TANJUNG REDEB, BERITAKALTIM.com- Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan isu hangat yang selalu diperbincangkan di Kalimantan Timur. Hal ini disampaikan Staf Ahli DPRD Berau, Purwadi saat menghadiri RDP (rapat dengar pendapat) antara DPRD dengan Forum Komunikasi Pemberdayaaan Lingkar Tambang (FK Pelita), Berau Foundation, dan masyarakat terkait mencari solusi pengelolaan CSR di ruang rapat gabungan DPRD Jalan Gatot Subroto, Senin (29/02/2016).
Hadir dalam agenda yang dibuka Ketua DPRD Berau, Hj. Syarifatul Sya’diah S.Pd, M.Si yakni Ketua Komisi I DPRD Berau, Abdul Waris, S.Sos, yang juga merangkap sebagai moderator, Sekertaris Komisi I dan II, Feri Kombong dan Eli Esar Kombong, anggota DPRD Berau lainnya yakni Rudi P. Mangunsong, SH, Ir. H. Achmad Rijal, H. Abdul Samad, Drs. H. Najmuddin, Lc, Eko Wiyono, SE, Syalidar, SE, dan Suharno, Asisten I Pemkab Berau Anwar, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Mappasikra Mappaseleng, perwakilan Dinas Perkebunan (Disbun) Berau serta undangan lainnya.
Staf Ahli DPRD Berau, Purwadi dalam rapat itu mengatakan CSR selalu menjadi pembahasan yang menarik di Provinsi Kalimantan Timur karena berbicara anggaran yang besar dan pengolahan yang tidak transparan.
“CSR menjadi isu yang seksi di Kaltim dan selalu diperbincangkan. Dan kalau ada anggapan Kaltim kekurangan dana untuk membangun dan mensejahterakan masyarakatnya itu salah, karena ada bantuan dana dari CSR itu,” ujar pria yang juga dosen di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini.
Ditambahnya, dalam realisasinya, CSR perusahaan hanya ada laporan tertulis ke internal perusahaan dan sesuai aturan yang ada.
“CSR sendiri tidak akan pernah transparant karena raport laporannya hanya untuk internal perusahaannya. Dan memang semua perusahaan tidak pernah melaporkan kinerja dan realisasi dana CSRnya kepada pemerintah daerah baik itu ke Bupati, DPRD, maupun masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi itu, Ketua FK Pelita, Madri Pani membantah atas apa yang disampaikan Purwadi tersebut terkait transparansi pengolahan dana CSR.
“Saya tidak setuju bahwa CSR itu tidak bisa transparan,” ucapnya.
Dilanjut, Staf Ahli FK Pelita Abdul Salam, S.Hut, menjelaskan terkait CSR yang merupakan hak masyarakat, ada potensi dana CSR di Kabupaten Berau sekitar 500 milyar lebih per tahunnya, dimana itu didapatkan dari kewajiban minimal penyaluran keuntungan perusahaan yakni minimal 3 persen dan di Berau ada 502 perusahaan wajib CSR dari 800-an perusahaan yang beroperasi.
“Ada 502 perusahaan wajib CSR dari 800an perusahaan di Berau, dengan asumsi dari min 3 % dari keuntungan perusahaan, jadi ada sekitar 500 milyar dana CSR yang dimiliki Berau. Setidaknya angka itu apabila direalisasikan dengan benar dan bijaksanan, masyarakat Kabupaten Berau akan sejahtera dan senang,” ujarnya.
Ditambahnya, dalam hal transparansi dana CSR, dirinya menilai bahwa sesuai klausal yang ada di Perda Kaltim Nomor 3 Tahun 2013 tentang CSR, pemerintah daerah dan DPRD Berau bisa melakukan audit terkait wajib CSR dari minimal 3 persen keuntungan perusahaan.
“Dari aturan minimal 3 persen, pemerintah bisa melakukan audit terkait keuntungan perusahaan sendiri sehingga bisa diketahui betul-betul nilai CSRnya apabila seandainya mengambil angka minimal 3 persen dari keuntungan perusahaan untuk masyarakat Berau,” ujarnya.
Ketua Berau Foundation, Nazrul yang hadir juga menegaskan tetap menolak pembuatan Perda Kabupaten Berau terkait CSR.
“Perda Kaltim sudah ada, buat apa lagi kita buat Perda Berau. Tinggal kita segera realisasikan saja Perda Kaltim di Kabupaten Berau secara maksimal. Misalnya pemerintah daerah dan DPRD Berau segera membentuk tim pelaksana CSR yang ada disebutkan dalam aturan itu,” ujarnya. #hel
Comments are closed.