TANJUNG SELOR, BERITAKALTIM.com– Seorang mantan Plt Sekda Kabupaten Tana Tidung (KTT) berinisial MA terjerat dua kasus pemerasan terhadap perusahaan yang beroperasi di daerahnya.
Sebelumnya MA diperiksa penyidik atas kasus pemerasan terhadap 2 perusahaan asing Malaysia dan ditetapkan sebagai tersangka.Dalam kasus ini MA dan komplotannya memeras perusahaan kelapa sawit itu dengan total Rp36 miliar sejak tahun 2009. Modus yang digunakan MA adalah bahwa tanah yang dikuasai perusahaan adalah tanah adat.
Sedangkan di kali kedua ini ia dituduh kasus pemerasan juga, namun dilakukannya kepada perusahaan lokal di KTT saat pelelangan proyek pengadaan listrik senilai Rp13 miliar bersama Pemkab KTT. Modus komplotan MA juga mirip-mirip, namun kali ini dengan mengatasnamakan putra daerah harus mendapat bagian dari pemenangan tender tersebut.
AKBP Eka Wahyudianyanta, Kapolres Bulungan menjelaskan, kasus ini ada kaitannya dengan pemerasan yang terjadi di 2 perusahaan asing milik Malaysia di KTT karena tersangkanya sama. Kasus pemerasan kedua ini sudah dilaporkan sejak tanggal 26 Juni di Polsek KTT.
“Setelah kami tindak lanjuti, ada kaitan. Ternyata MA juga ikut terlibat dalam dua pemerasan di KTT,” jelasnya
Dijelaskannya, pada saat ada tender pengadaan listrik, MA bersama rekan-rekannya sudah menunggu dari pagi hingga siang untuk melakukan pemerasan tersebut. Polres sendiri sebelumnya tidak bisa masuk untuk menangkap karena terlalu banyak massa saat pelelangan tersebut.
“Karena anggota saya juga sedikit, jadi tidak bisa masuk untuk menangkap,” jelasnya.
Kemudian dijelaskan Kapolres Bulungan, setelah Polsek KTT melaporkan kasus tersebut akhirnya Polres melakukan penyelidikan dan akhirnya menangkap MA bersama 3 orang rekannya, yaitu A, J, S yang merupakan pegawai swasta. Semuanya ditangkap pada (6/7/2015) sekitar jam 12.00 WITA.
“Mereka ditangkap di salah satu rumah makan di Tanjung Selor,” jelasnya.
Dijelaskan Kapolres Bulungan, MA bersama ketiga rekannya datang ke Bulungan untuk meminta uang kepada salah satu perusahaan kontraktor di Tanjung Selor sebesar Rp500 juta. Permintaan ‘paksa’ itu dengan modus putra daerah harus mendapatkan bagian.
Kemudian pihak kontraktor hanya memberikan Rp20 Juta kepada mereka berempat. Sampai akhirnya polisi mengetahui tindakan tak terpuji itu.
Saat ini MA sudah menjalani proses hukum yang berlaku dan karena melakukan 2 kali pemerasan, MA dikenakan pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP dengan ancaman pidana 9 tahun.
Selain itu Polisi juga menyita beberapa barang bukti yaitu telpon seluler, sebuah cek senilai Rp20juta, dan surat pernyataan memberi imbalan sebesar Rp500 juta. Polres juga masih meminta keterangan dari Anto yang merupakan korban pemerasan. #is
Comments are closed.