BONTANG, BERITAKALTIM.com- Surat Keputusan (SK) DPP Partai Golkar No.58/DPP/Golkar/IX/2015, tentang pemberhentian Andi Harun (AH) dari anggota dan jabatan ketua DPD Partai Golongan Karya Kota Bontang ditengarai aspal oleh Sekretaris DPD Partai Golkar Bontang Harman Thamrin. Namun hal itu dibantah kubu pengurus DPD II Bontang lainnya.
Pada konfrensi pers, Minggu (15/11/2015) di Planet Football Cafe, sesepuh Partai Golkar Umar Tanata didampingi kader Golkar lainnya Arham, Abdul Rauf dan Heriyani Fahmi, merasa heran dengan pernyataan Harman yang mengatakan SK pemberhentian itu palsu.
“Bagaimana mungkin surat sepenting ini bisa dipalsukan?” jelas Arham dan Umar Tanata.
Arham mengklarifikasi, sesudah turunnya SK.58 terkait pemecatan AH, ada surat DPP tertanggal 31 Oktober 2015, Nomer:B-123/Golkar/X/2015, yang ditujukan ke DPD I Provinsi Kaltim. Isinya adalah menunjuk surat DPD partai Golkar Provinsi kaltim Nomer:834/DPD-Golkar/KT/X/2015 tertanggal 15 Oktober 2015, perihal permohonan peninjauan kembali sanksi kepada AH yang diberhentikan dari anggota Partai Golkar dan jabatan Ketua DPD Golkar oleh DPP partai Golkar berdasarkan SK No.58.
Jadi, lanjut Arham, apabila itu SK.58 palsu? Mengapa DPD I Provinsi Kaltim sampai melayangkan surat ke DPP untuk peninjauan kembali terhadah AH?
“Kami kira patut kita cermati bersama, surat terlahir yang kita terima keputusan DPP atas klarifikasi DPD I, dan mengenai administasri itupun sudah clear. Jadi tentunya karena ini menyangkut marwah partai Golkar, yang merupakan partai besar, matang juga partai yang tertib administrasi, tentunya tidak memungkinkan celah dipublis itu surat palsu. Dari segi mekanisme itu sudah berjalan ada proses jawab-menjawab melalui surat,” jelasnya.
Arham menjelaskan kronologi masalah sampai muncul SK pemberhentian AH. Awalnya adalah surat terakhir DPP Golkar, Nomer:B-123/Golkar/X/2015. Dalam surat itu ada 5 poin disebutkan di dalamnya, diantaranya menyatakan bahwa, rapat tim pilkada pusat DPP telah menetapkan paslon kepala daerah Kota Bontang atas nama Neni Sofyan Hasdam berpasangan dengan Andi Harun, berdasarkan surat DPP No.R-46/DPP/Golkar/VII/2015 sebagai kader potensial dari partai Golkar untuk maju pilkada.
Namun salah satu calon yang ditetapkan, yakni Neni Sofyan Hasdam telah mendaftar terlebih dahulu ke KPU melalui jalur independen bersama Basri Rase. Poin selanjutnya DPP menilai pendaftaran yang dilakukan Neni Moerniaeni melalui jalur independen tidak melanggar ketentuan organisasi, karena hal itu sudah sesuai dengan hasil keputusan Rapimnas Partai Golkar yang diselenggarakan tanggal 12 s/d 13 Juni 2015, yang memperbolehkan kader partai untuk maju sebagai kepala daerah dari jalur independen.
Dan karena itu, berdasarkan keputusan, Partai Golkar mengalihkan dukungan kepada paslon kader Golkar yang diprediksi akan menang Pilkada di Bontang, yakni Neni-Basri, sebagai mana surat DPP Partai Golkar Nomor : R-320/Golkar/VIII/2015. Pada poin terakhir menyatakan pengalihan dukungan paslon yang dilalukan DPD Golkar tidak dibenarkan, karena sesuai ketentuan organisasi.
Berdasarkan bukti-bukti yang diterima DPP, maka DPP memberikan sanksi terhadap AH berupa pemberhetian sebagai anggota Golkar dan ketua DPD II Bontang. Bahkan DPP pun, menurut Arham, dalam suratnya memerintahkan kepada DPD I Kaltim untuk segera menunjuk Plt Ketua DPD II dalam menjalankan roda organisasi Partai Golkar.
Arham juga menyayangkan pernyataan pengurus DPD II yang mengatakan jika mereka adalah pihak luar. “Disini kami masuk sebagai tim pemenangan, dan diberikan hak-hak konsolidasi. Kita juga masih kader, kalau soal pengurus hanya jalankan roda organisasi. Dan sekali lagi saya terangkan di sini, jika Harman menyatakan ini surat palsu, kenapa DPD I menyurat ke DPP meminta peninjauan kembali hukuman AH? Jika palsu saya kira tidak perlu repot-repot menyurat, dan dari pertanyaan DPD I, DPP pun kembali melayangkan surat bahkan di surat terakhir meminta agar DPD I segera mengisi kekosongan. Dan DPP juga masih memberikan kesempatan kepada AH untuk pembelaan diri memulihkan hak-haknya sebagai anggota partai golkar melalui mahkamah partai. Jadi, dengan adanya pernyataan pengurus DPD II ini justru semakin menjerumuskan AH ke jurang lebih dalam,” jelas Arham.
Sementara tu, Umar Tanata yang dalam pernyataan Harman bukanlah sesepuh Golkar, juga mengklarifikasi, bahwa dirinya hingga saat ini masih anggota/kader Golkar.
“Disini sepertinya saya perlu tunjukkan kalau saya masih aktif dan memiliki KTA nomer 1704002387, dan tidak pernah dicabut hingga saat ini, KTA ini ditandatangani Iskandar Yusak tahun 84 dan sepanjang tidak dicabut itu berlaku seumur hidup,” jelas Umar Tanata sembari menunjukkan KTA miliknya yang masih aktif. Ia juga menjelaskan jika Partai Golkar bukanlah milik pengurus saja, melainkan milik seluruh kader dan anggota Partai golkar.
“Golkar bukan punya pengurus saja, tapi seluruh anggota Golkar, itu perlu diingat saya masih anggota Golkar luar dalam asli sampai sekarang! Kalau tidak dianggap sesepuh, anggaplah saya sebagai kader orangtua Golkar. Dan sebagai orangtua Golkar saya meminta bahwa keputusan DPP sudah final dan mengikat untuk mendukung Neni-Basri, dan harus dilaksanakan,” pungkasnya.
Secara terpisah, Wakil ketua bidang organisasi dan kaderisasi DPD I Kaltim Dahri Yasin SH, dalam telepon selularnya kemarin membenarkan jika DPD I pernah melayangkan surat ke DPP mengenai permohonan keringanan sanksi terhadap AH.
Dahri Yasin yang juga menjabat sebagai ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Kaltim ini juga menjelaskan, DPD I secepatnya akan melakukan rapat pleno diperluas dengan menghadirkan pengurus DPD II dan DPP mengenai pernyataan Harman Thamrin yang menyatakan bahwa SK DPP No.58 adalah palsu.
“Kalau DPD II Bontang melihat ada kepalsuan dan kemungkinan kalau DPD II punya link langsung ke DPP, sehingga menyampaikan hal tersebut, maka kami akan secepatnya lakukan kordinasi dengan Harman Thamrin dan kita akan telusuri kebenarannya,” jelas Dahri Yasin.
Dahri sendiri mengaku, belum bisa mengklarifikasi benar tidaknya apakah surat itu ada aspek aspalnya. Artinya, DPD I Provinsi Kaltim, perlu mengetahui secara jelas. “Iya saat ini saya sudah mengontak untuk lakukan kordinasi rapat pleno diperluas,
karena ada mekanisme yang dilalui, untuk menanyakan lebih jauh. Intinya, ketika ada pernyataan seperti itu, seharusnya juga disampaikan kepada DPD I, dan saya justru tahunya dari koran. Disini perlu ada sikap dan yang kita kedepankan harus melihat secara kelembagaan tidak pendapat secara pribadi. Karena itu kami akan segera gelar rapat pleno diperluas, menghadirkan pengurus DPD 2, bahkan DPP supaya masalah ini cerah,” tandasnya.
Dahri juga mengimbau kepada seluruh kader Golkar agar tidak usah resah ataupun kacau. “Intinya perlu langkah DPD 1 untuk melakukan klarifikasi, dengan rapat pleno diperluas DPD 2 dihadirkan, dan kemudian secara bersama-sama meminta klarifikasi DPP,” ujar Dahri.#nd
Comments are closed.