BeritaKaltim.Co

Perpustakaan Butuh Atensi Lebih

SHARING: Sejumlah narasumber dari dalam dan luar daerah hadir dalam Uji Publik Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan di Hotel Jatra, Balikpapan, Sabtu (17/10).
SHARING: Sejumlah narasumber dari dalam dan luar daerah hadir dalam Uji Publik Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan di Hotel Jatra, Balikpapan, Sabtu (17/10).

SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM – Atensi lebih dan good will pemerintah diperlukan agar perpustakaan bisa optimal. Selama ini sejumlah persoalan klasik yang melilit dunia perpustakaan seperti kurangnya koleksi buku, minim pustakawan, sarana dan prasarana kurang menunjang, serta minimnya anggaran pengelolaan, menjadi alasan perpustakaan tak dilirik, bahkan kian terpinggirkan.

Demikian hal yang mengemuka dalam Uji Publik Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan di Grande Room Hotel Jatra, Balikpapan, Sabtu (17/10/2015).

Uji publik dibuka Ketua DPRD Kaltim M Syahrun HS, dihadiri sejumlah anggota DPRD Kaltim, pustakawan dari berbagai kota/kabupaten di Kaltim, kalangan akademisi, LSM, dan tokoh masyarakat.

Acara yang dimoderatori Amshar menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Masitah Assegaf sebagai ketua Pansus Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan, Rusmini, dosen Fakultas Hukum Unmul yang juga penyusun naskah akademik raperda ini, serta Taufik, Kabid Informasi dan Otomasi Perpustakaan Daerah Kaltim. Ada juga Kepala Pusat Pengembangan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional M Syarif Bando, dan Sarosa Hamongpranoto, guru besar Fakultas Hukum Unmul yang menjadi pembahas.

Dalam uji publik yang dihadiri lebih seratus peserta tersebut, umumnya narasumber sepakat perpustakaan di Kaltim belum mendapat posisi dan porsi layak. Baik jika bicara kebijakan umum, maupun kebijakan anggaran, khususnya alokasi dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.

Masitah memberi contoh, di sejumlah kota, lokasi perpustakaan cenderung tak strategis sehingga susah dijangkau. Belum lagi jika bicara koleksi buku dan tenaga pustakawan yang minim serta ruang perpustakaan yang jauh dari kata nyaman. Kondisi itu berujung dunia perpustakaan makin tak dilirik.

“Ada hasil survei, dari 5.600 responden yang ditanya cuma 1 orang yang berminat jadi pustakawan. Ini bisa diartikan, buku kurang menarik minat,” kata Masitah.

Padahal, tambahnya, semua orang tahu jika ingin maju, ingin pintar, orang harus rajin belajar, rajin membaca buku. Buku, kata Masitah, adanya di perpustakaan. Jadi sudah semestinya perpustakaan mendapat tempat sangat baik untuk menunjang dunia pendidikan.

Ia juga mengutarakan, ratio jumlah perpustakaan dan penduduk bisa jadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Di Jepang misalnya, rasio perpustakaan dan jumlah penduduk adalah 1:40 ribu. Di Amerika 1 perpustakaan untuk 18 ribu jiwa, sementara di Indonesia 1 berbanding 100 ribu.

Taufik menyatakan, salah satu kendala perpustakaan tak bisa optimal adalah kurangnya dana pengelolaan. Ia sepakat dengan Masitah, anggaran yang dialokasikan untuk perpustakaan sangat pas-pasan. Untuk 2015 misalnya kebutuhan ideal Rp 35 miliar, yang teralokasi hanya Rp 12-17 miliar.

Karena itu tak heran jika ruang baca untuk pengunjung tak nyaman karena pendingin udara digantikan kipas angin.

Belum lagi jika bicara kebutuhan jaringan internet sebagai salah satu penunjang. “Keluhan pengunjung, internet lelet. Ini kami akui, sebab bandwith yang tersedia cuma 2 mega. Padahal kami butuh setidaknya 15 mega,” kata Taufik.

Pada era dimana internet menjadi alat pemenuh kebutuhan akan informasi, perpustakaan disebutnya harus bisa menyediakan hal tersebut. Bukan cuma untuk pengunjung, tapi juga bagi pengelola untuk menyusun dan menyimpan data base yang dapat diakses seluruh masyarakat Kaltim.

Kurangnya anggaran juga berpengaruh pada up date buku, serta support bagi para penulis lokal yang seharusnya bisa dirangkul perpustakaan daerah.

Syarif Bando sepakat. Menurutnya, boleh saja perpustakaan kurang koleksi buku, tapi kebutuhan akan informasi tetap harus dipenuhi. Internet gratis, cepat dan efektif seharusnya bisa disediakan oleh perpustakaan. Soal minimnya pustakawan ia menyatakan, hal tersebut menjadi salah satu pekerjaan rumah, tidak saja untuk pemerintah, tapi juga bagi pustakawan sendiri.

Sarosa menyatakan, peran pemerintah sangat strategis untuk pengembangan perpustakaan. Ia secara khusus mengkritik apa yang kini dialami Gedung Perpustakaan Daerah Kaltim di Jalan Juanda Samarinda.

Pembangunan fly over yang kini berjalan membuat warga makin sulit mengakses perpustakaan. Padahal di waktu normal saja, kemacetan di sekitar traffic light Jalan Juanda sudah membuat warga kesulitan mengunjungi perpustakaan.

Secara umum ia menyebut, raperda perpustakaan memang dibutuhkan untuk menjawab tantangan, terutama bagaimana Kaltim memiliki sosok dan penyelenggaran perpustakaan yang bagus dan memiliki fungsi yang mampu menunjang peningkatan SDM. #adv/oke

Comments are closed.