Sehari setelah Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail purna tugas sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda, di Lamin Etam Komplek Kantor Gubernur Jalan Gajah Mada berlangsung pelantikan Asisten IV Setprov Kaltim, Meiliana. Perempuan yang merintis karir dari zaman Gubernur HM Ardans SH ini resmi dilantik menjadi Penjabat (Pj) Wali Kota Samarinda, Selasa (24/11/2015).
Meiliana dilantik oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Setidaknya ada tiga pesan yang jelas terdengar disampaikan Gubernur. Pertama, jalankan roda pemerintahan di Samarinda. Kedua pastikan Pilkada yang digelar 9 Desember mendatang berjalan lancar dan ketiga jadikan Samarinda menarik bagi investor.
Tak berlama-lama. Meilina langsung bergerak. Selain konsolidasi birokrasi, ia berjanji menuntaskan masalah lubang tambang batu bara di Samarinda. Isu ini sudah sangat santer. Mengundang perhatian beberapa Menteri Kabinet Kerja. Mulai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, serta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
Semua mentul. Jumlah korban terus bertambah. Selama 5 tahun tercatat sudah 12 nyawa melayang. Semuanya anak-anak yang bermain dan mandi di kolam eks tambang batu bara.
Warga Samarinda nyaris putus asa. Berbagai tekanan kepada pemerintah seperti tidak mempan. Pengusaha pertambangan batu bara tetap tidak menutup lubang-lubang eks galian tambangnya. Kalau ditotal, jumlahnya masih ada 150 lubang tambang. Sebagian besar masih menganga.
Gebrakan Meiliana, walau baru sebatas niat, sudah memberi angin segar bagi warga Samarinda. Publik rata-rata percaya masalah lubang tambang batu bara itu bisa dituntaskan oleh pemerintah. Kenapa selama ini pemerintahan Syaharie Jaang – Nusyirwan Ismail tidak mampu memaksa pengusaha tambang batu bara menutupan lubangnya? Hal itu yang mengundang pertanyaan warga; ada apa?
Meiliana langsung kasih deadline. Dalam seminggu semua lubang tambang harus sudah ditutup. Kalau tidak maka pemerintah memperkarakan secara hukum. Dalam istilah Meiliana, perusahaan yang masih bandel berarti sengaja cari masalah.
Kegeraman Meiliana sudah terasa sejak hari pertama ia dilantik. Melalui wawancara di RRI (Radio Republik Indonesia) Samarinda, ia sudah melontarkan keprihatinan karena kasus lubang tambang semakin memakan korban jiwa. Sebagai seorang ibu, ia merasakan bagaimana sedihnya jika anak meninggal dunia karena tenggelam di kolam tambang batu bara.
Nada suaranya tiba-tiba meninggi. Ia menyimpulkan ada kelalaian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sehingga perusahaan dibiarkan tidak menutup lubang tambang hingga bertahun-tahun.
“Kalau izin dicabut belum cukup, kami siapkan sanksi lain yang lebih tegas jika lalai melaksanakan kewajibannya seperti ini,” ujar May, panggilan akrabnya.
Harapan masyarakat Samarinda mengakhiri momok lubang tambang yang mengancam nyawa, diletakkan kepada Pj Wali Kota Samarinda, Meiliana. Di media sosial, dukungan mengalir luar biasa. Mereka memuji keberanian Ibu Pj Wali Kota. Ayo Bu, warga mendukungmu! #
===///////////////////////////////==================================================================
Baru Niat, Pj Banjir Pujian
Setelah blusukan ke kolam tambang batu bara PT Transisi Energi Satunama (TES) yang memakan korban Aprilia Wulandari (13), Pj Wali Kota Samarinda mengultimatum perusahaan tambang agar menutup kolamnya.
Selasa, 24 November 2015, Penjabat (Pj) Walikota Samarinda Meliana resmi dilantik oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Lamin Etam kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada. Sesaat setelah bersalam-salaman dengan undangan, termasuk dengan Syaharie Jaang, mantan Wali Kota Samarinda, Meiliana langsung menggeber.
Kasus lubang tambang jadi perhatiannya. Rupanya sejak bertugas di Pemprov dia sudah gemes dengan tidak adanya langkah Pemerintah Kota Samarinda untuk memberesi lubang-lubang tambang yang telah memakan korban 12 nyawa anak-anak.
“Setelah ikut apel, baru kita bergerak. Kemanalah arah kaki saya nanti. Sesuai arahan pak gubernur tadi, ada dua titik yang Insya Allah akan saya tinjau,” katanya.
Tugas dari Gubernur Kaltim kepada Meiliana memang bukan sekadar mensukseskan Pilkada yang digelar 9 Desember 2015. Tapi juga membuat konsep dan strategi Samarinda ke depan. Termasuk untuk membahas APBD Samarinda tahun 2016 yang belum disahkan.
Walau ini pengalaman pertama memimpin sebuah kota yang kebetulan menjadi ibukota provinsi pula, Meliana optimistis semua masalah kota teratasi sepanjang ada kebersamaan dari semua pihak.
Intinya, kata Meliana, komunikasi yang baik antara sesama dan bagaimana pemimpin mau turun langsung untuk melihat kondisi di lapangan.
“Orang Samarinda yang saya tahu, mudah kok untuk diajak begotong-royong. Cuma, kemauan kita saja lagi nanti. Kemampuan pemimpinnya, mau nggak turun?,” katanya.
Soal turun ke lapangan itu ia buktikan. Tak kenal hari libur, ia mendatangi lokasi tambang tempat tenggelamnya Aprilia Wulandari (13). Ini korban ke 12 yang terjadi hanya beberapa hari sebelum ia dilantik.
Lokasi lubang tambang itu ada Kelurahan Lok Bahu, Sungai Kunjang. Menurut Sukarman, ketua RT 18 di situ, di kawasan dekat pemukiman itu tak hanya ada kolam tambang perusahaan PT Transisi Energi Satunama (TES) yang menewaskan Aprilia, tetapi masih ada satu lubang lagi yang sangat berbahaya. Lubang itu sudah sekitar 2 tahun dibiarkan menganga tanpa pengaman dan lokasinya sangat dekat dengan rumah dan dua sekolah.
Warga kata Sukarman, sudah lelah bertahun-tahun mengadu ke Pemkot Samarinda, namun tak kunjung mendapat respon.
“Sudah tiga tahun kami meminta untuk ditutup. Tapi tidak juga,” katanya.
Setelah melihat langsung, Pj Wali Kota Samarinda Meiliana mengakui bahwa pengamanan di lokasi lubang memang sangat minim.
“Kelemahannya perusahaan, lupa memagar begitu saja. Kalau kemarin memagarnya bagus, buat gambar tengkorak, berbahaya, jadi anak-anak takut,” katanya.
Pihaknya kata Meiliana, memberikan waktu sesuai yang dibutuhkan perusahaan yakni tiga minggu. Selanjutnya, dia akan kembali turun untuk melihat hasil di lapangan. Jika memang tidak terpenuhi kata dia, pihaknya siap membawa permasalahan ini ke ranah hukum.
Tindakan tegas Meiliana, lantaran adanya suport dari Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak untuk mencabut izin PT TES. Asisten Administrasi Umum Pemprov Kaltim tersebut menyebut ada kelalaian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sehingga perusahaan dibiarkan tidak menutup lubang tambang hingga bertahun-tahun.
Deadline yang diberikan Meiliana segera mendapat dukungan publik. Di media sosial tercermin warga Samarinda menaruh harapan tidak ada lagi korban nyawa di kolam-kolam maut tersebut.
Sebab, sejak lima tahun terakhir, menurut data JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), sudah 12 nyawa anak-anak yang melayang di kolam tambang eks batu bara. Kolam-kolam maut itu menelan korban karena pihak perusahaan tidak menjaga dengan baik, seperti memagari atau menutup kembali setelah ditambang. Setidaknya ada 150 lubang tambang batu bara yang belum tertutup di Samarinda.
Di media sosial faceebok, sambutan positif warga mengalir. Akun Andrea Rea mengatakan, memang mungkin sebaiknya seorang ibu yang memimpin kota ini karena dia lebih tahu apa yang diperlukan anak-anaknya. Bapak-bapaknya mengaminkan saja.
Akun Desy Yulianie menyambutnya dengan menuliskan; Saya suka banget ama ini ibu .. #myIdoL’. Kemudian akun Haji Poan mengomentari; mantap Bu Meliana, seandainya jadi Pj. Bupati di Kukar lebih mantap, karena lebih banyak lubang di sana.
Anggota DPRD Kaltim Baharuddin Demmu mengomentari; Lanjutkan Bu Meliana, dasarnya aturan UU tambang Bu. Kemudian akun Farianto menambahkan; Pukul rata aja Bu Meliana, jangan takut walaupun itu punya orang kuat di Samarinda.
Tak kalah seru komentar dari Wakil Ketua DPRD Samarinda, Siswadi. Mantan Ketua DPRD Samarinda periode lalu ini menanggapi seperti bercanda. “Mungkin Bu Meliana belum tahu siapa yang punya (lahan tambang-red) hehehe,” ujarnya.
Berikut sebagian dukungan kepada Pj Walikota Samarinda, Meiliana;
-Rita Laxmi: Bu mei…ketegasan dan sangsi sangat diperlukan…menghadapi orang 2 yg tdk bertanggubg jawab…
-Ady Fatoni · walikota beri warning kita dukung. biar tdk ada korban lg
-Yanita Adnan · Cck dan tepat sdh jd walikota …. sosok ini yg dicari dan diharapkan masyarakat
-Guntur Sahara · Maju terus Bu Walikota ttup semua sekalian SKM. Liat Sampah bnyk.
-Moh Nurdin: bagus…mantap….jadi pemimping hrs seperti itu…..uu jalankan….peraturan jalan….libas aja yg penting utk kepentingan dan kebaikan masyarakat…..jangan dengarkan org yg buta tuli….maju terus pantang mundur…. #les
==///////==============/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Di Mana Dana Jamrek?
Di balik desakan penutupan lubang tambang batu bara yang jumlahnya menurut JATAM masih 150 lubang di Samaarinda, muncul curiga tentang dana Jamrek alias jaminan reklamasi.
Dana Jamrek diberikan pengusaha kepada pemerintah ketika pertama kali hendak beroperasi menambang batu bara. Jumlahnya bervariasi tergantung dari luas areal tambang yang dikuasai dan akan ditambang. Singkat cerita, konon ada Rp80 miliar dana pengusaha tambang batu bara Samarinda itu dikuasai pemerintah dan ditaruh di bank.
Karena alasan ada dana Jamrek itu membuat sebagian pengusaha tidak menutup bekas galian tambangnya. Sampai akhirnya menelan korban `12 nyawa anak-anak.
Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Samarinda Hery Suryansyah, menyangkut kewajiban menutup lubang tambang, termasuk untuk memastikan keamanan merupakan tanggung jawab perusahaan pemilik izin usaha pertambangan (IUP).
Hanya saja, selama ini kepercayaan pemerintah tersebut malah diabaikan perusahaan. Pihaknya bahkan sering menemukan metode menambang tidak sesuai perencanaan.
“Seharusnya menutup lubang dilakukan sebelum membuka tambang baru. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Karena harus diakui biaya yang digunakan untuk menutup lubang tambang juga sangat mahal,” kata Hery.
Bagaimana dengan dana Jamrek?
Dalam pandangan Hery, dalam aturan dana Jamrek itu tidak terdapat biaya untuk menutup lubang bekas tambang. Yang ada Hanya untuk memulihkan kembali lahan, perbaikan drainase, dan vegetasi hutan. Namun, kewajiban yang seharusnya dilakukan perusahaan tambang tersebut malah ditinggalkan begitu saja.
Ulah pengusaha tambang itu memang nakal. Sebab, faktanya setelah menambang tidak ada komitmen dari perusahaan. Justru yang terjadi pengusaha perusahaan tambang melarikan diri.
Dari dana Jamrek sebesar Rp80 miliar, menurut Hery, tidak cukup untuk menutup lubang bekas tambang.
“Jaminan bukan berarti menghilangkan kewajiban perusahaan. Lagi pula duit Rp 80 miliar sudah pasti tidak cukup untuk menutup 79 lubang tambang di Samarinda saat ini,” tuturnya.
Larinya pengusaha dari kewajiban menutup lubang tambang, menurut Kepala Distamben Kaltim Amrullah, umumnya disebabkan besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk menutup sebuah lubang tambang tidak sesuai lagi dengan Jamrek yang diberikan.
Ketika menyetor Jamrek, hitungannya berdasarkan luasan dan kedalaman lahan tambang. Dari luasan itu diketahui berapa kubik tanah yang diperlukan.
“Itu biasanya akan terlihat dari RPT (rencana penutupan tambang) atau RR (rencana reklamasi) yang biasanya sudah dijelaskan sebelum tambang beroperasi,” ujar Amrullah.
Pandangan lain dari mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Samarinda Endang Liansyah. Ia menggambarkan untuk menutup area lubang tambang seluas 1 hektare dengan kedalaman 30 meter dan jarak disposal (tanah uruk ke lubang tambang) 500 meter memerlukan biaya sekitar Rp 1,3 miliar.
“Tinggal dikalikan saja untuk tambang di Samarinda yang luasnya sampai 10 hektare dan dalam lebih dari 60 meter berapa biayanya. Jelas tidak cukup Rp 80 miliar itu,” terang Endang.
Staf ahli bidang pembangunan Pemkot Samarinda itu menyebut, ada kelemahan hukum dalam jaminan reklamasi. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 2 Tahun 2012 lampiran 2 tentang Indikator Ramah Lingkungan Untuk Usaha dan/ atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara, perusahaan tambang boleh membiarkan 30 area konsesi tanpa reklamasi.
“Peraturan ini jadi salah satu payung hukum bagi perusahaan nakal yang tidak mau melakukan reklamasi,” ujar Endang. #oi
=====/////////////////////=================================================================================================
Komnas HAM Pun Marah
Para orangtua dari anak-anak yang mati tenggelam di kolam tambang batubara memberikan testimoni kepada Komnas HAM. Kesimpulannya; Samarinda layak diberi label Kota Jahat HAM.
Kesedihan masih terlihat di wajah Mulyadi dan istrinya Muliana. Pasangan suami istri ini adalah orangtua dari Aprilia Wulandari (13), bocah yang ditemukan terbujur kaku di dasar kolam eks tambang milik PT Transisi Energi Satunama (TES) di kawasan Lok Bahu Samarinda, beberapa hari lalu.
Saat bertemu dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asazi Manusia (Komnas HAM) Nurcholish di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (26/11/2015), Mulyadi dan Muliana tak kuasa untuk sekedar memberikan testimoni.
Padahal, testimoni tersebut diperlukan Komnas HAM untuk menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN), Bisnis dan HAM 2016.
“Saya tidak kuat. Inikan baru tujuh hari anak (Aprilia) saya dimakamkan,” kata Muliana kepada Wartawan yang menemuinya seusai acara, sambil memeluk putra kecilnya, adik korban Aprilia.
Muliana masih terkenang sosok Aprilia yang pendiam dan penurut. “Aprilia itu rajin kalau disuruh membantu. Pulang sekolah dia biasa bantu saya jaga warung,” kenang Muliana.
Peristiwa tragis yang menimpa Aprilia tak pernah terbayang sebelumnya di benak Muliana. “Dia tidak bisa berenang. Saat itu dia hanya diajak teman-temannya,” katanya lagi.
Muliana lantas menuturkan awal mula kejadian pilu yang menimpa keluarganya tersebut. “Waktu itu, saya curiga, sudah jam 13.00 lewat tapi Aprilia belum pulang,” katanya.
Muliana berinisiatif menghubungi ponsel Aprilia. Ia pun kaget lantaran yang mengangkat ponsel Aprilia ternyata seorang pria.
“Pria itu yang kasih kabar ke saya, kemungkinan anak saya tenggelam, karena pakaian sekolah dan tasnya ditemukan di tepi kolam,” katanya lagi.
Bak disambar geledek, hati Muliana berkecamuk. Ia langsung menghubungi Mulyadi, suaminya yang saat itu bekerja sebagai sopir angkot.
“Saya langsung ke danau (kolam tambang) sama Bapaknya (Mulyadi),” tutur Muliana.
Sebelum Muliana, Rahmawati, Ibu dari M Raihan Saputra lebih dulu menyampaikan testimoni. Suara Rahmawati bergetar saat diminta menyampaikan testimoni .
“Saya Ibu dari M Raihan Saputra, korban ke-9 yang meninggal di kolam tambang,” kata Rahmawati, mengenalkan diri kepada peserta konsultasi publik, penyusunan RAN Bisnis dan HAM.
Suara Rahmawati mulai terbata, kala mengingat kepergian putra tercintanya yang ditemukan terbujur kaku di kedalaman 8 meter di kolam tambang milik PT Graha Benua Etam, Desember setahun lalu.
Beberapa kali Rahmawati terlihat berhenti bicara untuk sekadar menenangkan diri, agar tak terbawa suasana kelam yang pernah dialaminya.
“Saya menggalang petisi. Supaya cukup saya saja yang merasakan perihnya kehilangan anak. Ehh sekalinya, masih ada tiga korban lagi, setelah anak saya,” sebut Rahmawati.
Perjalanan Rahmawati mencari keadilan terbilang panjang. Selain menggalang petisi, Rahmawati juga pernah bertatap muka dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Maret lalu, menyampaikan peristiwa yang menimpa putranya.
Di kesempatan penyampaian testimoni itu, Rahmawati tidak sanggup berbicara banyak. Hal yang sama juga dialami Nuraini, Ibu dari Ardi (10). Belum juga berbicara, mata Nuraini sudah terlihat berkaca-kaca.
“Nama anak saya Ardi, yang tenggelam di kolam PT CEM (Cahaya Energi Mandiri),” kata Nuraini sambil menyeka air matanya yang mulai mengalir di kedua pipi, menggunakan jilbabnya.
Nuraini berharap ada keadilan yang ditegakkan atas tewasnya Ardi. “Saya minta keadilan untuk anak saya yang meninggal. Saya juga berharap kolam-kolam tambang ditutup,” kata Nuraini.
Selepas itu, Nuraini terdiam sejenak sambil kembali menyeka air matanya. Nuraini coba kembali meraih pengeras suara dihadapannya. Namun, wanita berjilbab ini rupanya sudah tak mampu berbicara lagi.
Ketua Komnas HAM Nurkholis langsung mengambil pengeras suara di hadapannya setelah mendengar testimoni dari orangtua yang anaknya meninggal di kolam tambang di Samarinda.
“Biar saya komentari dulu yang korban meninggal ini. Yang meninggal ini semuanya anak-anak ya?” tanya Nurkholis.
Nada suasanya mulai meninggi. Tanpa ragu, Nurcholis pun menyebut Samarinda bisa saja diberi label kota yang paling jahat HAM (Hak Azasi Manusia).
“Ya bisa saja. Karena bisa kena dua perkara langsung. Menyebabkan 12 orang meninggal, dan semua korbannya anak-anak,” tegas Nurkholis.
Di konsultasi publik mengenai RAN Bisnis dan HAM itu, Nurkholis meminta perusahaan tambang mengerahkan sumber daya untuk mencegah jatuhnya korban tambang lainnya.
“Ini Ketua Komnas HAM yang meminta. Sebenarnya yang harus meminta ini pemerintah. Tapi pemerintah ini di bawah kendali perusahaan. Kalau sudah diminta baik-baik tapi tidak dilaksanakan, tentu nanti kita (Komnas HAM) akan berhadap-hadapan dengan perusahaan. Kita kasih kesempatan dulu perusahaan memperbaiki,” ucap Nurkholis.
Nurkholis mengaku prihatin dengan rentetan korban tambang di Samarinda yang jumlahnya genap selusin.
“Saya bisa merasakan kepedihan bapak ibu yang kehilangan anak. Hanya persoalannya, sanksi hukum kita paling hanya bisa menyentuh manajer lapangan.
Tidak pernah sampai ke komisaris. Seharusnya, siapa yang paling banyak merasakan keuntungan korporasi, itulah yang paling bertanggungjawab jika ada musibah,” urainya.
Konsultasi publik juga dihadiri perwakilan perusahaan tambang raksasa di Kaltim, antara lain Kideco, KPC, Bukit Asam dan perusahaan migas lainnya.
Proses hukum yang tidak berjalan dalam kasus tewasnya bocah di lubang tambang rupanya tidak mengagetkan Nurkholis.
“Faktanya, di negara kita pemerintah memang kalah kuasa dibandingkan korporasi. Dalam penentuan kebijakan harus diakui negara masih diatur korporasi,” tutur Nurkholis.
Sejatinya, Komnas HAM sudah menerbitkan rekomendasi mengenai jatuhnya korban akibat operasi pertambangan di Kaltim. Isi rekomendasi tersebut yakni meminta Pemda di Kaltim menutup lubang tambang. Supaya kejadian tidak berulang. #ol
===////////////////======================================================================================================
Ubah Lubang Tambang
Di Kutai Timur, Kaltim Prima Coal mengubah lubang tambang jadi kolam tambak ikan dan peternakan sapi.
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengakui pesatnya pembangunan Kota Samarinda. Namun kemajuan pembangunan itu dinilai masih jauh dari harapan, lantaran Samarinda merupakan Ibukota Provinsi Kaltim.
Menurut Awang, Samarinda kerap dilanda bencana mengingat pengelolaan lingkungan hidup yang belum tepat.
“Tambang banyak yang tidak perhatikan lingkungan. Makanya saya restui BLH (Badan Lingkungan Hidup) mencabut izin tambang yang menyebabkan korban tewas,” kata Awang.
Awang menaruh harapan kepada Penjabat (Pj) Wali Kota Samarinda Meiliana dan Wali Kota Samarinda terpilih nantinya bisa mengurai persoalan lingkungan yang diakibatkan oleh tambang. “Segera saja Pj Walikota berkoordinasi dengan BLH dan Distamben,” papar Awang.
Puluhan lubang tambang di Samarinda dan daerah lainnya, kata Awang bisa dimanfaatkan untuk swasembada pangan. Caranya dengan membuat keramba apung.
Selain itu, kolam eks tambang juga bisa difungsikan sebagai embung atau tempat air, yang berguna untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan. “Jadi irigasi juga bisa,” tuturnya.
Sedangkan kawasan terganggu akibat tambang, menurut Awang harus direvegetasi atau ditanam ulang. “Karena banjir ini erat kaitannya dengan tambang.
Mengenai pemanfaatan kolam tambang batu bara, beberapa masyarakat sudah mencoba budidaya ikan di kolam-kolam bekas tambang yang ada di Samarinda. Ikan memang hidup dan berkembang seperti di kolam- kolam lainnya.
Namun sayangnya kata Ilhamdi Noor, anggota Komisi I DPRD Samarinda yang juga Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Samarinda, waktu pemeliharaannya menjadi lebih lama dan mencapai 3 kali lipat dari biasanya. Otomatis, biaya yang dikeluarkan seperti untuk pakan ikan juga meningkat.
“Bisa hidup, cuma lama,” katanya.
Idealnya kata dia, lubang-lubang tambang yang ada memang harus ditutup. Karena bila dibiarkan kata dia, akan menelan korban jiwa seperti yang terjadi baru-baru ini.
Di beberapa daerah lain kata dia, budidaya tanaman di kolam-kolam tambang yang sudah ditutup juga sudah mulai dilakukan.
Memang menurutnya, kolam yang sudah ditutup tidak bisa langsung ditanami dan harus ada perlakukan khusus. Bila memang lubang tambang di Samarinda bisa ditutup kata dia, menanam di lahan tersebut bukan tidak mungkin untuk dicoba.
“Top soilnya (lapisan paling atas pada tanah) sudah nggak ada lagi,” katanya.
Bila lubang-lubang tambang ini ditutup kata dia, akan menambah luasan lahan pertanian di Samarinda yang sebelumnya sudah menyusut dari sekitar 10 ribu hektar menjadi hanya 2.500 hektar akibat pertambangan batubara, pembangunan perumahan dan faktor-faktor lainnya.
Sudah ada eks kolam tambang diubah jadi kolam ikan di Kutai Timur. Namanya Telaga Batu Arang. Sebuah telaga dengan air yang berwarna kehijauan dan dipadati oleh ikan air tawar. Tepatnya di kawasan Jl Poros Sangatta-Rantau Pulung, Kabupaten Kutai Timur.
Dulunya telaga ini lubang besar menganga beratus meter dari permukaan bumi, yang isinya telah dikeruk habis. Sekarang sudah menjadi tempat peternakan ikan air tawar yang ke depan bakal menjadi tempat wisata alternatif di Sangatta.
Telaga ini memiliki dermaga dan jembatan yang menjorok ke tengah. Sedikit ke tengah, terdapat puluhan karamba berisi ikan patin. Sedangkan di dalam telaganya sendiri, beragam ikan air tawar terlihat memadati telaga.
Genta Genita, Supervisor Pengembangan Usaha Lokal PT KPC mengatakan Telaga Batu Arang adalah lubang tambang yang sebelumnya digali untuk diambil batubaranya. Kemudian lubang dibiarkan terbuka sambil diperbaiki di area sekitarnya dengan menanam pepohonan yang sesuai dengan kondisi alam Kaltim.
”Dari situ, secara perlahan, air mulai masuk. Jadi, air di telaga ini bukan air buatan, tapi air dari alam juga yang lama kelamaan menjadi danau,” ungkap Genta.
Melihat itu, tim lingkungan PT KPC menilai ada potensi untuk menjadi tempat wisata sesuai dengan Rencana Penutupan Tambang (RPT).
“Kita lakukan tes dengan memasukkan ikan ke dalamnya. Kemudian selama 15 tahun terakhir, kita selalu lakukan tes untuk kondisi air maupun tanahnya.
Setelah 10 tahun terakhir, ternyata kondisi air dan tanah sudah masuk kategori aman. Ikan berkembang biak dengan baik, dan kita juga sekarang mengembangkan fortafier, yakni pengolahan air dari danau untuk langsung diminum. Tidak ada masalah,” ujar Genta seperti dikutip dari sebuah koran harian di Kaltim.
Di kawasan itu ada juga lahan bekas tambang menjadi Peternakan Sapi Terpadu atau disingkat PESAT, yang berada di area D2 Murung, Jl Poros Sangatta-Rantau Pulung. Area tersebut merupakan bagian dari dumping area Pit Surya yang mulai direklamasi pada 1998.
Di atas lahan seluas 22 hektar dikembangkan peternakan sapi yang dilengkapi dengan lahan pengembalaan seluas 14 hektar, area kebun rumput gajah seluas 2 hektar, embung air seluas 1 hektar dan ada fasilitas kandang yang tersambung dengan fasilitas pengolahan kotoran sapi menjadi biogas. Ada sekitar 300 sapi, baik sapi ternak, penggemukan hingga sapi perah. #oi
===////////////////////////////////
Sejak 2011-2015 sudah 12 Anak tewas tenggelam di lubang tambang.
- Junaidi (13),
- Ramadhani (11),
- Miftahul Jannah (10),
- Dede Rahmat (6)
- Emaliya Raya Dinata (6)
- Maulana Mahendra (11)
- Eza (7)
- Nadia Zaskia Putri (10)
- Muhammad Raihan Saputra (10).
- Ardi (13),
- Aimar Yusu (11)
- Aprilia Wulandari (13)
=========//
//
#SAMARINDABERKABUNG
Aksi damai dilakukan aktivis lingkungan di Samarinda. Mereka membawa foto 12 anak yang menjadi korban tambang batu bara di depan Kantor Wali Kota Samarinda.
Para aktivis yang membawa payung dan berbaju hitam mengkampanyekan solidaritas terhadap para keluarga korban anak-anak di lubang tambang dengan kalimat #SAMARINDABERKABUNG.
Korban ke 12 adalah Aprilia Wulandari, siswi kelas 1 SMPN 25 di Jalan M Said, Sungai Kunjang.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mengecam pengusaha tambang dan pemerintah. Pengusaha dinilai melanggar Keputusan Menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995. Sejak awal tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.
Merah Johansyah, Dinamisator JATAK Kaltim melihat, jarak lubang tambang dengan pemukiman dan rumah penduduk terdekat jelas diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012, tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara. Dalam peraturan itu, jarak minimal lubang galian dengan permukiman warga yakni 500 meter.
Lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga dan diisi air bak danau ini juga kata Merah, menurut informasi warga sekitar sudah dibiarkan selama 2 tahun. Hal ini kata dia, melanggar Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010, bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib di reklamasi.
Merah meyakini kepada Wali Kota Samarinda dan Distamben Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur “barang siapa”, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang”, “tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “ mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi.
“Wali Kota Samarinda dan Gubernur Kaltim harus bertanggungjawab dan ikut dihukum, Gubernur Kaltim turut bertanggungjawab karena sesuai UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah,” katanya. #he
Comments are closed.