SAMARINDA. BERITAKALTIM.COM – Fraksi PAN DPRD Kaltim berpendapat agar dilakukan perubahan modal dasar di Perusda Perkebunan Agro Kaltim Utama (AKU) dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 500 miliar. Sehingga modal disetor sebesar 25 persen dari modal dasar bisa terpenuhi. Hal ini disampaikan terkait Raperda tentang Perubahan atas Perda Provinsi Kalimantan Timur, Nomor 12/2009 tentang Perubahan Badan Hukum Perusda Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Agro Kaltim Utama, yang hingga kini belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Hal itu disampaikan, Sekretaris Fraksi PAN, Muspandi selaku juru bicara dalam Pandangan Umum (PU) fraksi terkait enam raperda. Pendapat tersebut menurut Muspandi senada dengan Pemprov Kaltim. “Namun mengenai peruntukan modal dasar Rp 125 miliar untuk membangunan pabrik tepung tapioka, Fraksi PAN tidak sependapat dengan rencana kebijakan Pemprov Kaltim yang akan menggunakan modal tersebut untuk pembangunan pabrik tapioka skala besar dan modern dengan skala output 100 ton sehari,” ungkap Muspandi.
Fraksi ini juga mempertanyakan urgensi pembangunan pabrik tapioka tersebut. Selama ini belum terlihat produksi singkong sebagai bahan dasar tepung tapioka. Produksi tidak membludak sehingga tidak terserap di pasaran domestik Kaltim. Yang terjadi justru pasar masih sangat kekurangan bahan baku singkong. Bahkan data lapangan ditemukan ada pabrik tepung tapioka dengan skala output 6 ton perhari milik pengusaha lokal yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara justru tidak mampu berproduksi karena ketersediaan bahan baku singkong sangat terbatas.
“Fraksi PAN meminta Pemprov Kaltim mengubah rencana pembangunan pabrik tapioka tersebut dan beralih membangun pabrik karet atau pabrik kelapa sawit. Keberadaan pabrik karet ataupun pabrik kelapa sawit ini justru sangat mendesak dan keberadaannya sangat penting menyerap hasil panen petani di Kaltim,” kata Muspandi.
Selama ini, hasil karet petani justru dibeli oleh tengkulak atau pengepul dari Kalimantan Selatan (Kalsel). Ongkos angkutan dari Kaltim ke Kalsel dengan jarak tempuh ratusan kilometer inilah yang membuat harga jual karet petani jatuh ke kisaran angka Rp 4.000/Kg. Harga karet yang masih rendah mengakibatkan petani karet di Kaltim mulai frustrasi dan kian terpuruk. Di awal tahun 2016 ini, harapan petani agar harga karet membaik tampaknya belum menunjukkan perubahan. Bahkan harga karet cenderung mengalami penurunan. Rendahnya harga karet membuat petani tidak bisa lagi mengandalkan tanaman karet sebagai mata pencaharian. Bahkan banyak diantaranya yang berhenti menyadap karet karena hasil penjualannya tidak lagi bisa menopang kebutuhan hidup petani.
Nasib serupa juga dialami petani sawit di Kaltim, contohnya petani sawit di wilayah kecamatan Muara Badak dan Marang Kayu. “Mereka terpaksa menjual hasil kebunnya ke pabrik milik perusahaan perkebunan di Kabupaten Kutai Timur. Itu pun terpaksa harus mengantri untuk bisa membongkar muatan, tentunya dengan risiko harga murah karena ongkos angkutan dan berkurangnya kualitas Tandan Buah Segar (TBS),” terang Muspandi.
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kaltim M Syahrun didampingi Wakil Ketua Andi Faisyal Assegaf, fraksi juga menanggapi terkait 5 raperda lain. #adv/lia/gg/oke
Comments are closed.