SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Lubang bekas tambang batubara Samarinda kembali menelan korban. Kali ini korbannya adalah Aprilia Wulandari, siswi kelas 1 SMPN 25 di Jalan M Said, Sungai Kunjang. April adalah Korban ke 12 anak-anak yang tewas di lubang tambang sejak 2011 hingga 2015.
Peristiwa ini terjadi bertepatan dengan kedatangan Presiden Joko Widodo di Bumi Kaltim untuk Kunjungan kerja ke Balikpapan dan Penajam Paser Utara di Buluminung. Untuk itu para aktivis JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) di Samarinda meminta kasus ini ini menjadi perhatian Presiden.
“Kami meminta presiden mengambil langkah serius guna menghentikan bergugurannya korban anak-anak di bekas lubang tambang batu bara di Samarinda. Ini akibat obral izin tambang pemerintah. Saat ini ada 150 lubang bekas tambang dan mengkapling 71 persen kota Samarinda,” kata Merah Johansyah, Koordinator JATAM Kaltim dalam pers rilis yang diterima beritakaltim.com.
Jenazah Aprilia diangkat ke permukaan dan dievakuasi menjelang senja, pukul 17.30 sore, karena sulitnya mengeluarkan jenazah dari kolam yang dalam. Pencarian sejak pukul 14.30 Wita, setelah diketahui ia tercebur saat bermain bersama 4 teman seumurannya di lubang bekas tambang yang nampak seperti danau tersebut sejak sepulang sekolah.
Lubang bekas tambang batubara ini sendiri berada di Jalan Karang Mulya, RT 17, kelurahan Lok Bahu yang diduga milik perusahaan tambang CV Rinda Kaltim Anugrah. Ini adalah IUP yang dikeluarkan oleh Walikota samarinda seluas 196,40 ha dengan Nomor SK 545/376/HK-KS/VII/2010.
Tim penyelamat di lapangan menemukan tubuh April dikedalaman 5 meter di pinggir cekungan lubang, lubang itu sendiri diperkirakan seluas 2 kali lapangan sepakbola dan memiliki kedalaman hingga 20 meter. Saat diangkat keluar, jenazah masih menggunakan seragam sekolah batik dengan rok biru tua.
Jarak terdekat rumah penduduk dengan lubang bekas tambang tersebut sekitar 100 meter, tak ditemukan tanda-tanda plang dan rambu yang memberitahu dan melarang akses penduduk.
Ibu korban Mulyana (37 tahun) menyampaikan bahwa sempat cemas sejak siang karena Aprilia tak kunjung pulang ke rumah. Telpon juga tak dijawab. Tapi ada warga yang curiga pada motor Yamaha Mio Soul milik Aprilia yang ditemukan terparkir tak jauh dari danau beracun bekas tambang batubara tersebut.
Setelah ditemukan Aprilia langsung dibawa ke Rumah Sakit AW. Syahrani ke dalam ruang Jenazah untuk divisum pada pukul 19.00 WITA, namun hingga pukul 19.30 WITA tim medis tidak melakukan tindakan apapun terhadap jenasah Aprilia.
Setelah ditanyakan ternyata keluarga korban harus membayar biaya visum sebesar 2 juta rupiah. Mengetahui biaya yang cukup besar yang harus dibayar, maka pihak keluarga memutuskan untuk membatalkan proses visum pada jenasah putrinya.
Dari bukti yang diambil di lapangan, Perusahaan Tambang diduga Melanggar keputusan Menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, karena tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan Tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang sejak awal.
Jarak lubang tambang dengan pemukiman dan rumah penduduk terdekat jelas diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 Tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara Yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan Pemukiman warga, kenyataannya jarak hanya 30 meter saja.
Lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga dan diisi air bak danau ini, menurut informasi warga sekitar sudah dibiarkan 2 tahun yang melanggar Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010, bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib direklamasi.
JATAM Kaltim berpendapat, terhadap Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur “barang siapa”, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang”, “tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “ mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi.
Walikota Samarinda dan Gubernur Kaltim harus bertanggungjawab dan ikut dihukum, Gubernur Kaltim turut bertanggungjawab karena sesuai UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, aspek perijinan dan pengawasan menjadi kewenangan gubernur. #jatam/le
Comments are closed.