BeritaKaltim.Co

OPINI: Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail Membenahi Apa?

Oleh: Intoniswan #

intoniswanRabu (17/02) pasangan H Syaharie Jaang-H Nusyirwan Ismail kembali kejabatannya sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda untuk lima tahun kedua, setelah dilantik Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak.

Keduanya sudah sangat hapal masalah Samarinda, bahkan apa isi perut Samarinda hapal diluar kepala, tapi tidak mudah juga membenahi kota yang masalahnya sudah nyata, apalagi persepsi publik yang puas dengan yang tak puas dengan kinerja Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail, selisihnya sangat tipis sekali, seperti hasil survey tim keduanya sebelum Pilkada dilangsungkan 9 Desember lalu.

Mengurus kota Samarinda yang sudah masuk klasifikasi kota besar, karena penduduknya sudah diatas 500 ribu jiwa, atau kini sekitar 820 ribu jiwa, plus kota yang menjadi basis perdagangan, memang sangat menantang dan memerlukan pendekatan beragam.

Tapi supaya Samarinda ini benar-benar jadi kota modern, dimana cirinya adalah adanya keteraturan, tegaknya ketertiban umum, dan jadi kota mapan, artinya tidak mudah terguncang oleh berbagai perubahan, berdasarkan catatan saya, ada beberapa hal pokok yang harus dibenahi serius.

Pertama. Motto pasangan Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail adalah “Melayani Sepenuh Hati”. Faktanya tahun ini Ombudsman Perwakilan Kaltim memberi nilai merah untuk pelayanan publik. Pelayanan publik agar sesuai motto itulah yang perlu dibenahi. Caranya adalah menterjemahkan motto “Melayani Sepenuh Hati” itu ke dalam konsep yang mudah dipahami pegawai, lengkap dengan perilaku-perilaku yang harus menyertainya, ada standar operasionalnya, dan jelas prosedurnya.

Menjadi sangat lucu kita melihat banner di ruang-ruang SKPD bertuliskan “Melayani Sepenuh Hati” tapi saat masyarakat masuk ke SKPD itu tak ada satupun pegawai yang tergerak hatinya untuk senyum dan berdiri menyambut masyarakat, serta bertanya; “Apa yang bisa saya bantu?”.

Sikap cuek pegawai Pemkot Samarinda saat berhadapan dengan masyarakat yang ingin mendapatkan informasi saja, sudah menjadi penghalang bagi masyarakat mengatakan bahwa mereka sudah dilayani sepenuh hati.

Jadi yang perlu dibenahi adalah motto “Melayani Sepenuh Hati” itu diurai ke dalam SOP dan membangun karakter pegawai yang benar-benar ikhlas menemui masyarakat yang mencari informasi dan memerlukan pelayanan dari birokrasi.

samarinda kawasan kumuh s kr mumus web Kedua. Aparatur yang melaksanakan dan mengawasi ditegakkannya berbagai peraturan yang sudah menjadi Peraturan Daerah juga perlu dibenahi, supaya Perda menjadi punya kekuatan hukum dan berwibawa dimata masyarakat. Perkembangan kota yang begitu pesat, kadang membuat Perda yang sudah ada cepat usang, jadi untuk mengisi kekosongan, akan diperlukan banyak peraturan wali kota, atau surat keputusan wali kota agar kota tetap dalam genggaman pemerintah, bukan dalam genggaman para preman.

Hal-hal yang mendesak dibenahi atau diatur adalah keberadaan rumah sewaan dan guest house yang menjamur ke berbagai penjuru kota. Rumah kost atau guest house itu sudah sangat rawan disalahfungsikan penyewanya, sebab rumah kost atau guest house itu tak dijaga langsung oleh pemiliknya, tapi diwakilkan ke orang lain. Ada rumah kost di Sempaja Timur tapi pemiliknya tinggal di Kampung Jawa. Pemiliknya cuma datang awal bulan mengambil uang sewa, setelah itu membiarkan penghuni rumah kost-nya bebas sebebasnya.

Perda yang ada haruslah diberlakukan sama terhadap semua orang, atau kelompok manapun. Kalau rakyat biasa untuk mendapatkan IMB harus menyetor lunas dulu retribusi yang harus dibayarnya, juga diberlakukan sama terhadap pengusaha yang membangun pusat perbelanjaan. Menjadi aneh Pemkot Samarinda membolehkan Plaza Mulia boleh berutang retribusi IMB, tapi orang biasa diwajibkan membayar sekaligus.

Ketiga. Pedagang Kaki Lima (PKL) harus dibenahi karena sudah merampas hak pejalan kaki dan pengguna jalan. Tidak bisa dengan alasan PKL itu mencari sesuap nasi untuk perutnya, PKL diizinkan seenaknya berjualan dimana maunya. PKL masih bisa ditata kalau disatukan dengan penataan pemanfataan kios atau lapak di pasar-pasar dan diintegrasikan dengan penataan taman, jika perlu disinergikan dengan pembangunan pertokoaan oleh swasta.

Kalau dibaca laporan Dinas Pasar Samarinda tahun 2014, jelas tertera ada sebanyak 2000 kios atau lapak di 12 pasar milik Pemkot Samarinda sudah disalahfungsikan. Seharusnya kalau sudah disalahgunakan oleh orang yang ditunjuk menempati, haknya menempati dicabut dan diberikan ke PKL lain. Kalau petak, kios, atau lapak sebyak 2000 itu dibenahi lagi, semua PKL di jalanan bisa dimasukkan ke dalam pasar.

Penataan taman telah menelan dana puluhan miliar, tapi hasilnya masih jauh dari harapan karena taman yang sudah direvitalisasi “dirampas” kembali oleh PKL. Membenahi hal itu, jelas ke depan pembangunan taman harus diintegrasikan dengan penataan PKL. Sebagian dari taman, atau kurang lebih 10-15 persen dari luas taman diberikan ke PKL. PKL juga harus diatur luas meja yang boleh dipakainya. Ketentuan itu berlaku untuk semua PKL agar tak ada kecemburuan, dan taman yang dibangun tidak rusak.

Pengusaha yang membangun komplek pertokoan juga dikenai kewajiban menyisakan beberapa persen dari luas lahannya untuk PKL, misalnya 10 persen, walau hanya untuk menampung 2 atau 3 rombong PKL. PKL harus dilindungi, bukan dibinasakan. PKL adalah pejuang ekonomi keluarga, malahan jadi sapi perahan pemilik rumah toko yang sudah kaya. Ada PKL yang harus membayar sewa ke pemilik ruko sampai Rp20 juta/tahun hanya untuk sekedar bisa berdagang malam hari di halaman rumah toko orang kaya.

Kelima. Sungai Karang Mumus (SKM) perlu dibenahi lagi setelah “mati suri” dua tahun terakhir. SKM membelah kota Samarinda, jadi mau atau tidak mau, ya harus diurus, dibenahi, dibersihkan dari apa saja yang menjadikannya kumuh. Program relokasi perlu direvitalisasi kalau tidak bisa dilaksanakan dalam jangka waktu yang jelas, misalnya mengubah jadi program SKM Bersih. Jadi kalau pelaksaan relokasi tertunda-tunda urusan kebersihan sungai tetap berjalan.

38-skpd-jaanur-dilantik-akhir-januari webUntuk merelokasi warga, pemkot memang harus mencari tanah dulu dalam satu hamparan yang luas. Ini sebetulnya bisa dengan mengambil lahan bekas tambang Lanaharita yang statusnya PKP2B, dimana perushaan itu harus mengembalikan lahan bekas tambang ke negara. Apabila warga SKM direlokasi ke dalam satu kawasan yang luas, seperti pertama kali dipindah ke Bengkuring, kawasan itu cepat tumbuh sebagai kawasan ekonomi.

Relokasi juga perlu dibuat skala prioritas, dan sebaiknya yang diprioritaskan adalah bagi warga yang rumahnya berdiri di badan atau di tubuh SKM. Tubuh sungai harus dibersihkan dari rumah tinggal. Warga yang di darat, tapi masih dekat sungai, bisa saja diurutan kedua untuk dipindahkan. Skala prioritas itu penting agar terlihat greget pemkot diprogram SKM Bersih.

Keenam. Akreditasi dan standarisasi tempat-tempat dan pelayanan publik, sudah keniscayaan dan ke depan pemerintah pusat hanya memberikan bantuan berdasarkan dua hal itu. Apabila banyak sekolah yang akreditasinya dengan nilai A, akan banyak pula bantuan bisa diterima, dan begitu pula dengan Puskesmas, rumah sakit milik pemerintah, dan lain sebagainya.

Menjadikan tempat-tempat publik lulus akreditasi dan dinyatakan memenuhi standar memang tidak bisa dalam setahun, tapi dalam tahun pertama Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail menjadi kepala daerah kedua kalinya sudah perlu dimulai.

Sangat membanggakan bagi warga Samarinda apabila Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail bisa mengubah wajah kota dari yang terlihat kusut, tak bercahaya, menjadi kota yang tampil bak gadis perawan yang tersenyum manis ke semua orang.

#Penulis : Intoniswan, Wartawan Utama di SKH Kalpost

Comments are closed.