BeritaKaltim.Co

Tanah SMAN I dan SMPN I Samarinda Bermasalah

SMPN 1 Samarinda
SMPN 1 Samarinda

SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Beberapa bulan lalu muncul klaim atas tanah SMAN I dan SMPN I Samarinda di Kelurahan Air Hitam yang dibebaskan Pemkot Samarinda tahun 2003. Klaim itu dilayani pemerintah dengan alasan pihak ketiga yang mengklaim tanah itu menunjukkan sertifikat tanah seluas 30.000 M2 adalah haknya yang dibeli tahun 1994.

Atas klaim itu, Pemkot Samarinda menunjukkan bukti-bukti telah membayar kepada pihak yang menjual tanah itu. “Menghadapi itu, kita anjurkan pihak yang mengklaim itu mengajukan klaim ke pihak yang telah menjual tanahnya ke Pemkot Samarinda tahun 2003. Pemkot tak mau lagi disibukkan dengan urusan yang seperti itu dan tanah SMAN I dan SMPN I itu sudah sah milik Pemkot,” ungkapnya.

Sebelumnya juga ada klaim 9 warga atas tanah yang kini jadi Polder Air Hitam dan sudah diterima Pemkot. Kemudian Pemkot melakukan kroscek dengan BPN. Dari 9 warga yang mengklaim, hanya klaim 3 warga bisa dipertanggungjawabkan atau mengandung informasi bernilai benar, tapi itu juga tak diketahui titik koordinatnya dan batas-batasnya. Sisanya klaim 6 warga lainnya, tak ditemukan di peta bidang tanah yang diklaimnya di peta BPN.

“Untuk urusan klaim 9 warga atas tanah Polder Air Hitam, kita hanya menindaklanjuti apa yang dianjurkan BPN. Kalau BPN menganjurkan bayar ke pihak yang mengklaim karena klaimnya mengandung kebenaran, kita akan bayar. Tapi kalau BPN menerangkan tanah yang diklaim warga itu tak ada di peta tanah BPN, kita tak akan bayar serupiah pun,” tegas Hermanto.

Menurutnya, sangat banyak muncul klaim atas tanah yang dibebaskan Pemkot tahun 2000-2010. Klaim itu akan dilayani sepanjang mengandung kebenaran. Warga yang mengklaim dengan hanya menunjukkan surat-surat saja, atau peta kaplingan, ditambah tak tahu batas-batas tanahnya, tidak akan dilayani.

Peta tanah kaplingan dan hasil pengukuran manual, juga tidak akan dipakai sebagai pedoman membayar ganti rugi. Sebab belum tentu yang mengkaplingkan adalah pemilik sah-nya sebagaimana tercatat di BPN. Kemudian luas tanah hasil pengukuran secara manual tidak akurat, bisa lebih dan bisa kurang dari yang tercantum di surat tanah, makanya yang sah adalah hasil pengukuran menggunakan teodolit.

“Kita tidak mau kurang bayar maupun lebih bayar dalam urusan penggantian tanah warga yang dibebaskan pemerintah, karena kalau terjadi lebih bayar, artinya luas tanah yang dibayar sebagian bukan milik orang yang menerima ganti rugi, tapi orang lain yang berbatasan langsung dengan penerima ganti rugi,” tegas Hermanto.

Di pengalaman itu Pemerintah Kota Samarinda tidak akan pernah lagi langsung membayar ganti rugi tanah dan klaim sejenisnya menggunakan peta bidang tanah kaplingan yang diukur secara manual. Pemkot akan sangat selektif dan semuanya ganti rugi dan klaim harus mendapatkan pengesahan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) Samarinda.

Pemkot berusaha membersihkan diri dari semua masalah terkait dengan urusan tanah. Urusan tanah yang tak ada habis-habisnya sudah membelenggu pemerintahan dan menghambat pembangunan. “Pemerintah ingin kerja untuk hal-hal yang lebih besar manfaatnya untuk warga, bukan menghabiskan waktu untuk rapat-rapat membahas klaim tanah yang sebetulnya tak ada lagi kaitannya dengan Pemkot,” kata Assisten Sekda Kota Samarinda Bidang Pemerintahan, H Hermanto.

Ditegaskan pula, semua tanah yang sudah dibayar Pemkot sah milik Pemkot. Kalau ada klaim baru atas tanah tersebut, akan disinkronkan dengan peta bidang tanah yang dimiliki BPN. Kalau BPN menerbitkan anjuran bahwa klaim warga bisa dipertanggungjawabkan dan bidang tanah yang diklaim sah milik yang mengklaim, Pemkot akan membayar ganti ruginya. #into

Comments are closed.