
Tokoh-tokoh pers berdatangan di Kota Kinabalu, Wilayah Negeri Sabah, Malaysia, yang terletak di Pulau Borneo atau yang disebut Kalimantan. Dari Jakarta ada Tarman Azzam (Mantan Ketua PWI Pusat), Asro Kamal Rokan (Mantan Pimred Harian Jurnal Nasional), Saiful Hadi (CEO dan Pemred Antara) dan Nachrowi (Dewan Pengawas Antara).
Para jurnalis dua negara, yang dipelopori oleh para jurnalis dari kantor berita Bernama (Malaysia) dan Antara (Indonesia) mempertemukannya, dengan mengundang pula para wartawan dari daerah perbatasan Malaysia seperti Kaltara, Kaltim, Kalbar dan Kalteng.
“Kita sekarang berada di luar negeri, tapi serasa berada di negeri sendiri,” tutur Saiful Hadi, Pemred Antara, saat berada di kaki Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia, Minggu (10/10/2015).
Ada alasan Saiful Hadi mengatakan seperti itu. Sejak keberangkatan dari lokasi menginap di The Klagan Regency Jalan Tun Fuad Stephen, 88000, Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia, ke Gunung Kinabalu yang berjarak sekitar 75 Kilometer , pemandangan kiri dan kanan dipenuhi hutan.
Bedanya, walaupun sisi kiri dan kanan masih hutan, wilayah Negeri Sabah membangun fasilitas jalan rayanya sudah sekelas jalan tol. Mulus dan tertib karena tidak ada mobil yang terlihat terparkir sembarangan. Sementara sisi terluar kawasan hutan juga tertata dan tidak membiarkan belukar merusak pemandangan hijau menuju kawasan wisata di puncak tertinggi di Kalimantan, Gunung Kinabalu.
Pagi itu, waktu menunjukkan pukul 9.30, rombongan jurnalis Indonesia-Malaysia bergerak menumpang bus milik Jawatan Penerangan Sabah Malaysia. Matahari sudah mulai tinggi, tapi kabut terlihat melekat di dinding-dinding bukit Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Di dalam rombongan, selain tiga tokoh pers dari Indonesia, ada wartawan dari Kalimantan Utara Dt Iskandar Zukarnaen (Antara) dan Anthon Joy (Radar Tarakan). Dari Kaltim Charles Siahaan (beritakaltara.com), Wiwied Mahendra (Viva Borneo) dan Uways Alqadrie (Kaltim Post). Dari Kalbar Andri Januardi (Pontianak Post) dan Teguh Imam Wibowo (Antara).
“Bagaimana soal jerebu di kota kinabalu? Di Kalimantan Utara saja terkena asap. Kita satu daratan di pulau Borneo?” tanya Datu Iskandar, wartawan Antara yang mewakili wartawan Kalimantan Utara.
Jerebu adalah bahasa Malaysia yang sering diperkenalkan dalam dialog serial kartun produk Malaysia Ipin-Upin yang sedang booming di Indonesia . Maksudnya adalah asap yang dihasilkan pembakaran hutan gambut di berbagai daerah Indonesia. Warga Malaysia, termasuk Singapura tiap tahun harus menerima kehadiran “tamu tak diundang” berupa asap dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tapi, tahun 2015 ini, menurut Mohamad Nasir, Editor Isu Khas dan Features Bernama yang menjadi tuan rumah para jurnalis Indonesia-Malaysia itu, asap alias jerebu tak begitu menyiksa seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
“Di Kinabalu masih aman. Tapi di Kuala Lumpur dan sekitar berasap tebal,” ujar Wartawan senior Bernama yang lama tugas di Indonesia itu.
Sampai hari kedua di Keke – sebutan untuk Kota Kinabalu, suasana udara yang dikuatirkan penuh jerebu tidak terasa. Warga setempat tidak ada memakai masker ketika mengendarai sepeda motor maupun berlalulalang di mall-mall. Bukit-bukit yang mengelilingi kawasan perkotaan Keke terlihat indah tertutup awan. Ditambah Matahari yang menyembul, suasana begitu cerah.
Memasuki kawasan kaki Gunung Kinabalu, hawa dingin langsung menyergap. Suasananya mirip dengan di kawasan puncak Bogor atau Gunung Semeru Malang. Tak heran kalau banyak wisatawan mancanegara berdatangan ke kawasan itu, selain karena ingin merasakan sensasi berada diketinggian 4.000 meter dari permukaan laut, juga mengejar sensasi romantisme dengan pasangan masing-masing.
Tarman Azzam yang paling senior dalam rombongan, tiba-tiba nyeletuk; “Wah, seandainya membawa istri ke Kinabalu?”
Kawasan Gunung Kinabalu ditata dengan hati-hati oleh pemerintahan negeri itu. Nampak sekali pemerintah membatasi pertumbuhan bangunan maupun hotel. Pemerintah ingin menunjukkan keaslian kawasan hutan yang asri dengan kelengkapan keanekaragaman hayati (biodiversity).
Mohammad Nasir membenarkan di Gunung Kinabalu saat ini tidak diizinkan ada hotel berbintang karena pemerintah ingin menjaga keaslian kawasan tersebut. Pemerintah membuka peluang usaha masyarakat lokal yang asli dan religius untuk membuka penginapan seperti home stay.
Datu Iskandar tak kalah sigap juga menanggapi Mohamad Nasir; “Di sini kita berwisata Syariah,” ujarnya. Jadi, jangan membayangkan suasana berwisata seks bebas seperti yang ada di beberapa negara.
Berwisata “Syariah”, walaupun pengistilahan itu kurang pas, tapi dimengerti bahwa masyarakat Kinabalu sendiri menolak jika daerah mereka yang dingin itu menjadi arena petualangan seks bagi para pelancong. Mereka ingin bertahan dengan konsep adat yang selama ini dimiliki dan tidak ingin terlarut demi mengejar pertumbuhan jumlah pengunjung dengan cara menjual wisata seksual.
Seorang perempuan dari suku Dusun yang akrab dengan alam hutan Gunung Kinabalu mengatakan; masyarakat desanya yang tinggal di kawasan Gunung Kinabalu menolak dengan kehidupan seks bebas.
“Tidak boleh di sini. Kami (warga-red) marah lah,” ujar Mar, perempuan penjaga kios souvenir di Kinabalu Park.
Setelah mendekati checkpoint pendakian Gunung Kinabalu, mobil para jurnalis berhenti di Pekan Nabalu sekira pukul 11.40. Pekan Nabalu adalah sebuah pasar yang menjual aneka hasil tani warga sekitar. Ada aneka buah khas Kalimantan. Durian, pisang merah dan buah Manggis. Ada juga hasil kerajinan tangan dan kaus cinderamata. Para wisatawan biasanya tak melawatkan pasar tradisonal ini.
Dari belakang Pasar, kita bisa memotret keindahan hutan tropika humida yang dimiliki Malaysia seluas kurang lebih 754 kilometer persegi. Hutan belantara yang dilindungi oleh undang-undang sebagai taman nasional (hutan lindung). Beberapa puluhan tahun lalu, kawasan hutan Sabah pernah juga jadi sasaran penebangan para pengusaha. Tapi kemudian ada zona-zona yang dibiarkan tumbuh lagi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada.
Pemerintah negara itu sangat konsen pada keaslian hutan ini. Sebab inilah masa depan Malaysia. Sektor pariwisata disiapkan menjadi andalan pendapatan negara. Ketika di seluruh pulau Kalimantan tak ada lagi hutan pada 50-100 tahun mendatang, wisatawan dari seluruh dunia berdatangan untuk melihat kawasan asli di Gunung Kinabalu Malaysia. #charlessiahaan/ bersambung
Comments are closed.