SAMARINDA.BERITAKALTIM.Com-Tak tercapainya target penerimaan daerah dari dana bagi hasil sumberdaya alam di tahun 2015 dan membuat keuangan daerah shock berat, tidak terlepas dari faktor pengusaha yang menunggak kewajiban keuangannya ke negara.
“Ini sudah menjadi persoalan sejak tahun 2013 dan belum klier hingga sekarang. Akibatnya hak daerah dari bagi hasil SDA tahun 2015 lepas dari target yang sudah ditetapkan di APBN dan dimasukkan besarannya di APBD Kabupaten/Kota maupun APBD Provinsi Kaltim,” kata Senci Han, pemerhati masalah keuangan dan kebijakan fiskal.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.07/2015 tanggal 18 Maret 2015, tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota diungkap,
rincian kurang bayar DBH SDA tahun 2013 yg berpengaruh ke anggaran 2015 secara nasional Rp 11, 945 triliun.
Rincian tagihan pemerintah ke pengusaha itu, terhadap pengusaha kehutanan Rp 337 miliar, pertambangan umum Rp 2,3 triliun (royalty-iuran tetap), perikanan Rp 31 miliar, minyak dan gas bumi Rp 8,9 triliun, dan panas bumi Rp 251 miliar.
Khusus dari Kaltim, jumlah total kewajiban pengusaha yang belum disetornya ke kas negara
Hingga tahun 2013 dan belum dilunasi sampai 2015 lebih kurang Rp3,2 triliun. Rinciannya dari usaha sektor kehutanan Rp80 miliar, pertambangan umum Rp901 miliar (royalty dan iuran tetap), perikanan Rp562 juta, dan terbesar dari usaha sektor migas Rp 2,3 triliun.
Adanya tunggakan pengusaha migas, batubara, dan kehutanan dalam jumlah triliunan rupiah ke negara, menurut Senci, suatu yang aneh dan tidak masuk akal, tapi lebih tidak masuk akal lagi, negara dalam hal ini pemerintah juga melakukan pembiaran.
Kalau tagihan pemerintah pusat ke pengusaha yang belum melunasi kewajibannya itu lancar dan berhasil di tahun 2015, otomatis Kaltim juga mendapat dana bagi hasilnya. “ Kaltim shock saat dana bagi hasil SDA tak masuk karena APBD 61%-70% ditopang dana bagi hasil,” ujarnya.
Menurut Senci, transfer dana bagi hasil ke daerah per 20 November 2015 jumlahnya baru Rp 21,4 triliun. Sisanya yang masih ada Rp3 triliun, tidak diketahui apakah ada uangnya tapi terlambat disalurkan, dan nanti dikelompokkan dana kurang salur, atau benar-benar tidak ada karena target penerimaan secara nasional memang tidak tercapai. “Soal dana bagi hasil yang belum diterima daerah, belum ada penjelasan Kementerian Keuangan,” katanya.
Ia memperkirakan di tahun anggaran 2016 ini, kemungkinan besar realisasi penerimaan dana bagi hasil SDA juga berkurang, utamanya dari dana bagi hasil migas bagi enam daerah penghasil.
Penyebabanya adalah turunnya penerimaan negara dari sektor migas tahun 2015 dimana dipatok harga minyak 60 USD/barel tapi realisasinya lebih rendah dari 56 USD/barel setelah triwulan I dan II 2015.
“Daerah sangat penting selalu mengupdate data terkait bagi hasil dana perimbangan dan menuntut adanya transparansi penuh dari pemerintah pusat terkait informasi dana bagi hasil,” sarannya. #into
Comments are closed.