![Hj Etnawati](http://beritakaltim.com/wp-content/uploads/2015/06/samarinda-etnawati-300x220.jpg)
SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Hingga saat ini belum ada penjelasan dari Direktorat Jenderal Perkebunan soal adanya pungutan baru atas CPO yang diekspor yang disebut dengan CSF (CPO Support Fund) yang mulai dipungut pemerintah Juli 2015.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Hj Etnawati ketika dihubungi beritakaltim.com, Sabtu (27/6/6/2015), sehubungan adanya pungutan berkisar 40-50 USD atas setiap ton CPO yang diekspor dari Indonesia.
Pungutan untuk CSF itu didasarkan pada UU No 39 Tahun 2004 tentang Perkebunan, PP No 24 Tahun 2014 dan PP N0 61 Tahun 2015 tentang CSF.
Menurut Etnawati, soal adanya pungutan baru atas komoditi sawit, CPO tersebut baru sekedar dibacanya dari media cetak dan online, sehingga secara teknis belum bisa memperkirakan dampaknya karena belum ada surat resmi dari Ditjend Perkebunan.
“Apakah CSF ini berdampak terhadap harga tandan buah segar sawit, belum bisa diprediksi sebab banyak hal yang belum jelas dari pungutan tersebut. Tapi kalau pemerintah tak mesosialisasikan dengan baik, nanti akan ada yang mengambil “untung” dari kebijakan itu, yakni pedagang pengumpul,” kata Etnawati.
Dari pemberitaan di media, kata Etnawati, CSF itu tidak akan mempengerahi harga TBS sawit sebab, CSF sebesar 40-50 USD/ton CPO itu diambil dari pungutan bea keluar CPO yang nilainya 150 USD/ton. “Intinya, dulu dana bea keluar tak ada yang dipisahkan untuk CSF, tapi mulai tahun ini disisihkan 40-50 USD untuk CSF. Jadi sebetulnya tak ada pungutan baru,” ungkapnya.
Bea keluar CPO sebesar 150 USD/ton itu tidak dipungut setiap saat, tapi baru dipungut saat harga CPO di pasar dunia diatas 750 USD/ton. Saat ini harga CPO ekspsor hanya berkisar antara 550-600 USD/ton.
Kemudian, sesuai namanya, CSF akan dijadikan sumber dana bagi pengembangan perkebunan sawit, termasuk 43% dari total luas kebun sawit yang kepemilikannya ada pada rakyat. Dana dari CSF itu nantinya tidak dimasukkan dalam APBN, atapi dikelola BLU (Badan Layanan Umum).
Kata Etnawati, sesuai peraturan pemerintah yang melandasi CSF itu, CSF akan mendanai kegiatan penelitian biodiesel, peremajaan sawit rakyat, riset atau penelitian lain, diversifikasi energi, dan lain-lain.
Kemudian dikatakan pula, apabila CSF ini bisa berjalanan baik dan BLU yang mengelolalanya profesional, maka banyak kegiatan yang bisa didanai CSF bagi kemajuan perkebunana di Indonesia, termasuk yang paling krusial, bagaimana petani mendapatkan modal bagi meremajakan sawitnya yang tak produktif, serta industri sawit rakyat.
Pemerintah secara resmi telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Badan ini akan mengumpulkan dan penyalurkan dana yang ditarik dari para pelaku usaha atau eksportir dalam program Pengembangan Kelapa Sawit atau crude palm oil (CPO) supporting fund (CSF).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, tarif pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya yang diusulkan oleh Menteri Perindustrian berkisar antara US$ 10 per ton hingga US$ 50 per ton. #into
Comments are closed.