BeritaKaltim.Co

Rakor Pansus Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan

PRO-OLAHRAGA: Andi Harun memimpin Rakor Pansus Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan didampingi Wakil Ketua M Adam, Ketua KONI Kaltim Zuhdi Yahya (kanan) dan Wakil Ketua DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle (kiri).
PRO-OLAHRAGA: Andi Harun memimpin Rakor Pansus Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan didampingi Wakil Ketua M Adam, Ketua KONI Kaltim Zuhdi Yahya (kanan) dan Wakil Ketua DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle (kiri).

BALIKPAPAN, BERITAKALTIM.COM – Pendanaan keolahragaan di Kaltim minimal 1 persen dari jumlah APBD. Tanpa alokasi anggaran yang cukup, mimpi prestasi olahraga menonjol akan tetap tinggal mimpi.

Di sisi lain anggaran harus diikuti sasaran atau target, pembangunan sarana prasarana olahraga, penerapan teknologi, program pembinaan berjenjang dan berkesinambungan, serta perhatian kepada atlet, pelatih, dan pembina olahraga.

Demikian beberapa dari banyak hal yang mengemuka dalam Rakor Pansus Raperda Penyelenggaran Keolahragaan di Hotel Jatra, Balikpapan, pekan lalu.

Rakor dipimpin Ketua Pansus Andi Harun, didampingi M Adam Sinte selaku wakil ketua Pansus, dan beberapa anggota yakni Gunawarman, Mursidi Muslim dan Andika Hasan.

Hadir juga Ketua KONI Kaltim Zuhdi Yahya dan sejumlah ketua serta pengurus KONI dan anggota DPRD beberapa kabupaten/kota di Kaltim. Tak ketinggalan mitra kerja Pansus, yakni SKPD terkait, baik di lingkup provinsi maupun kabupaten/kota di Kaltim.

Soal anggaran untuk dunia keolahragaan, Andi Harun yang juga Ketua Pengda Taekwondo Kaltim menyatakan, hal tersebut sebenarnya telah diatur dalam UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahrgaan Nasional.

Namun persoalannya, undang-undang ini hanya menyatakan olahraga wajib dibiayai pemerintah, namun tak spesifik menyebut angka. Beda dengan dunia pendidikan yang disebutkan wajib 20 persen dari APBN atau APBD.

Ketidaktegasan itu menurutnya membuat perlakuan terhadap dunia olahraga berbeda dengan sektor lain. Karena itu tak heran bila pemerintah daerah, termasuk di kabupaten/kota memandang sebelah mata pada pengembangan dunia keolahragaan.

Ia mencontohkan, meski dalam UU No.3/2005 dinyatakan, pemerintah daerah harus tegas membentuk lembaga/badan/instansi yang khusus mengelola dunia keolahragaan, praktiknya belum semua pemerinta daerah di Kaltim membentuk dinas pemuda olahraga.

Ada yang membentuk tapi menggabungnya dengan dinas lain. Seperti di Balikpapan yang melebur menjadi Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata. Di PPU malah urusan keolahragaan dikelola Dinas Pendidikan.

Akibatnya, pengembangan, pembinaan dan pengelolaan dunia olahraga di Kaltim tak berjalan serempak, jomplang di sana-sini. Padahal, Andi Harun mengggarisbawahi, pembinaan atlet yang ideal dan sudah seharusnya adalah berjenjang, mulai dari kecamatan, kota, provinsi hingga menjadi atlet nasional. Kaltim takkan memiliki atlet mumpuni jika program pembinaan di tingkat kecamatan atau kabupaten/kota tak berjalan.

Soal angka minimal anggaran Andi kembali menggarisbawahi, hal tersebut mutlak, namun angkanya bisa diutak-atik. “Bisa naik 2 persen, atau 2,5 persen. Di Kalsel sudah 2 persen. Karena itulah perlu rapat koordinasi seperti sekarang,” kata Andi. Meski secara garisbesar ia menyatakan, jika berkaca dari postur APBD tahun per tahun, Kaltim takkan kesulitan mengalokasikan minimal 1 persen per tahun dari APBD-nya.

Dalam sesi dialog, Ketua KONI Zuhdi Yahya menimpali, ia sepakat dengan dicuatkannya isu soal angka minimal alokasi untuk dunia keolahragaan. “Tiap tahun soal pendanaan membingungkan KONI. Tiap tahun juga kami hearing dengan DPRD. Alokasi minimial tentu ide brilian yang harus kita dukung,” sebutnya. Ia menambahkan, alokasi yang dimaksud Andi Harun tentunya regular, di luar event-event. Jika ada kejuaraan seperti PON misalnya, maka angka alokasi bisa ditambah.

Di luar itu ia juga mengusulkan agar perda kelak mengakomodasi persoalan klasik seperti ironisnya venue dan peralatan eks PON 2008 di Kaltim yang tak bisa digunakan karena persoalan administratif. “Banyak peralatan rusak saat disimpan, bukan karena dipakai. Ini mubazir, perlu diatur dalam perda ini kelak,” katanya. Demikian juga soal reward dan pekerjaan, beasiswa serta asuransi bagi para atlet.

Ego Arifin perwakilan Dispora Kaltim menyatakan, perda kelak harus mengakomodasi pengembangan berkesinambungan yang pada muaranya mengikat atlet berprestasi untuk tak seenaknya berpindah ke luar Kaltim karena iming-iming tertentu. Ia juga mengusulkan dibentuk semacam Satlak Prima di daerah sebagai program pembinaan keolahragaan. Ia juga setuju kabupaten/kota membentuk dispora secara mandiri, tak merger dengan dinas lain.

Banyak lagi hal mengemuka, termasuk keluhan dari pengurus KONI Bontang yang menyatakan dunia keolahragaan di Kota Taman ini mati suri karena Perwali Bontang No 13/2014 yang dinilai mengkebiri. Sebab Perwali ini memangkas semua alokasi anggaran keolahragaan sehingga atlet tak bisa ikut dalam event di luar Bontang.

Dari Paser Ketum KONI Totok Sumardiono mengeluhkan, perhatian pemkab amat minim pada pengembangan dunia olahraga. Sementara Hamid dari KONI Berau menyatakan, Dispora di Berau adalah instansi buangan. “Saya minta gubernur melalui Perda ini bisa memanggil bupati berau agar dicuci otaknya. Saya setuju kalau 2 persen APBD untuk olahraga,” katanya.

Atas semua masukan Andi Harun menyatakan, hal-hal tersebut akan diakomodasi. Ia berharap mereka yang hadir saat rakor ini bisa kembali datang dalam uji publik Raperda ini kelak. Pansus disebutnya akan mengusahakan kehadiran gubernur dan ketua DPRD Kaltim dalam uji publik. Ia juga mengusulkan kelak ada semacam resolusi atau petisi dalam uji public yang muaranya memajukan dunia keolahragaan Kaltim. #adv/oke

Comments are closed.