Dahlan Iskan dan Jawa Pos
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Saat itu terdengar kabar bahwa Jawa Pos dibeli oleh Direktur Utama PT Grafiti Pers, Penerbit Tempo yaitu Eric Samola. Melihat prestasinya yang lumayan dan keinginan Dahlan untuk berbuat lebih, tahun 1982 ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos.
Awalnya koran Jawa Pos bernama Java Post kemudian diganti dengan Djawa Post dan diganti lagi menjadi Jawa Pos. Awalnya media masa Surabaya dikuasai oleh Surabaya Post dan Kompas. Saat Dahlan Iskan ditunjuk menjadi pimpinan Jawa Pos, Jawa Pos hampir bangkrut karena kalah bersaing. Perputarannya saja hanya 6.800 eksemplar. Namun Dahlan tidak berputus asa. Ia mencari akal untuk menyelamatkan Jawa Pos.
Ketika itu budaya membaca koran adalah di sore hari. Melihat ini muncullah ide cemerlang Dahlan. Ia memutuskan bahwa Jawa Pos akan diterbitkan dan dibagikan di pagi hari. Ide ini di gulirkan Dahlan agar Jawa Pos seakan-akan bisa memberikan berita lebih cepat dari koran lain.
Namun tidak semua stafnya menyetujui usul Dahlan karena bertentangan dengan kebiasaan masyarakat dalam membaca koran. Sore hari adalah saat santai, orang pulang kerja sembari santai dengan membaca koran. Sedangkan pagi hari, banyak orang diburu waktu untuk kerja. Mana mungkin ada waktu untuk membaca koran. Bagaimana nanti jika Jawa Pos tidak laku jika diterbitkan pagi hari. Begitulah argumen para stafnya yang tidak setuju dengan usul Dahlan.
Namun Dahlan tidak menyerah, justru inilah kesempatan Jawa Pos. Saat koran lain belum terbit, Jawa Pos mendahului untuk terbit dan dibagikan. Sehingga akan membentuk opini bahwa Jawa Pos lebih cepat meliput berita dan lebih cepat mengetahui berita dibandingkan koran lain. Persoalan kebiasaan membaca koran di sore hari itu pelan-pelan dapat di rubah di pagi hari. Tentunya orang akan lebih senang jika lebih cepat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat ketimbang yang terakhir tahu.
Akhirnya Jawa Pos terbit di pagi hari. Awalnya masyarakat kaget ada koran yang terbit di pagi hari. Tetapi dengan sabar Dahlan dan timnya mengedukasi masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Dahlan membentuk opini bahwa lebih cepat mengetahui berita yang up to date itu lebih cerdas dan lebih keren. Untuk hal ini Dahlan Iskan bahkan terjun langsung dalam memasarkan koran Jawa Pos.
Pelan-pelan Jawa Pos membiasakan masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Menerbitkan kkoran di pagi hari, Jawa Pos hampir tidak ada saingannya karena koran lain tetap terbit sore hari. Akhirnya dalam kurun waktu lima tahun yaitu 1982-1987 Jawa Pos berhasil terbit dengan oplah 126.000 eksemplar. Omset Jawa Pos naik 20 kali lipat dari omset ditahun pertama yaitu tahun 1982. Omset Jawa Pos mencapai 10,6 miliar. Dari surat kabar yang hampir gulung tikar, Dahlan Iskan menjadikan Jawa Pos menjadi surat kabar yang spektakuler dan Jawa Pos di bawah kepemimpinan Dahlan berhasil merubah kebiasaan masyarakat dari membaca koran di sore hari menjadi pagi hari.
Melihat keberhasilan Jawa Pos, koran lain yang awalnya terbit sore juga ikut-ikutan ter bit pagi karena takut kehilangan pasar.
Di tahun 1993 saat usianya mencapai 42 tahun, Dahlan mengundurkan diri menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum Jawa Pos karena ia ingin memberikan kesempatan pada orang yang lebih muda untuk berkarya.
Dahlan Iskan akhirnya fokus mengembangkan jaringan media Jawa Pos, yang awalnya hanya menerbitkan koran saja, Jawa Pos kemudian juga membuat majalah dan juga surat kabar daerah lain. Jaringan ini terkenal dengan nama Jawa Pos News Network (JPNN). JPNN adalah jaringan media terbesar di Indonesia saat ini dengan memimpin 190 surat kabar, tabloid dan majalah serta memiliki 40 percetakan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tahun 1997 Dahlan Iskan membangun gedung pencakar langit yang terkenal di Surabaya dengan nama Graha Pena. Gedung ini menjadi pusat aktivitas JPNN. Selain di Surabaya, Dahlan Iskan juga membangun gedung serupa di Jakarta mengingat Jakarta adalah ibukota Indonesia dan untuk lebih mengukuhkan keberadaan JPNN di tanah air.
Dahlan juga melirik media elektronik dengan mendirikan stasiun TV lokal surabaya yaitu JTV dan SBO, Batam yaitu Batam TV, di Pekanbaru yaitu Riau TV, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, dan Parahyangan TV di Bandung dan di kota-kota lainnya yang mencapai 34 stasiun televisi lokal.
“Jangan meletakkan semua telur di keranjang yang sama”, begitulah pepatah bisnis. Dahlan Iskan juga mempercayai pepatah itu. Ia mendiversifikasikan usahanya ke bisnis real estate dan hotel.
Selain itu Dahlan Iskan juga memiliki perusahaan yang berkaitan dengan listrik yaitu direktur pembangkit listrik swasta PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kelak mengapa Dahlan ditunjuk menjadi Direktur Utama PLN.
Comments are closed.