BeritaKaltim.Co

Bulungan Terancam Gagal Jadi Lumbung Kedelai

 

Wakil Ketua DPRD Bulungan Faisal Fikri, S.Pd meninjau lokasi pertanian kedelai yang disulap menjadi tanaman karet.
Wakil Ketua DPRD Bulungan Faisal Fikri, S.Pd meninjau lokasi pertanian kedelai yang disulap menjadi tanaman karet.

TANJUNG SELOR, BERITAKALTIM.COM = Target Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan untuk menjadikan daerahnya sebagai lumbung kedelai sekaligus mendukung program ketahanan pangan yang diprogramkan pemerintah pusat, terancam gagal. Pasalnya, ratusan hektare lahan yang disulap menjadi kebun kedelai kini mulai menuai banyak masalah. Para petani pun akhirnya gigit jari.

Lantas, persoalan apakah yang dihadapi para petani kedelai ini di Bulungan?. Pengurus Koperasi Sejahtera Hasan mengatakan, persoalan yang kini dihadapi petani kedelai di Bulungan diantaranya, sulitnya memperoleh bibit dan pupuk saat memasuki musim tanam. Kalau pun bibit dan pupuk mudah diperoleh, itupun harganya cukup tinggi.

Oleh karena itu lanjut Hasan, banyak petani kedelai berencana banting setir ke petani padi sawah. Walaupun bercocok tanam padi sawah masih bergantung pada tadah hujan dan masa panennya juga masih setahun sekali, bagi petani tidak soal. Sebab memperoleh bibit padi tidak begitu sulit.

“jadi kalau dikatakan rencana Pemkab ingin menjadi lumbung ketahanan pangan, bisa saja ada betulnya. Buktinya, kedelai yang menjadi komoditi unggulan, kini terancam gagal,” katanya kepada beritakaltara.com di Tanjung Selor, Kamis (28/1/2016).

Petani kedelai yang sudah ancang-ancang banti setir ke petani padi sawah ialah petani dari Tanjung Buka, Kecamatan Tanjung Selor Timur. Sebagian besar petani kedelai di Tanjung Buka, mulai tahun ini akan kembali menanam padi karena kedelai sudah tidak bisa diandalkan dalam menopang kebutuhan rumah tangga.

Alasan lain kenapa kedelai ini terancam ditinggalkan petani, diakui oleh Hasan, selain bibit dan pupuk yang jadi persoalan tersebut juga harga kedelai saat ini sangat terpuruk. Bayangkan, harga perkolinya saja sekarang ini berada dilevel paling buruk yakni Rp4.300/Kg. Dengan harga sebesar itu, petani mengaku rugi. Rugi tenaga, rugi biaya operasional. Apalagi harga pupuk jauh lebih mahal.

“Sudah mahal, langka lagi. Ini yang jadi masalah,” kata Hasan lagi.

Selain beberapa persoalan yang dihadapi diatas, tidak aktifnya petugas penyuluh lapangan pertanian juga menjadi persoalan lain yang dihadapi petani. Petugas penyuluh pertanian tidak pernah hadir di tengah petani sehingga tidak bisa memberikan solusi kepada petani terkait masalah yang tengah dihadapinya.

Lantas apa komentar Pemkab Bulungan yakni Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bulungan?. Sayangnya hingga berita ini ditulis, belum berhasil dikonfirmasi. Informasi diperoleh dari salah satu karyawannya, menyatakan pimpinannya sedang DL (dinas luar). #ISM

Comments are closed.