Naik-turun hubungan dua negara Indonesia-Malaysia berdampak pada warga perbatasan, karena jalur lalulintas orang dan barang yang biasanya longgar tiba-tiba diperketat.
Cerita tentang warga Long Midang, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia, terangkat di forum Dialog Sempadan di ballroom The Klagan Regency, Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.
Persisnya 12 Oktober 2015 malam, dalam pertemuan para wartawan dua negara yang menghadirkan pejabat tinggi setingkat Menteri, yakni Penasihat Sosio Budaya Kerajaan Malaysia, YBHG Tan Sri Datuk Seri Panglima Dr Rais Yatim.
Wartawan Indonesia, Anthony Joy membuka, adanya kesulitan warga perbatasan di Krayan memperoleh bahan makanan dari Malaysia. Ini akibat ketatnya penjagaan oleh bea cukai dan Tentara Diraja Malaysia yang menjadi Pos Perbatasan di Ba’kelalan, Serawak, Malaysia.
Kisah kesulitan itu pernah hangat diberitakan oleh media online beritakaltara.com. Kejadiannya bulan Mei 2015, ketika masyarakat di sana menyampaikan kabar bahwa pihak Malaysia memperketat pintu masuk barang di Ba’kelalan Serawak Malaysia melalui Long Midang Krayan.
Secara geografis, Kecamatan Krayan Induk dan Krayan Selatan termasuk desa terluar Indonesia. Bahkan belum ada akses jalan darat karena desa yang dihuni mayoritas suku Dayak ini adalah hutan perawan. Transportasi warga satu-satunya untuk mencapai desa-desa tetangga adalah pesawat terbang kecil yang bisa mendarat di landasan tanah keras.
Pemerintah Indonesia melalui pemerintahan kabupaten Nunukan dan Provinsi Kaltara memberi subsidi untuk kelancaran penerbangan pesawat ini. Sebab selain mengangkut orang, pesawat ini juga memuat barang-barang keperluan warga Krayan.
Sejak puluhan tahun silam, warga Krayan yang sekarang jumlah penduduknya sekitar 9 ribu jiwa, lebih mudah mencapai akses ke Ba’kelalan, Serawak, Malaysia. Dulu hanya berjalan kaki beberapa jam, sudah sampai ke Ba’kelalan Serawak. Saat ini jalannya sudah besar dan mobil bisa keluar masuk, walau kondisi jalannya belum begitu bagus.
Selama ini tak ada masalah dengan jalur keluar dan masuk ke Malaysia melalui Pos Ba’kelalan. Warga Krayan punya andalan hasil pertaniannya, yakni beras Adan Krayan, beras hasil pembibitan lokal yang punya cita rasa tinggi. Menurut publish sebuah organisasi nirlaba, WWF (World Wide Fund for Nature), karena permintaan terus meningkat saat ini warga setempat membudidayakannya.
Konon, beras Adan dari Krayan ini menjadi kegemaran Sultan Brunei Hassanal Bolkiah dan juga mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Kelompok petani di Krayan Selatan membentuk Koperasi Serba Usaha Tana Tam Krayan Hulu (KSU-TTKH). Pembentukan ini untuk menjaga kualitas mutu beras dan mutu organik menyangkut proses persiapan lahan, seleksi bibit, penanaman, pasca panen, penggilingan sampai proses pengemasan untuk dipasarkan,” tulis WWF di website-nya.
Dari pintu Ba’kelalan itu juga warga Krayan berbelanja di Malaysia untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi, seperti diutarakan Sekertaris Jenderal Persatuan Adat Dayak Kalimantan (PADK) Gat Kaleb, kepada wartawan beritakaltara.com (grup majalah ini), bulan Mei 2015 itu, Pemerintah Malaysia mendirikan pos pengawasan barang bersubsidi yang keluar dari Malaysia di Ba’kelalan untuk mencegah keluarnya kebutuhan pokok bersubsidi.
”Bea cukai di Bakalalan sekarang mengawasi lalulintas barang dari Malaysia ke Long Bawan. Secara otomatis barang yang masuk dari Malaysia ke Bakakalan tidak bisa bebas seperti dulu. Apalagi ini berkaitan dengan barang bersubsidi. Selama ini Sembako yang masuk ke Krayan adalah barang bersubsidi,” kata Gat Kelab.
Harga-harga kebutuhan warga di Krayan, termasuk yang ‘super’ mahal. Misalnya harga semen mencapai Rp150.000 – Rp200.000 per sak. Gula harga Rp20.000 perkilogram. Bensin premium mencapai Rp25 ribu per liter.
Tapi, sebenarnya, ketatnya penjagaan di pos perbatasan negara hanya pada situasi dan waktu tertentu. Misalnya, setelah kasus bulan Mei 2015 tersebut, berlaku begitu saja setelah beberapa bulan. Yang terpantau oleh pers, tidak ada berita-berita tentang kekurangan bahan pangan dari Krayan beberapa bulan belakangan. Lalulintas perdagangan dua desa atau dua negara, sudah lancar kembali.
Naik-turun hubungan Indonesia-Malaysia diakui warga di perbatasan berdampak bagi mereka. Seperti pada bulan Mei 2015 silam itu, adalah masa bagaimana Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo sedang bersemangat membasmi illegal fishing.
Melalui Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti, kapal-kapal berbendera asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia ditangkapi. Bahkan ada kapal ikan yang tidak berizin ditenggelamkan setelah diputus bersalah oleh pengadilan.
“Jika terjadi ketegangan hubungan Indonesia dengan Malaysia di Jakarta, kami yang berada di pedalaman ini yang kena imbasnya,” ujar Gat Kelab.
Sebenarnya tidak hanya warga Long Midang Krayan yang mengalami nasib seperti itu. Selama ini ada beberapa pintu masuk ke Malaysia yang nyaris serupa. Dulu, sering disebut sebagai “jalur tikus”, hal itu lantaran keluar masuk Malaysia tidak perlu bawa dokumen paspor.
Di Kabupaten Malinau ada Desa Long Nawang , Apo Kayan yang juga punya pos lintas batas bernama Tapak Mega. Pos itu dibangun tahun 2000 setelah ada warga setempat merintis membuka jalan yang menghubungkan Serawak dengan Long Nawang, Kabupaten Malinau.
Kemudian di Sie Menggaris, Kabupaten Nunukan, yang sekarang sudah ada pos jaga lintas batas. Saat ini, sudah ada jalan yang tersambung yang menghubungkan seluruh Pulau Kalimantan ke Sie Manggaris, namun belum bisa tembus ke Serawak Malaysia.
“Memang masyarakat Indonesia khususnya di provinsi Kaltara dan Kaltim bermimpi suatu saat bisa membawa mobil sendiri melalui pos Sie Manggaris atau Long Nawang. Semoga ada perbincaraan dua negara mengenai hal ini,” kata Datuk Yaser Arafat, Anggota DPRD Kaltara, dalam sebuah forum diskusi di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, baru-baru ini.
Saat ini, pintu masuk mobil Indonesia hanya melalui Pontianak Indonesia ke Kuching Serawak. Padahal, jalan darat dari Kuching Serawak ini telah tersambung baik hingga ke Sabah dan juga negeri Brunei Darussalam.
Dan, pertemuan para jurnalis Malaysia – Indonesia di The Klagan Regency bisa menjadi harapan untuk mengangkat isu-isu perbatasan agar hubungan kedua negara kian harmonis. Ayo para jurnalis berbuat, membangun bersama, untuk kemajuan negara. #charles siahaan
Comments are closed.