SINGAPURA- Kabar kurang nyaman muncul dari Singapura. PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang beroperasi di Kabupaten Berau Kalimantan Timur diberitakan media mengalami gagal bayar utang US$ 450 juta atau sejumlah Rp 5,85 triliun yang jatuh tempo tahun ini. Surat utang itu diterbitkan oleh anak usaha perseroan di Singapura, Berau Capital Resources Pte. Ltd (BCR).
Anak usahanya itu tak bisa membayar utang setelah melewati batas waktu pembayaran 8 Juli lalu. Atas hal ini, Pengadilan Tinggi Singapura mengeluarkan moratorium kepada Berau hingga 4 Januari 2016 untuk bernegosasi dengan pemegang surat utangnya.
Pada 1 Juli 2015 lalu, Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) yang dimotori oleh Grup Sinarmas menawar untuk membeli seluruh kepemilikan saham Berau di Asia Resource Minerals (ARM). Jumlah saham ARM yang dimiliki Berau adalah 84,7%.
Tawaran penambahan modal ini sudah disetujui oleh 68,2% pemegang saham ARM. Caranya bisa mengambil tawaran Sinarmas atau dari NR Holdings milik Nathaniel Rothschild.
Berau akan membayar sebagian utangnya melalui dana US$ 100 juta (Rp 1,3 triliun) yang didapat dari ACE ditambah kas internal US$ 18,74 juta.
Utang jatuh tempo US$ 450 juta yang jatuh tempo 8 Juli dan US$ 500 juta di 13 Maret 2017 akan direstrukturisasi jadi surat utang baru yang jatuh tempo 31 Juli 2019 dan 31 Desember 2020. Bunga surat utang hasil restrukturisasi itu akan lebih rendah dari sebelumnya.
“Meski ada moratorium, para pemegang utang pasti masih akan menagih sampai adanya detil dari restrukturisasi utang,” kata Brian Grieser, Vice President dan Analis Senior Moody’s dalam siaran pers, Jumat (10/7/2015).
Menurutnya, jika restrukturisasi utang berjalan lancar maka akan memberi sentimen positif terhadap kelangsungan bisnis Berau, apalagi dengan bunga yang lebih kecil. #detikfinance
Comments are closed.