BeritaKaltim.Co

RDP DPRD Kaltim dengan Komisi III DPRD Papua dan Dispenda Kaltim

SAMBUT HANGAT: Rombongan Komisi II DPRD berpose bersama tamunya dari DPRD Papua yang melakukan studi banding soal penarikan pajak kendaraan perusahaan tambang
SAMBUT HANGAT: Rombongan Komisi II DPRD berpose bersama tamunya dari DPRD Papua yang melakukan studi banding soal penarikan pajak kendaraan perusahaan tambang

SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Anggota Komisi II DPRD Kaltim bersama Anggota Komisi III DPRD Papua beserta Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kaltim dengan agenda pendapatan pajak daerah, khususnya pajak kendaraan bermotor dan kendaraan perusahaan tambang, berlangsung di Gedung E, Sekretariat DPRD Kaltim, kemarin (17/9/2015).

Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edy Kurniawan, didampingi Wakil Ketua Ali Hamdi dan anggota Komisi Rusman Ya’qub dan Muspandi.

RDP dibuka dengan pemaparan Ketua Komisi III DPRD Papua Carolus Bolly yang mengatakan susahnya Provinsi Papua menarik pajak beban kendaraan, terutama kendaraan perusahaan tambang (alat berat). Ini menyebabkan minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tersebut.

“Perolehan PAD dari pajak kendaraan ini sangat minim, mengingat kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap perusahaan. Sehingga, banyak perusahaan yang tak menyetor pajak penggunaan alat berat di papua,” kata Carolus Bolly.

Menanggapi hal tersebut, Edy Kurniawan mengatakan hal yang sama juga berlaku di Kaltim. Bagaimana susahnya berurusan dengan perusahaan yang bandel dalam menyetor pajak kepada daerah. Padahal jelas perusahaan ini sudah menjalankan usahanya selama bertahun-tahun. Namun, pemerintah Kaltim melalui Dispenda dan dinas terkait memiliki suatu trik yang membuat perusahaan ini harus menyetor pajak.

Pungutan pajak alat berat sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 1 Tahun 2011 yang menyatakan, sebelum memulai pengembangan usahanya, perusahaan diberitahukan dahulu besaran pajak yang akan dikenakan.

Payung hukum inilah yang membuat pemerintah memiliki kekuatan tetap untuk menagih besaran pajak oleh perusahaan.

“Semua yang berasal dari Kaltim harus kembali ke Kaltim. Maka dari itu, sinergi antar pemerintah sangat diperlukan dalam upaya mendorong peningkatan PAD melalui semua sektor,” kata Edy Kurniawan.

Menanggapi paparan Dispenda Kaltim, Anggota Komisi III DPR Papua lainnya yakni Kristhina Ri Luluporo, Muhammad Nawawi, Rustan Saru, Radius Simbolon, Franky Fotagaba, Herlin Beatrix Monim dan Heriyan Yogoa menyetujui pola penagihan dengan ritme petugas Dispenda mendatangi perusahaan lalu meminta data jumlah alat berat yang akan beroperasi selama kegiatan menambang dan akan dikalkulasikan besaran pajaknya.

Lalu, perusahaan membayar sesuai jumlah pajak dengan cara transfer maupun cash ke Dipsenda melalui bank daerah. Kemudian, Dispenda menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan diberikan kepada perusahaan yang berlaku satu tahun, sebagai salah satu syarat perizinan menambang.

“Dengan adanya RDP ini, kami banyak mendapat masukan dari Kaltim, terutama tentang kerjasama dan sinergi antar pemerintah daerah. Maka dari itu, koordinasi lintas provinsi ini agar terus kita bina dalam upaya pembangunan terbaik bagi provinsi masing-masing,” kata Radius Simbolon. #adv/tos/oke

 

Comments are closed.