SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Gubernur Kalimantan Timur, H Awang Faroek Ishak untuk kesekian kalinya mengungkapkan ketidakpuasannya atas kinerja wartawan dan pemberitaan media massa. Rasa tidak puasnya itu, diungkapkan lagi saat memimpin Rapat Persiapan Turnamen Sepakbola Gubernur Kaltim Cup. Sebelumnya, tanggal 3 November saat menerima Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kaltim, Awang Faroek Ishak juga menyampaikan hal serupa.
Pemberitaan yang dipermasalahkan gubernur sebulan terakhir adalah menyangkut hak interpelasi yang rencananya akan diajukan sejumlah anggota DPRD Kaltim dari lintas fraksi soal kunjungannya ke Rusia, bulan Oktober lalu.
Berita soal interpelasi itu dianggap gubernur sepihak dan tidak berimbang, serta tak dilengkapi dengan hak jawabnya, atau haknya sebagai gubernur memberikan klarifikasi dalam berita yang sama.
“Berita tentang kunjungan saya ke Rusia syarat dengan fitnah, padahal saya ke Rusia untuk kepentingan masa depan Kaltim. Saya juga berangkat atas izin Presiden,” kata Awang Faroek ketika menyampaikan unek-uneknya dihadapan wartawan di Ruang Rapat Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (12/11/2015).
Menurutnya, banyak kegiatan gubernur tidak diberitakan secara utuh dan tak menyampaikan hal-hal positif. “Saya ke Rusia untuk kepentingan masa depan Kaltim. Investor dari Rusia akan membawa dana miliaran dollas AS, atau triliunan rupiah, dalam jumlah beberapa kali lipat dari APBD Kaltim, tapi tidak ditulis dampak positifnya,” ujarnya.
Gubernur juga tak puas dengan liputan kegiatannya yang lain, misalnya liputan kegiatannya menanam padi bersama TNI-AD beritanya kecil saja, padahal wartawan yang datang meliput puluhan orang. Acara tanam padi itu tak ada yang jadi berita headline di koran-koran. “Usai acara tanam padi bersama TNI-AD, saya dirubung wartawan, tapi beritanya kisruh SMA Negeri 10. Besoknya yang jadi headline malahan soal SMA Negeri 10,” ungkap Awang Faroek.
Ia juga menginginkan wartawan yang mewawancarainya sekelas wartawan senior, atau istilahnya wartawan yang sudah ban “hitam” di cabor karate. Berita media, lanjut Awang Faroek seharusnya tidak berpotensi memecah belah. “Berita yang tak berimbang dari salah satu koran di Kaltim itu sudah saya adukan ke Dewan Pers,” lanjutnya.
KURANG KOMUNIKATIF
Wartawan bersertifikat utama, Intoniswan yang bekerja di Surat kabar Harian Kalpost ketika diminta tanggapannya atas penilaian gubernur tersebut mengatakan, masalah pemberitaan yang sudah terbit adalah masalah persepsi. Gubernur boleh saja mempunyai persepsi berita itu negatif dan merugikan dirinya, kemudian menyampaikan komplain, atau menggunakan hak jawabnya.
“Mengadukan berita dan wartawan ke Dewan Pers, adalah hak gubernur yang dilindungi perundang-undangan. Ya kita lihat saja nanti apa anjuran yang dikeluarkan Dewan Pers atas berita yang diadukan tersebut,” kata Intoniswan.
Menurutnya, meski pejabat dan pemerintah selalu menganggap pers adalah mitra strategis dalam pembangunan daerah, tapi kurang komunikatifnya gubernur bisa menyebabkan hubungan keduanya seperti air laut, ada pasang naik ada surut, ditambah tak adanya pihak ketiga, dalam hal ini staf gubernur yang bisa menjadi penghubung gubernur dengan pers.
“Kalau gubernur menganggap pers mitra strategis dan lawatannya ke Rusia bermanfaat besar bagi daerah, kenapa sebelum berangkat tak diadakan jumpa pers untuk menjelaskan maksud dan tujuannya ke Rusia. Malah berangkat ke Rusia kesannya sembunyi-sembunyi,” ujarnya.
Dijelaskan pula, masing-masing media mempunyai kriteria sendiri-sendiri mana berita yang dijadikan headline, atau berita utama, dan berita yang akan ditempatkan di kaki berita. Berita tentang kebijakan gubernur soal SMAN 10 pasti lebih aktual dibandingkan berita kegiatan menanam padi, sebab soal SMAN 10 menyangkut ratusan siswa yang perlu ketenangan saat belajar.
“Berita gubernur menanam padi bersama TNI-AD, baru akan menjadi headline di koran yang konsen beritanya pertanian, tapi kalau surat kabar umum, SMAN 10 lebih aktual,” ungkap Intoniswan.
Ia juga mengatakan, komunikasi pers dengan gubernur, dapat dikatakan sejak Awang Faroek terpilih jadi gubernur tahun 2008 tak begitu bagus, sebab tidak ada forum yang dibuat staf gubernur untuk menyambung rasa antar keduanya. Bahkan ada kecendrungan Gubernur dan pejabatnya menyingkirkan wartawan yang kritis. Selama ini Pemprov terlalu percaya diri bahwa hubungan dengan pers bisa ditempuh dengan kontrak halaman di koran-koran harian.
“Kalaupun ada jumpa pers antara gubernur dengan wartawan, itu hanya sesekali saja, dan diselenggarakan saat posisi gubernur sudah tersudut oleh berbagai opini yang terbentuk dari pemberitaan,” ujarnya.
Kegiatan gubernur tidak menjadi headline lagi di media, kata Intoniswan, bukan karena media diskriminatif, tapi karena dari rangkaian kegiatannya tak ditemukan hal baru yang mempunyai daya tarik. Begitu pula dengan yang disampaikan gubernur dalam pidatonya, hanya pengulangan dari apa yang dijelaskan sebelum-sebelumnya.
“Sebenarnya kurang apa lagi besarnya porsi halaman berita-berita Pak Gubernur di koran harian. Itu setiap hari ada di halaman kontrak. Ada yang satu halaman dan setengah halaman. Media-media dengan jangkauan luas juga. Jadi, sebaiknya Gubernur dan para pejabatnya intropeksi,” ujar Intoniswan. #le
Comments are closed.