EDISI 379 BONGKAR MAGAZINE
Masyarakat Samarinda geger. Seorang lelaki berusia 42 tahun dilaporkan oleh anak pertamanya. Sebut saja namanya Meri, 14 tahun. Laporan kepada polisi di Polsek Sungai Kunjang Samarinda itu menyebutkan Meri diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. Namanya Sadriansyah.
Peristiwa melayani kebutuhan biologis sang ayah itu sudah terjadi sejak setahun silam. Saat Meri masih duduk di SMP kelas 2. Meri yang tak berdaya dalam kekuasaan tangan kekar ayahnya sendiri.
Anggota personel Polsek Sungai Kunjang iba dengan Meri. Dalam waktu singkat semua informasi berhasil dikumpulkan lagi. Lebih mencengangkan, ternyata ibunya Meri membuka tabir yang telah lama terpendam di hatinya.
Sebuah rahasia kelam perjalanan hidup sepasang suami – istri itu terkuak perlahan-lahan. Ibu Meri, sebut saja panggilannya Bunda Rumi, menceritakan bagaimana perlakuan suaminya selama 18 tahun pernikahan mereka. Empat orang anak yang dilahirkannya dibunuh oleh suaminya.
Sadriansyah yang lebih sering dipanggil Upik bekerja sebagai buruh bangunan. Tiap kali anak mereka lahir, tadinya pasangan itu merasa bahagia. Tapi, beberapa bulan kemudian merasa terganggu setiap kali anak bayi itu merengek. Suara tangis anak bayi serasa menyiksa Sadriansyah, sehingga membuatnya menyumpal dengan bantal.
Tidak dinyana perbuatan menyumpal dengan bantal membuat bayinya meninggal dunia. Anak pertama, kedua sampai keempat diperlakukan sedemikian sadis oleh Sadrianyah. Anehnya, itu semua dilakukan di depan sang istri, Bunda Rumi.
Adakah keterlibatan Bunda Rumi dalam peristiwa pembunuhan beruntun yang terjadi antara tahun 1997 sampai 2008 itu?
Polisi harus bekerja lebih keras lagi. Karena ada fakta-fakta yang harus dibuka nantinya di pengadilan. Jika sekarang hanya ada Sadiranysah alias Upik sebagai pelaku tunggal, tentu tidak menutup kemungkinan ada yang lainnya. Misalnya Bunda Rumi, istrinya.
Pengumpulan informasi sementara, Bunda Rumi diketahui sebagai perempuan yang kurang normal. Walau kadang ia lancar mengungkapkan kata-kata, tapi ada tiba saatnya ia kambuh dan tidak bisa apa-apa. Ada dugaan perempuan itu menderita tunagrahita.
Dalam ensiklopedi bebas diartikan tunagrahita adalah Itu adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah lemah pikiran, (Feeble Minded), Terbelakang mental (Mentally Retarded), dan lainnya.
Beberapa tetangganya yang mengenal Rumi sejak masih kecil mengakui hal itu. Sehingga muncul dugaan, ada kemungkinan pasangan itu mengalami ketakutan jika anak mereka yang lahir kelak mewariskan kelainan mental jika tumbuh besar. Cara mudah mengakhiri adalah membunuh disaat masih bayi.
Semua masih dalam spekulasi. Biarlah polisi melakukan pekerjaannya. Termasuk juga menggali lebih jauh kelakuan Sariansyah terhadap Meri. Perkosaan yang dilakukan sejak setahun silam, sudah menjelaskan bagaimana biadabnya seorang ayah terhadap anak kandung sendiri.
Meri dan satu orang adik lelakinya adalah anak yang selamat dari kekejian Sadriansyah. Sang adik bungsu diketahui mengalami kelainan mental. Tapi bersama dengan ibunya sekarang mereka ditampung di tempat keluarga. Sudah lebih tenang, walaupun peristiwa duka itu tetap tak bisa terhapus dari memori mereka. #
==============================================================================================
Pembunuhan Beruntun 18 Tahun Silam
Pernikahan Sadrianyah dengan gadis muda, Rumi (bukan nama sebenarnya), sekitar 18 tahun silam menyimpan duka yang kelam. Empat dari enam buah hati mereka ternyata meninggal tidak wajar alias dibunuh.
Tidak berlama-lama setelah pernikahan Upik – nama akrab Sadriansyah, dengan perempuan muda Rumi, anak pertama mereka lahir. Upik yang berusia 24 tahun menikah dengan Rumi yang berusia 16 tahun dan diduga sudah menderita tunagrahita.
Anak pertama itu diberi nama Santy Purwasih. Para tetangganya dan juga kerabatnya menyaksikan bertambahnya anggota keluarga yang juga membuat kebahagian mereka.
Tapi itulah mula dari malapetaka tersebut. Upik adalah tipe lelaki yang temperamen. Pekerjaannya yang serabutan sebagai buruh bangunan kadang membuatnya sangat letih. Menurut cerita Rumi, suaminya tidak tahan mendengar suara bayi menangis. Emosinya segera meledak.
Shanti yang memasuki usia 4 bulan tahun 1997 silam dibekap mulutnya dengan bantal ketika menangis meronta. Perbuatan itu membuat sang bayi gagal nafas dan meninggal dunia. Rumah pasangan muda itu di Jalan KH Mas Mansyur, Gang Dewi, RT 27, Sungai Kunjang, Samarinda, berdekatan dengan kakak lelaki Rumi. Jadi, apapun yang terjadi dalam rumah tangga tersebut segera sampai.
Begitu pula saat ada kematian bayi Shanti. Keluarga kakaknya dan juga para tetangga segera berdatangan dan membantu penguburan bayi tersebut. Tak ada satupun di antara kerabat maupun tetangga yang curiga, kalau bayi yang bersama-sama dikubur dekat kampung mereka adalah korban pembunuhan anak kandungnya.
Cerita demi cerita akhirnya terbongkar. Polisi harus bersusah payah merangkai jalannya cerita kriminal itu satu per satu. Mulai perkawinan kedua pasangan itu. Mengenai istri Sadriansyah yang pertama sebelum menikah lagi dengan Rumi.
Di Kantor Polsek Sungai Kunjang Samarinda Sadriansyah sesenggukan menceritakan peristiwa demi peristiwa yang dilakukannya. Bagaimana ia tega memperkosa anak kandung, Meri, yang berusia 14 tahun.
Sadrianysah ditangkap polisi setelah adanya pengaduan anak ketiganya yang duduk di bangku MTs. Dibantu oleh orangtua temannya yang mendapat laporan pilu tersebut, polisi membongkar semua cerita kriminal selama 18 tahun silam itu.
Setelah kematian Shanti, pasangan itu memiliki anak lagi. Kali ini seorang lelaki yang diberi nama Saparuddin. Pada usia 2 bulan, Saparudin juga mengalami nasib serupa dengan almarhum kakaknya. Ia dibunuh dengan keji oleh ayah kandungnya.
Meri yang merupakan anak ketiga lolos dari pembunuhan ayahnya, menurut cerita ibu kandungnya, karena sejak kecil menjadi perhatian seorang bidan. Karena sering sakit-sakitan, ada bidan yang selalu mengontrol secara Cuma-Cuma kesehatan Rumi. Sampai akhirnya Meri tumbuh besar. Tapi setelah besar malah jadi ‘santapan’ seks ayahnya.
Setelah pindah dari rumah semula, pasangan Upik-Rumi masih punya 3 anak lagi. Dua anak kemudian mengalami nasib naas serupa. Yakni Marhat yang juga berusia 2 bulan dibunuh secara keji. Sama seperti almarhum kakak-kakaknya, dibekap sehingga gagal nafas.
Sedangkan korban terakhir bernama Syahrul, menurut cerita Sadriansyah, anaknya itu dihabisi dengan cara dicelupkan ke dalam drum berisi air sebelum akhirnya dicekoki minyak goreng bekas hingga akhirnya meregang nyawa.
Satu anak lagi, yang bungsu. Sebut saja namanya Selamet, benar-benar selamat dari perbuatan keji ayahnya. Anak itu masih tinggal bersama ibunya sampai sekarang yang menumpang di rumah salah seorang kerabat mereka. Selamet diketahui juga menderita penyakit tunagrahita yang sama dengan ibunya.
Tersangka Sadriansyah kemudian mengisahkan bagaimana perjalanan hidupnya. Kisah masa kecil Sadriansyah yang menurutnya selalu diperlakukan kasar oleh kakak-kakaknya sepeninggal kedua orang tuanya. Tersangka yang saat itu tidak lagi memiliki orang tua hidup di antara kakak-kakaknya.
Ketika hidup bersama dengan kakak-kakaknya itu tersangka mengaku kerap mendapat perlakuan kasar, kadang diancam akan dibunuh jika rewel dan tidak menurut.
“Saya ini anak yatim piatu dan selalu diancam akan dibunuh kakak-kakak saya jika saya rewel, akibat pengalaman itulah begitu melihat bayi rewel saya langsung panik dan membekapnya. Tujuannya bukan untuk membunuh tapi untuk menghilangkan tangisan bayi itu,” aku Sadriansyah sembari terisak.
Sadriansyah mengakui saat-saat bayi perempuannya dibunuh, lantaran bayi berumur dua bulan tersebut selalu nangis dan rewel. Saat itulah bayi malang itu langsung dibekap hingga akhirnya menemui ajal. Demikian pula kejadian kedua dan ketiga selalu di bekapnya hingga kehabisan nafas.
Tersangka juga mengaku semua perbuatannya itu dilakukan di depan isterinya. Namun sang isteri tidak berani berbuat banyak lantaran sering diancam akan dibunuh jika mengadukan perbuatannya.
“Semua saya lakukan di depan isteri saya dan dia tidak berani melapor karena saya ancam akan saya bunuh jika melapor,” tambahnya.
Kapolsekta Sungai Kunjang Kompol Siswantoro menilai perbuatan ini tergolong sadis dan kejam. Meski begitu, pihaknya tetap melakukan upaya praduga tak bersalah. Tersangka yang kini dititipkan di Sel Tahanan Polresta tetap diberikan hak sebagai tersangka. Bahkan pihaknya juga berencana untuk membawa tersangka ke psikiater guna mengetahui kondisi kejiawaan tersangka.
“Bagaimanapun kita harus mengikuti prosedur, tersangka kita periksa dan kita berikan haknya, bahkan kami pun berencana untuk membawa tersangka ke psikiater guna mengetahui kondisi kejiwaannya,” terang Kompol Siswantoro.
Saat ini, tersangka dikenakan pasal berlapis tentang perlindungan anak dan pasal pembunuhan serta pemerkosanaan dengan ancaman maksimal hukuman seumur hidup. #Ahz
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Meri Dicemburui Ayah Kandungnya
Berkat pengakuan Meri (bukan nama sebenarnya, red) yang diperkosa oleh ayah kandungnya, kasus besar selama 18 tahun silam terbongkar. Ayahnya itu, tak hanya menodai anak kandungnya, tapi membunuh 4 saudara Meri.
Anak perempuan itu tumbuh sampai sekarang usia 15 tahun. Ia lebih beruntung, masih bisa hidup berada dalam keluarga yang lebih tepat disebut seorang psikopat. Sadriansyah alias Upik, adalah ayah kandungnya yang sekarang meringkuk di kantor polisi. Ia harus mempertanggunjawabkan perbuatan kejinya; membunuh 4 anak dan memperkosa seorang anak yang semuanya adalah darah dagingnya sendiri.
Ibunya Meri, sebut saja bunda Rumi, menceritakan bagaimana Meri sebagai anak ketiga lolos tidak mati di tangan ayahnya itu. Waktu kecil, cerita bunda Rumi, ada seorang bidan yang selalu memperhatikan kesehatan Meri. Karena sering sakit-sakitan, bidan itu merasa iba dan selalu datang ke rumah mereka untuk melihat Meri.
Walau lolos dari kematian, tidak seperti adik dan kakak Meri yang dibunuh ayahnya, tidak berarti Meri terlepas dari ancaman kekerasan. Buktinya. Saat usinya masuk 14 tahun dan duduk sekolah sebuah MTs, tubuhnya yang subur rupanya mengundang syahwat ayah bejat Sadriansyah.
Suatu hari, ketika Meri terlambat pulang ke rumah. Sadrianyah alias Upik terus menerus menelponnya ke telepon gemgamnya. Sampai menjelang tengah malam, ketika Meri pulang ke rumah ayahnya marah-marah menanyakan ke mana saja sampai jam larut tidak pulang.
Pertengkaran hebat terjadi. Sadriansyah ketika itu mengambil telepon genggam Meri dan membaca satu per satu SMS yang tersimpan dalam handphone tersebut.
Tidak lama kemarahan Sadriansyah memuncak. Berdasar pengakuan Sadriansyah, ia membaca sebuah SMS yang diduga dikirim oleh teman pria anaknya. Walau tidak ingat kata-kata aslinya, ayahnya terbakar karena ada kata ‘main’ dalam SMS itu.
Sadriansyah tidak terima dengan kata-kata dalam SMS itu. Seketika temperamennya memuncak. Walau berkali-kali dibantah oleh Meri bahwa tentang hubungannya dengan teman pria tersebut, tapi ayahnya seolah kian terbakar cemburu.
Malam itu juga, dalam perlawanan yang keras dari anak perempuannya, Sadriansyah berusaha melampiaskan syahwatnya kepada anak gadisnya itu. Tubuh Sadriansyah yang kekar, dengan mudah menaklukkan tubuh kecil Meri ketika digagahinya.
Seperti kerasukan ia menggarap tubuh anaknya itu. Meri yang tidak berdaya hanya pasrah menahan kesakitan dari hubung sedarah itu.
Ketika kejadian perkosaan itu berlangsung, ibunya Meri, Bunda Rumi cuma bisa menangis. Ia ingin menghentikan perbuatan bejad suaminya itu, tapi tiba-tiba Sadriansyah mengambil sebuah pisau dan meletakkan di depan Bunda Rumi. Sadriansyah mengancam akan membunuhnya jika bertindak macam-macam
Malapetaka malam itu akhirnya menjadi kebiasaan Sadriansyah menggarap anaknya. Suatu waktu, ketika anaknya belum pulang. Sadriansyah mengirim SMS dengan kata-kata; “cepat pulang saying, bapak sudah tidak tahan”.
Setahun berlalu kekejaman dalam rumah tangga itu berlangsung. Meri sudah tidak tahan tinggal di rumah itu bersama ayahnya, membuat sering meninggalkan rumah. Menginap di rumah temannya sekolah. Meri ingin menjauh dari ayahnya, tapi dia tidak mampu.
Bunda Rumi menceritakan bagaimana tentang hasrat seksual suaminya itu. Menurut cerita Bunda Rumi, suaminya kemungkinan punya kelainan seks. Sebab Sadriansyah bisa melampiaskan sampai 4 kali dalam jam. Setelah di rumah itu Sadriansyah ‘terbiasa’ menggarap anak kandungnya, cerita Bunda Rumi, suaminya menggilir mereka berdua.
Tadinya, Meri berusaha menyembunyikan kelakuan bejad ayahnya terhadap dirinya. Sebab, terbongkarnya aib itu akan berdampak pula pada masa depannya.
Lantaran itu Meri hanya bisa berusaha menghindar dari ayahnya. Sampai suatu hari di bulan April 2015 lalu, Meri benar-benar tidak mau pulang dan menginap di rumah teman perempuannya.
Sudah beberapa hari Meri tidak pulang membuat ayahnya berusaha mencari. Bahkan semua teman sekolah yang dikenal didatanginya.
Meri pada dua hari sebelum kabur meninggalkan rumahnya baru saja bertengkar hebat dengan sang ayah. Ketika ia pulang diantar oleh teman pria muda, Sadriansyah yang melihat keakraban itu langsung marah-marah.
Ujung pertengkaran itu, Sang ayah melampiaskan dengan membakar buku-buku dan seragam sekolah Meri. Saat ayahnya mengamuk itulah Meri memutuskan kabur dari rumah. Ia melompat dari jendela dan kemudian hanya mengenakan celana jins dan kaus ia berlari menghampiri rekan prianya yang sudah menunggu di depan gang.
Tapi Meri hanya minta diantar ke rumah sahabatnya. Seorang perempuan yang sebenarnya tak jauh rumahnya dari rumah Meri. Sahabatnya itulah yang kemudian berhasil mengorek apa yang terjadi pada diri Meri.
Satu persatu pengakuan Meri dibuka kepada sahabatnya itu. Mendengar cerita pilu itu, dua sahabat ini menangis sampai akhirnya orangtua sahabatnya itu curiga dan ingin tahu apa yang terjadi.
Sebuah SMS berisi ajakan ayahnya agar “cepat pulang karena bapak tidak tahan” akhirnya dibawa ke kantor polisi dan menjadi alat bukti awal untuk menangkap Sadriansyah.
Polisi dengan mudah meringkus Sadriansyah. Lelaki bejad itu pun digelandang ke kantor polisi. Kepada polisi ia tidak mengelak semua tuduhan itu. Ia mengakui bahkan rela walau dihukum mati. #le
======================================================================================================
Korban Didampingi KPAI
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan itu mendapat perhatian serius Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda. Pendampingan ini tidak hanya kepada anak korban kekerasan seksual, tapi kepada ibu kandung korban.
Aji Suwignyo, Ketua Harian KPAI Samarinda sudah datang memenuhi panggilan kepolisian guna melengkapi berkas pemeriksaan.
“Jadi kedatangan kami ke Polsekta Sungai Kunjang ini untuk memenuhi panggilan polisi dan kami sendiri hanya mendampingi para korban untuk memberikan kekuatan mental terkait peristiwa yang dialaminya,” jelas Aji Suwignyo.
Selain pendampingan, KPAI juga kini tengah melakukan proses rehabilitasi untuk memulihkan kondisi korban yang mengalami trauma akibat peristiwa yang dialaminya. Terlebih ulah bejat ayah kandungnya itu berlangsung selama hampir satu tahun sejak pertengahan juni 2014 hingga april 2015.
“Selain pendampingan kita juga berusaha mengembalikan kondisi psikis korban dengan melakukan rehabilitasi di tempat yang aman,” tambahnya. Ia menilai kasus yang dihadapi korban ini merupakan kasus yang luar biasa dan sangat diluar nalar akal sehat. #Ahz
====////////////////====================================================/////////////////
Makam Bayi Si Bungsu Dibongkar
Tidak hanya berbekal pengakuan, polisi juga berusaha mencari bukti kebenaran adanya mayat bayi yang dikubur oleh Sadriansyah alias Upik (42).
Polisi akhirnya hanya membongkar satu dari empat makam korban pembataian bapak kandung. Makam tersebut yakni makam milik Syahrul Gunawan yang tewas di bunuh bapaknya sendiri dalam usia empat bulan. Pertiwa tersebut terjadi di tahun 2008 silam.
“Untuk ketiga makam lain masih dalam proses lidik kami, jika diperlukan untuk dilakukan penggalian maka kami akan lakukan penggalian. Tetapi untuk keperluan bukti cukup satu ini saja dulu,” terang Kapolsekta Sungai Kunjang Kompol Siswantoro.
Proses penggalian itu sendiri mulai berlangsung pukul 10.15 dan selesai pukul 10.55 wita. Tidak ada penjelasan rinci mengenai kondisi korban yang sudah dimakamkan tujuh tahun silam. Bahkan tim Forensik dari Rumah Sakit Umum AWS Samarinda menyebut proses otopsi akan selesai dikerjalan selama satu pekan.
“Kami membutuhkan waktu satu minggu untuk mengerjakan proses otopsi ini sedangkan untuk hasilnya biar pihak penyidik yang menjelaskannya,” terang Dokter Daniel ketua Tim Forrensik yang bertugas menggali makam.
Untuk proses penggalian makam itu, tersangka Sadriansyah dihadirkan dengan didampingi kuasa hukumnya. Tersangka dihadirkan dengan wajah ditutup topeng dan dalam pengawalan ketat aparat kepolisian. Hal itu dilakukan karena dikuatirkan tersangka dijadikan sasaran amuk massa yang memenuhi lokasi penggalian.
“Dihadirkannya tersangka dalam proses penggalian makam ini merupakan bagian dari proses hukum yang dijalani tersangka, Hal inipun untuk membuktikan keterangan tersangka seperti sudah dituangkan dalam berkas acara pidana. Kami selaku kuasa hukumnya akan terus mendampinginya hingga proses hukum ini berakhir,” kata M Ghazalli Heldum Kuasa hukum tersangka.
Ghazali sendiri tidak menampik, penggalian ini akan sulit terutama untuk mengungkap penyebab kematian dari korban. Meski begitu demi kelancaran proses hukum yang dijalani tersangka maka penggalian ini pun harus dilakukan.
“Jika yang dipilih adalah makam Syahrul hal itu karena korban ini merupakan korban terakhir yang dibantai dan ada kemungkinan masih bisa terdekteksi penyebab meski kecil kemungkinannya, sementara tiga korban lain kami yakini tidak akan di kenali sama sekali,” tambahnya.
Saat prosesi penggalian makam Syahrul Gunawan, korban keempat yang tahyun 2008 silam berusia 4 bulan, cukup menyedot perhatian warga.
Ratusan warga sejak pagi sudah memadati areal pemakaman di kawasan jalan Padat Karya Kelurahan Loa Bakung Sungai Kunjang Samarinda.
Ratusan warga yang didominasi kalangan ibu-ibu rumah tangga ini mengaku sengaja datang ke areal tersebut untuk melihat dari dekat tersangka yang tega membunuh darah dagingnya sendiri hingga empat orang.
“Saya datang kesini karena penasaran dan ingin melihat dari dekat wajah tersangka yang tega membunuh darah dagingnya sendiri hingga empat orang,” kata winda salah satu ibu-ibu yang memadati areal pemakaman.
Diantara kerumunan warga tersebut, salah seorang diantaranya terlihat cukup emosional. Bahkan warga yang belakangan diketahui bernama Haji Nanang ini meminta agar tersangka dihukum mati karena tindakan sadis yang dilakukannya terhadap empat anak kandungnya.
“Tersangka harus dihukum mati, dia gak layak hidup jika tindakan yang dilakukannya hanya untuk membunuh anak kandungnya sendiri,” teriak haji nanang yang mengaku masih kerabat tersangka.
Selama berlangsungnya penggalian makam, sebanyak 50 personil kepolisian dari Polsekta Sungai Kunjang dan Dalmas Polresta Samarinda dikerahkan untuk mengamankan proses penggalian makam Syahrul Gunawan. Seluruh personil ini disiagakan mulai pukul 08.00 wita.
Puluhan personil ini disiagakan untuk antisipasi membludaknya massa yang datang dilokasi pemakaman yang akan digali petugas.
“Untuk mengamankan proses penggalian makam salah satu korban pembataian bapak kandung ini kita siapkan 50 personel dari Polsekta Sungai Kunjang dan Dalmas Polresta Samarinda,” Kata Kompol Siswantoro Kapolsekta Sungai Kunjang.
Dipilihnya makam Syahrul ini sebagai bahan pertimbangan untuk penggalian makam lainnya. Jika kondisinya masih lengkap dan bisa dikenali maka ke empat jasad korban seluruhnya akan dibongkar.
“Kita pusatkan dulu untuk menggali makam syahrul yang juga korban terakhir, jika memungkikan maka nantinya ke empat makam akan kita gali seluruhnya,” tambah Siswantoro.
Sedangkan untuk tim medis polisi mempercayakan proses otospsinya dilakukan dokter forensik dari sumah sakit umum abdul wahab syahranie samarinda. #AHZ
=====================================================================================================
Tes Kesehatan, Sadriansyah Sehat
Sadriansyah alias upik tersangka utama pembunuh empat bayinya menjalani tes kesehatan guna memastikan kondisi kesehatannya. Langkah ini ditempuh polisi sebelum tersangka dibawa ke psikiater untuk memeriksa kondisi kejiwaannya.
“Pemeriksaan awal ini dilakukan untuk memastikan kondisi kesehatannya sebelum dilakukan pemeriksaan kejiwaan melalui psikiater,” terang Kompol Siswantoro Ka;olsekta Sungai Kunjang.
Dari pemeriksaan yang dilakukan hampir setengah jam itu. Tim dokter dari Polresta Samarinda memastikan tersangka tidak mengalami penyakit apapun. Sedangkan untuk kondisi kejiwaannya akan diketahui setelah tersangka menjalani tes kejiwaan yang rencananya akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Atma Husada Samarinda ilir.
“Dari pemeriksaan yang kami lakukan tidak ditemukan ada hal yang ganjil, sedangkan untuk kejiwaannya akan diketahui setelah tersangka menjalani tes kejiwaan yang rencananya akan di lakukan di RSJ Atma Husada,” jelas Dokter Fahmi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sadriansyah, lelaki berusia 42 tahun ini sejak sepekan terakhir namanya sangat populer berkat tindakan sadis yang dilakukan terhadap ke empat anak kandungnya yang masih berusia dua dan empat bulan.
Ke empat bayinya itu meregang nyawa di tangan Sadriansyah yang juga ayah kandung korban dengan cara di bekap dan di benamkan ke dalam drum air. Peristiwa yang terjadi sejak tahun 1998 hingga 2008 itu baru terungkap setelah anak ke tiga korban melapor ke polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Bahkan kepada Polisi korban mengaku tindak pemerkosaaan itu dilakukan tersangka sejak pertengahan juni 2014 hingga april 2015. #Ahz
Comments are closed.