TOLIKARA, BERITAKALTIM.com- Sehari pasca kerusuhan di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua, tokoh-tokoh agama Islam dan Kristen berkumpul mendeklarasikan perdamaian. Mereka memohon maaf atas insiden pembakaran 54 kios dan sebuah mushola.
Dalam kerusuhan tepat saat umat Islam melaksanakan sholat Idul Fitri, Jumat (17/7/2015), satu pelaku kerusuhan tewas dan 11 lain diamankan pihak kepolisian. Namun polisi masih mengembangkan penyelidikan, sehingga akar masalah bisa diketahui.
Pertemuan tokoh-tokoh agama berlangsung di Kantor Kanwil Kementerian Agama di Entrop, Jayapura, Sabtu (18/7/2015).
“Atas nama tokoh agama di Papua, kami bersama seluruh umat beragama di Papua menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya pembakaran mushala dan penyerangan umat Muslim saat melaksanakan shalat Idul Fitri di Lapangan Koramil Tolikara kemarin. Akibat kejadian ini pula, seorang warga akhirnya meninggal dunia,” ungkap Pendeta Herman Saud mewakili Persekutuan Gereja-gereja Papua.
Kepada seluruh masyarakat di Indonesia dan khususnya di Tanah Papua, dia mengimbau agar tetap tenang dan menjalankan aktivitas seperti biasa, serta tidak terprovokasi oleh isu-isu yang menyesatkan tentang kejadian di Karubaga, Tolikara, kemarin.
Mereka juga menyesalkan beredarnya surat dari Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Wilayah Toli, yang diduga sebagai pemicu kejadian kemarin. Mereka mengingatkan bahwa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak ada salah satu golongan agama yang dapat mengklaim wilayahnya dan melarang umat beragama lain untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
Secara khusus untuk aparat keamanan di Kabupaten Tolikara, mereka meminta agar segera meredakan suasana dengan tindakan yang tegas, tetapi tetap tanpa kekerasan. “Yang utama agar situasi di Karubaga kembali pulih dan aparat bisa mengidentifikasi penyebab masalah agar kerusuhan serupa tidak terulang,” tegas Herman.
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menyesalkan terjadinya insiden penyerangan terhadap warga yang tengah menunaikan salat Id di Karabuga, Tolikara, Papua pada Jumat kemarin. Bersama Dirjen Binmas Kristen Kementerian Agama serta Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), PGI menggelar konferensi pers.
Kepada wartawan Juru Bicara PGI Jeirry Sumampow meminta semua pihak untuk tenang dan tidak mudah terprovokasi, khususnya oleh pihak yang ingin membenturkan insiden Tolikara dengan konflik antar agama.
“(PGI) Menginstruksikan agar bersikap tenang, tidak mudah terprovokasi akan isu yang membenturkan konflik Tolikara,” kata Jeirry di kantor pusat PGI di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7/2015).
PGI meminta kasus tersebut diusut tuntas hingga ke akar masalah sehingga tak dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membenturkan antar kelompok di Papua. Orang-orang yang terlibat dalam aksi penyerangan itu juga harus ditindak tegas. “Harus dicari akar permasalahannya hingga ditindak secara tegas,” kata Jeirry.
Dia pun menyesalkan insiden penyerangan tersebut, karena semestinya aparat di Papua bisa mencegahnya dengan pendekatan hati ke hati.
“Sangat Menyesalkan akan peristiwa tersebut karena seharusnya dapat dicegah dengan cara heart to heart, dan jangan dianggap seakan-akan ini merupakan sentimen konflik antar agama,” kata Jeirry.
Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili di Indonesia (PGLII) menyebut ada beberapa versi tentang kronologi terjadinya insiden di Karabuga. Ketua PGLII Pendeta Ronny Mandang meminta semua pihak untuk bersabar dan menunggu hasil investigasi tim independen.
“Banyak versi kronologis kejadian yang terjadi di Tolikara. Untuk itu kita akan meminta tim independen dari pemerintah khususnya Komnas Ham untuk menginvestigasi apa yang sebenarnya terjadi,” kata Pendeta Ronny Mandang dalam konferensi pers di kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia di jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7/2015).
Menurut dia banyaknya versi kronologis yang beredar dimasyarakat tentang insiden tersebut bisa memunculkan opini liar dan akan memperkeruh keadaan.
“Ada banyak versi kronologisnya, yang kita sudah terima. Ada sekelompok orang mendatangi halaman koramil tempat dilaksanakannya shalat ied, saat berdialog tiba-tiba terdengar suara tembakan dan 12 orang roboh, 1 di antaranya meninggal. Hal ini lah yang mengacaukan teman-teman GIDI hingga terjadi kericuhan,” kata Pendeta Ronny.
Ronny menambahkan, PGI beserta Binmas Kristen Kementerian agama dan PGLII tidak ingin berspekulasi lebih jauh mengenai penyebab terjadi insiden tersebut.
“Kami sepakat tidak akan membahas lebih jauh mengenai kronologis kejadiannya sampai pemerintah mengirimkan Tim Independen yang dapat menginvestigasi kebenarannya,” kata dia.
Sementaa Staf Khusus Presiden, Lenis Kagoya, menyayangkan aksi penyerangan sekelompok orang itu. Dia menyebut tak pernah ada konflik antar agama di bumi Cenderawasih.
“Sejak Indonesia merdeka sampai detik ini, Papua tidak pernah konflik antar agama. Tidak pernah terjadi gejolak agama,” ujar Lenis di Kantor Staf Khusus Presiden RI-Gedung Sekretariat Negara, Jl Veteran III No 9-10, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7/2015).
Menurut Lenis, umat muslim di Papua senantiasa hidup berdampingan dengan penganut agama lain. Karena tak pernah ada konflik antar penganut agama, forum komunikasi antar agama pun belum dibentuk.
“Sementara ini belum terjadi konflik jadi tidak ada forum. Ada ikatan forum beragama, tapi tidak pernah kelihatan karena selama ini agama di Papua aman,” kata dia.
Menurut Lenis yang sering terjadi justru keributan antar suku di Papua. Akan tetapi, itu pun bisa diselesaikan secara kekeluargaan melalui proses mediasi antar lembaga adat.
Lenis meminta kepolisian setempat menindaklanjuti proses penyelidikan secara hukum.
“Saya akan lobi pemda (untuk menanyakan) persoalannya, tapi ini sudah pelanggaran hukum. Kalau ada salah, hukumlah yang berbicara. Bisa diproses siapapun yang melakukan tindakan kekerasan baik masyarakat maupun aparat,” tegas dia.
“Siapa yang melakukan kegiatan tanpa izin pemerintah, kembali ke hukum. Pelaku-pelaku tersebut itu sudah menghiangkan nyawa orang maka itu sudah kena pasal. Aparat harus menyelidiki tindakan itu,” sambungnya. #sl
============================================================
Mushola Ikut Terbakar, Bukan Sengaja Dibakar
JAYAPURA- Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan dan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende meninjau lokasi kebakaran kios dan mushala di Distrik Karubaga Kabupaten Tolikara usai rapat mediasi di kediaman bupati, Sabtu (18/7/2015).
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Letkol Inf Teguh PR mengatakan rombongan meninjau lokasi kejadian dan mencatat 38 rumah dan 63 kios terbakar serta 153 jiwa mengungsi. Salah satu informasi penting yang disampaikan adalah mushola di sana ikut terbakar, bukan sengaja dibakar massa.
“Dari hasil peninjauan sementara diketahui bahwa awalnya rumah Pak Sarno dan kios Silvi yang terbakar, kemudian api merambat ke kios BBM dan akhirnya membakar seluruh kios atau rumah, termasuk musala di dalamnya,” katanya di Jayapura, Sabtu (18/7/2015).
Kobaran api cepat menjalar karena ada kios BBM yang ikut terbakar. “Hasil peninjauan pangdam dan kapolda ini sekaligus meluruskan informasi bahwa musala sengaja dibakar massa adalah tidak benar,” tegasnya.
Dikatakan, yang menjadi korban bukan hanya warga Muslim saja, tetapi umat Nasrani maupun masyarakat asli Papua juga menjadi korban. Beberapa warga Papua yang menjadi korban adalah Bindo Jikwa, Dorkas Jikwa, Nasiora Jikwa, Natina Jikwa dan Timobe Kogoya.
“Masalah ini secepatnya ditangani, karena pangdam dan kapolda telah komitmen untuk bantu penyelesaian dan bangun kembali mushala dan kios/rumah yang ludes terbakar,” katanya.
Sebelumnya, rombongan Pangdam Cenderawasih dan Kapolda Papua disambut Bupati Usman Wanimbo dan Muspida Tolikara saat tiba di lapangan terbang Karubaga. Selanjutnya, pangdam dan kapolda bersama bupati Tolikara menggelar rapat mediasi untuk mencari solusi terbaik penyelesaian masalah.
Beberapa saat sebelum pangdam dan kapolda tiba, Bupati Tolikara bersama Muspida sudah membuat kesepakatan, yakni pertama, bertanggung jawab atas kerugian dan akan membangun kembali rumah dan kios.
Kedua, bupati akan menfasilitasi pertemuan antar komponen yang ada, sekaligus mencari solusi pemecahan masalah.
Ketiga, bupati meminta maaf kepada masyarakat yang menjadi korban, baik yang Muslim maupun korban masyarakat asli Papua.
Keempat atau poin terakhir, TNI dan Polri akan menjaga keamanan dan membantu membangun fasilitas sementara.
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan, di Kediaman Akbar Tandjung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (17/07/2015) malam, juga menjelaskan tentang terbakarnya mushola yang tidak sengaja.
“Mereka itu membakar kios-kios pendatang, yang kebetulan ada musala di dekat situ (kios). Musala hanya imbas. Saya ulangi tidak membakar Musala. Target utamanya bukan Musala, tapi kios-kios itu,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan, di Kediaman Akbar Tandjung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (17/07/2015) malam.
Luhut mengakui bahwa di daerah Tolikara, Papua, tempat di mana Mushala dibakar memang ada kelompok Gereja yang namanya Indri Indonesia. Kelompok ini, katanya, eksklusif dan kebetulan kelompok gereja ini sedang menggelarkan kongres sampai hari ini.
“Acara mereka itu kongresnya dibuka oleh Gubernur. Yang mau Salat Idul Fitri di situ sudah diberitahu soal speaker, memang dekat dari gereja. Tiba-tiba ada orang gereja itu lempar batu atau apalah, kemudian dibalas sama orang ini,” cerita Luhut.
Makanya demi pengamanan, lanjut Luhut, dilempar tembakan peringatan. Menurutnya, ada beberapa orang cedera namun sudah dievakuasi ke Jayapura.
“Bupati Polda kodam sudah menangani (kasus ini) dengan kekeluargaan. Besok Sabtu (18/07/2015) ada upacara adat untuk menyelesaikan masalah itu untuk minta maaf-lah,” kata Luhut.
“Sudah mediasi, sudah terkendali, jangan sampai ada yang diprovokasi oleh orang lain,” pungkas Luhut. #le
Comments are closed.