SAMARINDA,BERITAKALTIM.Com-Investasi di sektor minyak dan gas (migas) di Kalimantan Timur rupanya juga terhalang masalah lahan. Lahan di kawasan yang hendak diekploirasi dan ekploitasi sudah dikuasai “tuan-tuan” tanah secara perorangan, kelompok, maupun berhimpitan dengan pertambangan batu bara, baik yang sudah maupun belum ditambang.
Misalnya PT Pertamina EP Sangasangan Field dalam upaya mencari minyak, mengalami banyak hambatan saat hendak melakukan pengeboran sumur-sumur baru. Pertamina diklaim telah menyerobot tanah warga dengan tuntutan hanya satu; “ganti rugi”.
“Kita sudah terbiasa menerima telepon aneh-aneh, tuduhan aneh-aneh, bahkan ancaman mau dibunuh,” cerita Januar di bagian Legal dan Relation PT Pertamina EP Sangasanga Field sebagaimana diungkap kembali di dalam buku; “Mereka yang Berpeluh-Kisah Para Pekerja Lapangan Minyak” yang edisi pertama dicetak, 2015.
Total minyak yang diproduksi PT Pertamina EP Asset 5 Sangasanga saat ini adalah 23.000 barel per hari. Sumbangan terbesar 8.000 barel per hari berasal dari utara Kutai Lama (Anggana) 6.600 barel per hari dan 1.200 dari Louise Sangasanga.
Manager PT Pertamina EP Sangasanga Field, Hanief Jauhari mengatakan, khusus untuk wilayah pertambangan Sangasanga atau lapangan Louise, Pertamina iningin meningkatkan produksi melalui mencari minyak membuka sumur-sumur baru di celah-celah sumur tua. Total sumur baru dibor sebanyak 42. Investasi disediakan 5 juta US dolar untuk satu sumur.
“Pertamina berkeyakinan dari wilayah Louise masih banyak minyak sebab dari sumur baru Louise (LSE) 1055 dari uji coba sumur baru menunjukkan potensi produksi 1.500 barel per hari (BOPD). Sumur Louise jika merujuk ke catatan geolog Belanda, menyimpan cadangan oil in place (OIP) sejumlah 361 juta barel, dengan kumulatif produksi 177 juta barel. Bila itu benar, maka dalam dua tahun ke depan produksi minyak dari Lapangan Sangasanga bisa mencapai 16.000 barel per hari,” ujarnya.
Pertamina EP Sangasanga dalam rencana kerjanya secara bertahap menjadikan produksi minyak di wilayahnya 2,5 juta berl per tahun atau 7.114 barel per hari dan sejak awal tahun 2015 sudah melampaui target. Dari -sumur baru ada tambahan produksi 1.614 barel per hari. Jumlah itu melampaui target semula yang hanya 1.237 barel per hari.
Menurut Januar, luas lapangan atau blok minyak Sangasanga sebetulnya tidak bertambah sejak tahun 1888 atau mulai dikelola Nederlandse Indische Industrie en Handel Maatschapij (NIIHM) 1897-1905, yakni 13.346,6 hektar terbagi dalam tiga area produksi.
Di bagian utara atau north Mahakam dengan luas areal kerja 6.181,1 hektar menampung dua gugusan sumur produksi dengan sebutan North Kutai Lama dan Anggana. Di tengah ada South Mahakam seluas 5.325,5 hektar yang terdiri dari lapangan Louises dan Nonny. Terakhir yang paling selatan adalah area kerja Samboja seluas 1.840 hektar.
“Jadi kami selalu menjelaskan ke semua pihak, Pertamina tidak pernah menyerobot atau mengambil tanah warga sebab, fakta yang nyata di lapangan adalah warga yang mendekat ke fasilitasb produksi Pertamina,” ungkapnya. Hunian warga semakin memenuhi lokasi di sekitar fasilitas produksi.
Januar yang lahir di Sangasangan dari anak bekas kuli kontrak dari Jawa yang dibawa ke Sangasanga oleh Belanda bekerja di pengeboran sumur minyak secara manual menerangkan pula, meski posisi warga tidak menguntungkan kalau berperkara dengan Pertamina, tapi Pertamina tetap memberi ganti rugi sesuai standar yang ditetapkan Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara, baik tanah maupun tanam tumbuh. “Ganti rugi maksimal hanya Rp30 juta per hektar,” katanya.
Tapi dia mengaku persoalan terbesar dalam urusan lahan adalah tumpang tindih dengan perusahaan tambang batu bara. Di lapangan Sangasanga ada 57 IUP Batu Bara tumpang tindih dengan area kerja Pertamina.
Kawasan tumpang tindih itu sudah dibagi dalam tiga zona, yakni merah, zona tertutup untuk digali batu baranya. Zona kuning bol;eh ditambang batu baranya dengan memberitahukan terlebih dahulu ke Pertamina, dan zona hijau bebas ditambang. “Persoalannya wilayah yang potensial untuk dibor mencari minyak berada di zona hijau IUP Batu Bara,” kata Januar.
Sedangkan stafnya, Leo Adi Perkasa di Bagian Legal dan Relation mengungkapkan, kawasan yang potensial untuk dibor karena diduga kuat masih menyimpan minyak berada dalam kawasan pertambangan batu bara yang sudah diekploitasi dan lahannya sudah berantakan dan cerukan bekas tambang batu bara itu ada yang mencapai 140 meter.
“Kita sulit bekerja dalam cerukan sedalam itu, dan bagaimana memasukkan alat bor ke dalam cerukan, atau bekas galian sedalam 140 meter,” katanya.#Into
Comments are closed.