusyirwan adalah satu-satu calon yang bisa bersaing dan menang jika berhadapan dengan calon wali kota Syaharie Jaang.
Sejak kedua figure Syaharie Jaang – Nusyirwan Ismail, wali kota dan Wakil Wali Kota Samarinda periode 2010-2015 memutuskan ‘pisah’ dan bersaing dalam Pilkada sebagai calon wali kota, kedua poros ini menjadi pusat perhatian publik. Karena keduanya yang ternyata punya karakter berbeda, memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yang saling menutupi.
Praktis selama keduanya memimpin Pemerintah Kota Samarinda tak terdengar perbedaan pendapat yang membuat hubungan mereka menjadi genting. Keduanya selalu nampak akur walaupun kadang masyarakat dilanda kegeraman karena banyak persoalan Samarinda yang tak terselesaikan. #les
=====================================================================================================
Jaang Kian Ragu dengan Golkar
Belum jelasnya status dualisme Partai Golkar di tingkat Pusat hingga saat ini, membuat Syaharie Jaang, bakal calon Wali Kota (Bacawali) dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Samarinda 2015 yang digadang-gadang akan diusung Partai Golkar dilanda keraguan.
Sinyal itu bisa terlihat dari beberapa spekulasi pendamping (calon Wakil Walikota) dari incumbent itu. Mulai dari terpajangnya sejumlah baliho Jaang bersama Sarwono, ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Samarinda.
Kemudian ada lagi isu menguat, kalau Jaang sudah resmi menggandeng Dayang Donna Walfiares Tania atau Donna Faroek.Terakhir munculnya rayuan dari Partai Gerindra yang punya 5 kursi yang menginginkan kadernya Mirza Ananta dipasangkan dengan Syaharie Jaang.
Padahal diketahui sebelumnya, Jaang melakukan bargaining dengan Golkar. Jika ingin diusung Golkar maka dia harus menggandeng Jafar Abdul Gaffar yang tak lain ketua DPD II Golkar Samarinda. Perilaku Jaang yang ragu itu mengundang ‘kemarahan’ pengurus Golkar dan Partai Hanura yang juga sudah menjatuhkan pilihan dukungannya terhadap Jaang.
Jafar sendiri ketika dikonfirmasi mengatakan, hingga saat ini Golkar memang belum memutuskan apapun. Karenanya jika kemudian ada isu Golkar sudah mengusung Jaang, itu belum benar adanya. “Bagaimana mungkin Golkar sudah memutuskan siapa yang akan diusung, beberapa nama yang kita saring di penjaringan kemarin, baru saya masukkan ke DPD I. Tapi ya silakan saja barangkali sudah ada isunya Golkar mengusung Jaang, itu hak semua orang, dan itulah politik, dimana kita harus menerimanya,” kata Jafar.
Dengan Golkar belum memutuskan apapun, maka ditambahkannya, belum layak untuk ditanyakan pandangan Golkar akan Jaang yang berspekulasi berpasangan dengan bakal calon Wakil Walikota lainnya selain dirinya.
“Intinya saya sebagai ketua Golkar Samarinda tidak mau mendahului apapun. Dan intinya lagi, Golkar sampai saat ini belum memutuskan apapun. Artinya ketika Jaang berpasangan dengan siapapun, itu adalah hak dia, kami tidak berhak untuk melarangnya,” tandasnya. #zay
=========================================================================================
Kursi Parpol di DPRD Samarinda
- Golkar, 9
- PDI Perjuangan, 8
- Demokrat, 6
- Gerindra, 5
- PPP, 4
- Nasdem, 4
- PKS, 3
- PAN, 3
- Hanura, 3
====================================================================================================
Menebak Poros Baru
Tadinya, banyak yang menduga Partai Gerindra akan membuat poros baru dalam perhelatan mengejar kursi wali kota Samarinda 9 Desember 2015.
Munculnya dua poros, Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail, seolah mengunci tidak ada lagi calon lain, terutama untuk meraih kursi Wali Kota Samarinda dalam Pilkada Samarinda 9 Desember 2015 mendatang. Apalagi, partai-partai politik sudah ancang-ancang untuk koalisi dengan dua poros yang telah terbentuk secara opini di public.
Poros Syaharie Jaang paling diminati koalisi parpol. Bahkan partai besar seperti Golkar yang punya 9 kursi di DPRD Samarinda, sudah ‘jualan’ hanya ingin kursi wakil. Ketua Golkar Samarinda Jafar Abdul Gafar disorong untuk meraih tiket Samarinda Dua. Menjadi pasangan Syaharie Jaang versi para pengurus partai beringin itu, menjadi pencapaian maksimal. Walaupun sebenarnya Syaharie Jaang yang berasal dari Partia Demokrat hanya punya modal 6 kursi di DPRD Samarinda.
Tak hanya Jafar Abdul Gafar yang merapat ke Poros Syaharie Jaang. Dari kalangan pengusaha, muncul Donna Faroek. Putri dari Gubernur Kaltim Awang Faroek itu mulai dipromosikan menjajal dunia politik setelah sebelumnya menjadi Ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Kaltim serta menjadi Ketua KNPI Kaltim.
Sempat muncul spekulasi tentang pasangan Syaharie Jaang, antara Jafar dan Donna yang mungkin akan diloloskan Golkar. Disebut-sebut Jafar kuat di bawah alias Golkar Samarinda saja, sedangkan Donna yang mengandalkan pengaruh Bapaknya akan menyalip dari atas.
Awang Faroek Ishak adalah Dewan Pertimbangan Golkar yang punya hubungan kuat di partai tersebut di tingkat pusat sampai daerah. Apalagi, ketua Partai Golkar Kaltim adalah Mukmin Faisyal yang notabene adalah wakilnya sebagai Gubernur Kaltim.
Masih ada nama-nama lain yang pasang kuda-kuda dalam Poros Syaharie Jaang. Dua kader Partai Nasdem seperti Syaifuddin Zuhri dan Jawad Sirajuddin dari Nasdem juga wait and see.
Syaharie Jaang sejak dini sudah memasang strategi ibarat gadis cantik yang dikejar-kejar para kumbang. Setelah merasa yakin bakal diusung tunggal oleh partainya sendiri, Demokrat, Syaharie Jaang ‘menari-nari’ mendatangi sejumlah partai lain.
Deal paling meyakinkan sudah diraih Jaang dengan mengunci PAN yang punya 3 kursi di DPRD Samarinda. Dengan tambahan 3 kursi itu, Demokrat-PAN, sudah cukup menjadi partai pengusung calon wali kota dan wakilnya.
Tapi, Jaang tak sampai di situ saja. Manuvernya kian membentuk arus utama perpolitikan di Samarinda. Bahkan partai besar Golkar tergoda berkoalisi, asalkan Jaang memutuskan wakilnya dari kader mereka, yakni Jafar Abd Gafar.
Tak hanya politisi yang mengincar bisa berdampingan dengan Syaharie Jaang. Dari birokrat juga terlihat mendekati. Salah satunya Zulfikar, Sekretaris Pemkot Samarinda. Baliho-balihonya sudah muncul diberbagai sudut kota.
Bagaimana Nusyirwan Ismail?
Beda dengan Syaharie Jaang yang optimistis aman karena Demokrat berkoalisi dengan PAN, Nusyirwan Ismail harus turun mengetuk hati para pengurus teras partai. Dia berupaya meyakinkan para pimpinan partai-partai untuk menjadi pengsungnya.
Wakil Wali Kota Samarinda itu berada di persimpangan, karena partainya telah menggadang Jafar Abd Gafar. Jika akhirnya partai Golkar tak mengusung dirinya, bisa saja partai menjatuhkan sanksi sebagai konsekuensi terhadap kader partai yang disersi (meninggalkan korp tanpa izin).
Walau tak seheboh Poros Syaharie Jaang, tapi poros Nusyirwan Ismail makin menguat setelah adanya komunikasi politik dengan PDI Perjuangan.
“Sudah 95 persen tercapai komunikasi dengan PDIP. Saya dengan Pak Siswadi,” kata Nusyirwan Ismail di rumah dinasnya, belum lama ini.
Setelah mendaftar ke PDIP, Nusyirwan sudah pula menjalani pit and proper test di Sekretariat PDIP Kaltim. Mekanismenya, setelah tes formal itu, berkas calon yang telah diverifikasi dikirim ke DPP PDIP di Jakarta.
“Semua keputusan ada di tangah DPP PDI Perjuangan,” ucap Nusyirwan. Ia mendapat kabar pada bulan Mei 2015 ini sudah ada Surat Keputusan dari DPP PDIP.
Di partai berlambang banteng itu, ada kader-kader internal yang mendaftar dan siap bersaing ke bursa wali kota dan wakil wali kota. Misalnya Siswadi dan Zuhdi Yahya. Keduanya, tergolong tangguh untuk mendulang suara partai tersebut.
Mungkinkah Nusyirwan diusung partai Golkar?
Kemungkinan itu masih terbuka. Apalagi Golkar sendiri masih dilanda dualisme kepengurusan di tingkat nasional, yaitu antara kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono.
“Kita tunggu dulu selesai konflik ini. Kalau sudah jodoh kan tidak ke mana-mana. Saya berharap masalah Golkar selesai sebelum dimulainya pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota bulan Juli,” ujar Nusirwan.
Tadinya, ada harapan Gerindra akan mempelopori terbangunnya Poros baru. Itu lantaran Ketua Gerindra Kaltim, Ipong Muchlissoni, tahun 2009 lalu ikut menjadi peserta Pilkada Samarinda. Perolehan suaranya juga cukup baik. Ditambah saat Ipong memutuskan maju sebagai calon Wakil Gubernur Kaltim tahun 2013 lalu.
Kalkulasinya, jika Ipong maju di Pilkada Samarinda. Maka pertarungan seru. Bahkan kemungkinannya bisa menang. Apalagi dengan posisi dua kekuatan – Syaharie Jaang dan Nusyirwan bercerai.
Tapi, Ipong memutuskan tak maju dalam Pilkada Samarinda. Pengusaha property itu sedang merencanakan maju sebagai calon Bupati Ponorogo. Kabupaten di provinsi Jawa Timu memang adalah tanah kelahiran Ipong.
Untuk Pilkada Samarinda, akhirnya Gerindra menawarkan Mirza Ananta yang tidak lain adalah adik kandung Ipong Muchlissoni. #le
====================================================================================================
Gerindra Usung Adiknya Ipong
Perhelatan Pemilihan Walikota (Pilwali) Samarinda 2015 tampaknya akan semakin ramai terutama bursa kandidatnya. Salah satunya sikap politik yang dilakukan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Samarinda.
Dalam jumpa pers dengan beberapa wartawan, Rabu (6/5/2015), Ketua Gerindra Samarinda Helmi Abdullah didampingi beberapa pengurus lainnya menyampaikan, partai itu sudah bersepakat untuk mengusung Mirza Ananta untuk masuk dalam bursa calon Wakil Walikota (Cawawali) Samarinda. Mirza tak lain adalah adik kandung dari ketua DPD Gerindra Kaltim Ipong Muchlissoni yang kini menjabat Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Samarinda.
“Jadi perlu kami sampaikan, informasi bahwa Pak Ipong akan kami calonkan, itu tidak. Karena Pak Ipong sudah memberikan ketegasan akan mencalonkan di Kabupaten Ponorogo, tempat kelahiran Beliau. Nah untuk Samarinda, kita calonkan adiknya saja, yakni Pak Mirza Ananta,” kata Helmi.
Mengapa hanya Cawawali? Dikatakannya, Gerindra Samarinda menyadari, jumlah kursi di DPRD Samarinda hanya 5 kursi dan kemudian belum ada kader Gerindrayang selevel Cawali seperti Ipong, maka posisi Cawawali adalah pilihan Gerindra Samarinda di Pilwali Samarinda saat ini.
“Awal kita menyaringnya sebanyak 5 kandidat di internal kita, dan kita menggunakan lembaga independen Pusdeham untuk menyaring dan menyurveinya, akhirnyanama Pak Mirza lah yang tertinggi, maka itulah sikap politik Gerindra Samarinda mengusung Mirza Ananta untuk bursa Cawawali,” ujarnya.
Dan untuk saat ini, komunikasi politik Cawawali itu adalah dengan Syaharie Jaang. Kendati memang harus diakui, kandidat pasangan Jaang mengantre, namun Gerindra tetap akan menyorong Mirza Ananta masuk dalam daftar yang akan mendampingi Walikota Samarinda saat ini.
“Dan mengapa Pak Jaang saja bukan Pak Nusyirwan? Karena kami berpikir, sampai saat ini Pak Jaang yang sudah memiliki kursi pasti, sementara Pak Nusyirwan, kami minta maaf, sampai saat ini belum ada kepastiannya diusung oleh siapa,” tambahnya.
Ditambahkannya, hingga saat ini Gerindra belum ada pilihan lain selain harus menjadikan Mirza sebagai pendamping Syaharie Jaang. “Bahwa nantinya bukan Pak Mirza, ya kita akan tunggu sikap Gerindra selanjutnya, tentu kami harus konsultasi terlebih dahulu dengan DPD dan DPP di Pusat,” tambahnya. #zay
==============================================================================================
Demokrat Belum Deal Dengan Golkar dan Hanura
Gara-gara baliho bergambar Syaharie Jaang bersama Sarwono, suhu politik di Samarinda memanas. Golkar dan Hanura melancarkan protes.
Memasuki bulan Mei 2015, partai-partai politik belum juga mengantongi surat keputusan dari masing-masing DPP untuk mengusung siapa dalam Pilkada Samarinda yang digelar 9 Desember 2015. Walau sudah ada usulan nama yang dijaring dari daerah, partai-partai berharap keputusan itu sudah di tangan sehingga bisa menyusun gerakan di daerah.
Golkar Samarinda paling gregetan, karena partainya masih dilanda konflik. Kabar terakhir, mereka terancam tak ikut Pilkada kalau tak ada keputusan dari pengadilan yang inkrah.
Padahal, masa pendaftaran calon mengikuti Pilkada sudah di depan mata. Bulan Juli 2015, loket KPU sudah mulai dibuka di mana partai-partai mengambil formulir dan mendaftarkan calonnya.
Nah, sengketa Partai Golkar masih di tangan PTUN. Misalnya pun sudah ada putusan, masih ada kemungkinan pengajuan upaya hukum lain. Pendek cerita, perjalanan menuju inkrah masih panjang. Jika tak ada keputusan inkrah, KPU sudah mengultimatum, dalam Pilkada hanya menerima yang terdaftar di Menkumham.
Kalau mengunakan logika KPU, maka yang bakal diakui adalah Golkar versi Agung Laksono. Pertanyaan berikut, apakah kubu Golkar Samarinda yang sekarang diketuai Jafar Abdul Gafar direstui kubu Agung Laksono?
Saat masih diombang-ambing sengketa, para pengurus Golkar Samarinda menangkap sinyal tak sedap dari mitranya. Syaharie Jaang yang digadang-gadang berpasangan dengan kader Golkar Jafar Abdul Gafar, terlihat dalam sebuah baliho akrab dengan Ketua PKS Samarinda, Sarwono.
Akankah Syaharie Jaang berpaling dari Golkar?
Di situ masalahnya. Jauh sebelum dibuka penjaringan calon di Golkar, komunikasi politik Demokrat-Golkar sudah berlangsung intens. Syaharie Jaang adalah Ketua Partai Demokrat Samarinda yang juga Plt Ketua Partai Demokrat Kaltim.
Ada deal politik untuk mengusung Syaharie Jaang – Jafar Abdul Gafar. Bahkan untuk paket itu, muncul Hanura Samarinda yang merestui pasangan itu. Jadi, Demokrat yang semula hanya didukung PAN, mengantongi lagi dua partai yakni Golkar dan Hanura, dengan syarat mengusung paket Syaharie Jaang – Jafar Abd Gafar.
Sambil mematangkan deal politik Demokrat-PAN-Golkar-Hanura, upaya penjaringan di masing-masing tetap dibuka agar terkesan di masyarakat partai-partai itu transparan dan demokratis. Nama-nama yang mendaftar juga dikirim ke DPP masing-masing partai.
Padahal, partai-partai sudah condong ke paket Syaharie Jaang- Jafar Abd Gafar. Jikapun dilakukan survei internal, nama lawan paket pasangan itu tak sebanding melawan popularitas dan elektabilitas paket spesial tersebut.
Saat strategi politik sudah bergulir menuju DPP masing-masing parpol, ketidakpastian Golkar diduga membuat Syaharie Jaang goyah. Apalagi belakangan muncul rayuan dari petinggi partai lain yang berkeinginan sama; menjadi pasangan Syaharie Jaang sebagai calon wakil wali kota Samarinda.
Dua partai yang melancarkan jurus rayuan baru itu adalah PKS yang punya 3 kursi di DPRD dan Gerindra yang mengantongi 5 kursi. PKS menyorong ketuanya, Sarwono, sedangkan Gerindra mengusulkan Mirza Ananta, adik kandung Ipong Muchlissoni.
Situasi politik inilah yang mengusik Wakil Ketua DPD Partai Golkar Samarinda Alphad Syarif. Nada bicaranya kesal karena ada ‘agenda’ lain selain Syaharie Jaang – Jafar Abdul Gafar. Alphad mengklaim Golkar dan Hanura solid mengusung paket Jaang-Jafar.
Alphad buka-bukaan soal deal politik itu. Menurut dia, sudah ada surat keputusan (SK), namun belum dipublikasikan secara resmi karena ada masalah internal Golkar di tingkat pusat. Paket Jaang-Jafar sudah mendapat pengakuan dan pengesahan dari partai pendukung Jaang. Yakni, Golkar, Hanura, PAN, dan Partai Demokrat.
Kata Alphad, Golkar menjatuhkan dukungan kepada Jaang karena adanya sosok Jafar sebagai cawawali. Jika kemudian Jaang berpaling dari komitmen tersebut, maka jangan salahkan jika Golkar menarik dukungan.
“Kami minta Pak Jaang bisa menjelaskan. Jika dibiarkan, kami khawatir berbuntut tidak baik kepada arah dukungan,” ujarnya tentang baliho jaang-Sarwono yang berkibar di beberapa ruas jalan.
Ketua Partai Hanura Samarinda Syaiful juga protes baliho tersebut. Dia meminta Jaang segera memerintahkan yang memasang baliho itu segera melepasnya. Jika tidak, Hanura dan Golkar yang sudah sepakat mendukung Jaang akan menarik dukungan.
Sarwono yang ditanya wartawan mengaku baliho-baliho itu spontanitas saja dari para pendukungnya. Meski begitu Sarwono mengakui komunikasi politik antara dirinya dengan Syaharie Jaang juga berlangsung intens. Apalagi Syahrie Jaang sudah melamar ke PKS dan juga sebaliknya, di mana Sarwono sudah melamar pula ke Partai Demokrat.
Tidak nyaman dengan situasi politik yang mulai menegang, anggota Majelis Pertimbangan Daerah (MPD) Partai Demokrat Kaltim Risa Fahrizal member jawaban bahwa sejauh ini baru PAN yang resmi berkoalisi dengan Demokrat di Pilwali Samarinda.
“Intinya, proses penjajakan dengan partai lain masih dibangun. Memang sebagian besar kandidat ingin berpasangan dengan Jaang. Hanya belum ada keputusan,” ujar Risa. Partai Demokrat menurutnya punya mekanisme dalam menentukan pasangan yang akan diusung, termasuk adanya mandat dari DPP untuk tidak melakukan bargaining politik, sebelum kongres Demokrat.
Ketua Tim penjaringan DPC Demokrat Samarinda Achmad Sukamto juga menyanyangkan adanya klaim mengatasnamakan Golkar dan Hanura. Pasalnya, Partai Demokrat memiliki mekanisme sendiri. “Sedikit kecewa dari segi politik, otomatis kader dirugikan,” tuturnya. #le