SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM – Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi tolok ukur kinerja Pemerintah Provinsi, menunjukkan penurunan. Hal itu seperti yang disebutkan dalam nota penjelasan Pemerintah Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu. Bahwa PAD secara keseluruhan Tahun Anggaran 2016 ditarget Rp 5,089 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp5,6 miliar dari target PAD setelah Perubahan APBD 2015 sebesar Rp 5,095 triliun.
Hal ini menjadi sorotan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) melalui juru bicaranya Muspandi dalam Pandangan Umum fraksi terhadap Nota Penjelasan Keuangan Pemerintah Provinsi Kaltim tentang Rancangan APBD Kaltim Tahun 2016, Jumat (6/11) lalu di Gedung DPRD Kaltim. Demikian juga dengan estimasi penerimaan yang bersumber dari Dana Perimbangan Tahun 2016 sebesar Rp 4,175 triliun mengalami penurunan Rp 743 miliar atau turun 25,11 % dari rencana penerimaan setelah perubahan APBD TA. 2015 sebesar Rp 4,918 triliun.
“Fraksi PAN dapat memahami bahwa salah satu faktor penurunan PAD tersebut dikarenakan kondisi ekonomi makro yang berfluktuatif telah mengakibatkan lesunya sektor usaha pertambangan. Akibatnya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) industri sebagai objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) mengalami penurunan yang sangat signifikan.
Perlu menjadi catatan, agar kiranya Pemerintah Provinsi tidak bertumpuh hanya pada dana perimbangan dan objek pajak daerah dan retribusi daerah dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA),” papar Muspandi.
Dikatakan pula oleh Muspandi lambat laun SDA yang tidak terbarukan ini akan habis dari Bumi Kaltim sehingga pemerintah harus dapat menggali potensi sumber-sumber pendapatan lain. Salah satunya dengan mengembangkan dan memberdayakan Perusahaan Daerah (Perusda) secara profesional. Agar Perusda dapat tumbuh dan berkembang tentunya dibutuhkan penyertaan modal yang memadai guna mendukung kegiatan usahanya.
Sementara menyinggung bidang Infrastruktur, pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan antardaerah dan pemenuhan prasarana dasar masyarakat.
Pada bidang ini telah dialokasikan sebesar Rp2,113 triliun, Fraksi PAN meminta agar penganggaran infranstruktur tersebut wajib mengaplikasikan sistem perencanaan yang responsif gender.
“Artinya penyediaan konstruksi bangunan yang bisa digunakan oleh semua pihak, bukan hanya untuk satu kelompok tertentu. Seperti ketersedian ruang menyusui, bangunan yang bersahabat dengan kaum difabel, lanjut usia, infrastruktur yang bisa dimanfaatkan oleh kaum perempuan dan laki-laki. Pembangunan berperspektif gender ini mengacu pada Inpres Nomor 9 Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam pelaksanaan pembangunan,” paparnya. #adv/lia/dhi/oke
Comments are closed.