OLEH ETHA RIMBA. P (*)

WALAUPUN hanya bertemu Mahatma Gandhi dalam bentuk “Patung Lilin Ala Madame Tussaud” beberapa waktu lalu, tetap saja membuat saya exciting; alasan pertama karena Beliau adalah salah satu Tokoh yang sangat saya idolakan, He is my truly inspiration alsomy mentor yang membuat saya melihat “Proses atau Hasil?” Dengan cara yang berbeda. Secondly, memory akan Mahatma Gandhi selalu membuat saya tersadar bahwa saya masih sangat jauh tertinggal dan harus cepat-cepat move on untuk bisa catch-up.
“Yang penting prosesnya, bukan hasilnya” versus “Pokoknya yang dinilai adalah hasilnya”, dua pernyataan ini kontrakdiktif bukan? Di satu sisi kita diminta untuk memahami bahwa dalam setiap hal yang kita kerjakan yang terpenting adalah “how we do, not the result”, “the result will come as reward”; yang terpenting adalah bagaimana kita menikmati setiap prosesnya, “enjoy the journey”.
Di lain sisi; banyak kali kita harus berhadapan dengan realita bahwa yang dihitung, yang nilai, yang dilihat adalah result “they don’t even care how we make it”, orang-orang menunggu di garis finish dan menilai sebuah proses dari hasilnya.
“Confusing…” Saya memikirkan hal ini selama kurang lebih 2 minggu, seperti lalat yang sibuk terbang dan mengeluarkan suara yang sangat menggangu di otak-ku dan “Finally I met Gandhi, My Man”.
Sebuah film yang mengambarkan kehidupan dan perjuangan Gandhi dirilis tahun lalu; dan satu kesimpulan yang bisa saya ambil dari Perjuangan Gandhi dalam Kemerdekaan India adalah Gandhi sangat peduli dan menjaga “proses” perjuangannya dalam Kemerdekaan India.
Mahatma Gandhi, seorang lawyer terkenal lulusan Universitas di Inggris yang sudah malang melintang di dunia hukum sampai ke benua Afrika sampai-sampai harus rela hidup dalam penuh kesederhanaan; memakai kasut/alas kaki yang dia buat sendiri, memakai jubah dari kain yang dia pintal/anyam sendiri, duduk dan tidur di lantai karena “tidak bisa” membuat kursi dan kasur sendiri, demi menjaga sebuah “proses” perjuangan yang sedang ia kerjakan-“what a wonderful-amazing-antique person he is”.
Even mantan Presiden Iran yang terkenal sangat sederhana, Mahmud Ahmadinejad (terbukti dari salah satu foto yang beredar di dunia maya bagaimana sang Presiden tidur hanya beralaskan karpet); menurut saya masih jauh tertinggal di belakang Gandhi kalau bicara soal “living in a extreem way”.
Beberapa kali Gandhi “harus” berpuasa makan dan minum sampai-sampai hampir mati demi membuat Orang Inggris berhenti menjajah India dan memenuhi janji mereka untuk memberikan kemerdekaan pada India. Beberapa “loyalis” Gandhi sering “gregetan” dengan sikap Gandhi dan memilih untuk mengambil jalan yang berbeda, mencoba untuk merubah “proses”, keluar dari skenario dengan cara melakukan kekerasan dalam perlawanan terhadap Inggris.
Kekerasan dalam perjuangan tidak membuat Gandhi senang; sebaliknya Gandhi marah, sedih, kecewa dengan “proses perjuangan yang terlukai”, ia protes berat dengan “penyimpangan” yang coba dilakukan oleh kawan-kawan seperjuangannya. Baginya, perjuangan tanpa kekerasan adalah “fixed price” alias harga mati, tidak bisa ditawar-tawar; ia meyakini sepenuhnya bahwa kemerdekaan India akan menjadi “Reward” bagi perjuangan tanpa kekerasan ini.
“I’m wondering”, apa yang membuat Gandhi begitu yakin bahwa Kemerdekaan sebagai “Reward” pasti akan diperoleh Rakyat India jika mereka sabar, “persistent”, dan setia dalam perjuangan tanpa kekerasan?.Yes, Gandhi is one of the few people who had strong believe in process.”Do Our Best and Let GOD do the Rest”, lakukan yang menjadi tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya dan Tuhan akan mengerjakan sisanya (baca: hal-hal yang tidak sanggup kita kerjakan).
Mahatma Gandhi adalah orang yang yakin bahwa PROSES menjadi tanggung jawab manusia, tetapi HASIL merupakan otoritas/hak penuh Sang Pemilik Hidup, Tuhan Yang Maha Kuasa; karenanya ia selalu menjaga dengan sangat hati-hati proses perjuangannya, karena baginya sebuah proses yang dikerjakan dengan sempurna pasti akan membuahkan hasil yang sempurna juga.
Terbukti pada tanggal 15 Agustus 20147 India memproklamirkan dirinya sebagai negara merdeka, sebuah negara yang independen; buah yang manis-hasil sebuah “proses” perjuangan yang panjang dan konsisten.
How about our life?, our plan for this year?, our commitment to change better?, normally setiap pergantian tahun selalu diisi dengan harapan baru, komitmen baru, janji perubahan yang baru, dan seterusnya dan seterusnya. Tak peduli dengan harga minyak bumi yang mendekati 25 usd/barrel atau harga batu-bara yang terus terjun bebas, atau harga tembaga yang terperosok jauh (menurut informasi pasar komoditi merupakan harga terburuk sejak tahun 2009), PHK massal yang terjadi dan kemungkinan untuk terus terjadi di semua jenis usaha (mining, oil and gas, manufacture, bank, consumer goods),even moratorium yang dikeluarkan oleh Kementerian Aparatur Negara yang telah disetujui oleh Komisi II DPR RI soal tidak adanya penerimaan PNS hingga beberapa tahun ke depan dan pupusnya harapan kawan-kawan kita yang bekerja sebagai tenaga honor untuk diangkat menjadi PNS (baca: Pegawai Negeri Sipil)… Harapan dan keinginan akan kehidupan yang lebih baik di tahun baru pastilah tetap dikumandangkan dalam doa-doa di tahun baru kemarin, tercatat dalam diary dan agenda kerja kita tahun 2016.
Bagaimana mungkin bisa reach the goal dengan keadaaan yang sulit seperti saat ini? It’s seems imposible, “bisa berada dalam keadaan yang sama saja sudah hebat dan sangat bersyukur”, ucap seorang kawan saja, “boro-boro berharap lebih”. Then it comes again to my head… Do Our Best dan Let GOD Do the Rest. Indeed, kerjakan apa yang menjadi tugas kita, lakukan setiap proses dengan sebaik-baiknya, with all of our heart, body, and soul.
“Bersemangat dalam bekerja, tetap fokus, disiplin yang tinggi, dan memberikan yang terbaik akan membuat kita menjadi The Best” (kata-kata ini saya kutip dari seorang kawan yang menyampaikan “pidato perpisahan” di acara farewell party beliau untuk pindah tempat bekerja dan menerima promosi di tempat bekerja yang baru).
My dear friends, this is the point… Let us do our best, not just do it; many people in this world from ages and century telah membuktikan bahwa yang namanya pohon kerja keras itu buahnya ranum dan manis; why don’t we plant it started from now on?. Lesson learn yang kita dapat dari Mahatma Gandhi, the Great Person with extraordinary life of style (baca: sederhana/humble) adalah jangan pernah mencederai “process of life”, niscaya at the end “Reward” akan menjadi bagian kita.
Seorang kawan saya pernah berkata: “saya tidak akan menyesal untuk sebuah hasil yang buruk, jelek, jauh dari harapan; tetapi saya pasti akan menyesal untuk sebuah effort (baca: usaha) yang tidak maksimal, menyesal ketika saya tidak memberikan dan mengusahakan yang terbaik.”
Happy New Year (from Me, Henry, Yesa, and Cello) to all of you My Wonderful Lovely Families dan Friends… I do pray for you that may GOD (The One who had the authorithy Of every lives) will give us the strenght to fulfill our liabilites doing every part of our life process in the best way dan surely give us the Reward as His never ending grace and love to all of us. Amen.
From now on, kita bisa berdiri tegap, mengangkat kepala kita dan berkata pada hidup bahwa kita siap mengerjakan tugas dan tanggung jawan dengan sebaik-baiknya, dan percaya penuh bahwa DIA, Sang Pemilik Hidup itu akan menganugerahkan sebuah hasil yang mengagumkan bagi setiap hidup kita di tahun 2016.
Carpe Diem-Seize The Day!!!!!
(*) Penulis Etha Rimba Paembonan, dr., MBA.
NOTE: Tulisan ini adalah hasil “provokasi” beberapa sahabat yang terus “nagih” kapan saya menulis lagi… Akhirnya di suatu pagi saya terbangun (tumben bisa bangun pagi-pagi) dan the idea just “pop-up” from my head, and here it is… Enjoy your reading…
Comments are closed.