JAKARTA, BERITAKALTIM.COM – Data dari Kementerian Sosial RI menyebutkan bahwa jumlah gelandangan serta pengemis di Kaltim berjumlah 101 orang. Hal ini tentu saja mencengangkan. Pasalnya jika dilihat secara rill dipastikan lebih.
Anggota Pansus Raperda Penertiban Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan serta Pengamen, Hermanto Kewot menuturkan Kaltim merupakan daerah yang gelombang transmigran cukup tinggi. Akibatnya banyak timbul sejumlah masalah, di antaranya problem kemiskinan yang melahirkan gepeng, hingga anjal.
“Data itu perlu evaluasi karena sudah tidak relevan. Jangan sampai dikira dengan APBD cukup besar kemudian tidak ada persoalan. Khawatir saja ini pula akan memengaruhi jumlah bantuan pusat ke daerah,”ucap Kewot pada konsultasi Pansus Raperda Penertiban Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan serta Pengamen, Jumat (27/11), ke Kemensos RI, yang dihadiri oleh anggota Pansus Selamet Ari Wibowo, dan Rusianto.
Menurutnya, daerah perkotaan di Kaltim, salah satunya Samarinda hampir di setiap simpangan lampu merah di jalan-jalan besar pada waktu tertentu ada pengemis, pengamen, hingga anak jalanan.
Kewot menambahkan pemerintah kabupaten/kota termasuk provinsi merasa kewalahan terkait dengan pembiayaan mengingat aturan yang kurang mendukung. Contohnya, ketika gepeng dirazia kemudian direhabilitasi hanya beberapa hari saja karena factor biaya.
Oleh sebab itu dibutuhkan adanya aturan yang jelas terkait permasalahan gepeng hingga anjal mulai dari rehabilitasi hingga pemulangan sehingga Kaltim bisa menjadi daerah yang bebas dr anjal dan gepeng, dan pengamen.”Kami berharap banyak masukan dari Kemensos agar Raperda bisa maksimal,”kata Kewot.
Kasubbid Rehabilitasi Sosial BWBLP (Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan) Kemensos RI, Tresnayadi mengakui memang data tersebut merupakan data lama dan belum ada dilakukan pemuktahiran data jumlah gelandangan dan pengemis yang baru.
“Jumlah 101 orang itu setelah Kaltara berdiri, memang perlu pendataan terbaru dengan kerjasama pihak dinas sosial Provinsi dan Kabupaten/kota. Terpenting kalau berkurang merupakan salah satu indikator kalau daerah itu sukses,”ungkap Tresnadi didampingi Kasi Rehabsos Pemulung Dewi Kania, Kasi Reintegrasi Sosial BWBLP Dwismari Novi, Kasi Pelayanan Sosial Kelompok Minoritas Enang Rochjana.
“Kaltim dan Kalbar fokus area trafiking, sehingga banyak kasus biasanya koordinasi dengan pihak kepolisian dan lainnya. Berbagai kasus trafiking maupun kekerasan dilakukan rehabilitasi kemudian dipulangkan tetapi memang leading sektor Kementrian Pemberdayaan Perempuan, memang selama rehabilitasi selama menginap melalui panti, baik gepeng, anjal. Sementara ada 21 panti di 21 provinsi,” jelasnya.
Panti-panti tersebut kemudian terakhir sampai tahun 1998. Setelah itu dikembalikan kepada pemerintah daerah masing-masing untuk pengelolaannya. Kemensos hanya membantu jika ada persoalan yang bisa dibantu.
Tresnayadi menambahkan, membuat jejaring, artinya kalau tidak ada panti maka mendorong dinas sosial di daerah untuk memotivasi masyarakat yang mempunyai LSM atau yayasan yang bergerak di bidang sosial seperti korban human trafficking, gender dan lainnya melalui bidang kemitraan. #adv/bar/oke
Comments are closed.