BeritaKaltim.Co

Inkuiri Nasional untuk HAM Masyarakat Adat

Sandra Moniaga -1Salam Perspektif Baru,

Sandrayati Moniaga, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi narasumber kita kali ini. Sudah sejak lama Sandra Moniaga berkecimpung secara aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Kini ia bersama Komnas HAM membuat sebuah metode baru bernama Inkuiri Nasional mengenai HAM masyarakat adat.

Sandra Moniaga menjelaskan Inkuiri Nasional ialah satu metode atau cara kerja yang dipilih Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan atas satu masalah terkait dengan HAM yang dilakukan secara sistematis dan bersifat terbuka. Dapat dikatakan, Inkuiri Nasional merupakan gabungan antara penyelidikan, kajian, kampanye, dan rekomendasi kebijakan. Masyarakat penting sekali mengetahui Inkuiri Nasional karena prosesnya lebih partisipatif. Kami melibatkan para pembuat program dan juga mengundang para pihak yang diadukan untuk mediskusikan berbagai rekomendasi.

Menurut Sandra Moniaga, selama ini Komnas HAM telah menerima banyak pengaduan atas kasus-kasus yang terkait konflik agraria dan konflik pertanahan. Di antara kasus konflik agraria yang diterima, sebagian di antaranya merupakan konflik antara masyarakat adat dengan negara dan sektor kehutanan. kami melihat bahwa kasus-kasus yang ada bukanlah kasus yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kasus-kasus yang menyebar di seluruh Indonesia dan tidak bisa diselesaikan satu per satu. Karena itu untuk menyelesaikannya dibutuhkan respon dari pemerintah secara menyeluruh. Dari fakta tersebut kami menyepakati bahwa Inkuri Nasional merupakan metode yang paling cocok untuk mengangkat persoalan ini dan mendorong atau merekomendasikan solusi-solusi yang dapat menyelesaikan persoalan ini secara lebih menyeluruh.

Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Wimar Witoelar sebagai pewawancara dengan narasumber Sandrayati Moniaga Wawancara lengkap dan foto narasumber dapat pula dilihat pada situs http://www.perspektifbaru.com. Lewat situs tersebut Anda dapat memberikan komentar dan usulan.

Apakah definisi dari Inkuiri Nasional?

Inkuiri Nasional adalah satu metode atau cara kerja yang dipilih Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan penyelidikan atas satu masalah terkait dengan HAM yang dilakukan secara sistematis dan bersifat terbuka. Dapat dikatakan, Inkuiri Nasional merupakan gabungan antara penyelidikan, kajian, kampanye, dan rekomendasi kebijakan.

Berbeda dengan metode penyelidikan atas HAM yang terdahulu karena metode ini menangani suatu masalah yang bersifat nasional dan menggabungkan beberapa fungsi Komnas. Seperti pemantauan, penyelidikan, pengkajian, pendidikan, dan juga upaya-upaya penyelesaian konflik termasuk mediasi. Pada intinya, Inkuiri Nasional merupakan gabungan dari berbagai kegiatan yang terdapat di Komnas HAM.

Apakah penting bagi masyarakat untuk mengetahui adanya metode ini?

Penting sekali karena prosesnya lebih partisipatif. Kami melibatkan para pembuat program dan juga mengundang para pihak yang diadukan untuk mediskusikan berbagai rekomendasi. Di sisi lain, kami juga mengundang publik luas untuk bisa belajar mengenai proses dan permasalahannya, baik melalui kegiatan seperti ini maupun melalui publikasi di website, media masa, dan juga proses dengar pendapat atau public hearing.

Apa permasalahan yang menjadi perhatian utama?

Fokus kami ialah memberikan penjelasan mengenai Inkuiri Nasional merupakan program pertama yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan fokus topik permasalahan seputar hak-hak masyarakat hukum adat atas wilayahnya di kawasan hutan di Indonesia. Secara spesifik menelaah persoalan hak masyarakat dan hukum adat atas wilayahnya di kawasan hutan.

Apakah permasalahan hak-hak masyarakat adat atas wilayahnya di kawasan hutan tersebut terjadi pelanggaran yang masuk kategori pelanggaran HAM?

Ya, Komnas HAM telah menerima banyak pengaduan atas kasus-kasus yang terkait konflik agraria dan konflik pertanahan. Di antara kasus konflik agraria yang kami terima, sebagian di antaranya merupakan konflik antara masyarakat adat dengan negara dan sektor kehutanan. Di sisi lain, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) juga melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengoreksi Undang-Undang (UU) tentang Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan alasan banyak anggota masyarakat adat yang menjadi korban dari pelakasanaan UU tersebut. Selanjutnya AMAN memenangkan gugatan tersebut, dan di sinilah kami bertemu dengan AMAN.

Jika ditelaah lebih lanjut, terdapat titik temu antara pemasalahan atau pengaduan yang diterima Komnas HAM dengan permasalahan yang diadukan oleh AMAN. Dari fakta itu pula kami melihat bahwa kasus-kasus yang ada bukanlah kasus yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kasus-kasus yang menyebar di seluruh Indonesia dan tidak bisa diselesaikan satu per satu. Karena itu untuk menyelesaikannya dibutuhkan respon dari pemerintah secara menyeluruh. Dari fakta tersebut kami menyepakati bahwa Inkuri Nasional merupakan metode yang paling cocok untuk mengangkat persoalan ini dan mendorong atau merekomendasikan solusi-solusi yang dapat menyelesaikan persoalan ini secara lebih menyeluruh.

Bukankah dari sebelum 1999 sudah terjadi pelanggaran sejenis?

Betul. Faktanya, UU No.41/1999 menggantikan UU No.5/1967 dan UU No.5/1967 menggantikan UU produk Hindia-Belanda yang dulu disebut Bosch Ordonantie. Jadi UU No.41/1999 hanya melanjutkan paradigma yang sama.

Apakah dengan kata lain ‘penyakit’ yang sama selalu berulang sejak ratusan tahun yang lalu?

Ya, UU No.41/1999 membawa paradigma yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Kembali ke tahun 1920-an ketika ada proses penataan batas di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera yang mengakibatkan sebagian wilayah masyarakat sudah mulai ‘diambil’ oleh negara. Saat zaman Jepang dan zaman Bung Karno tidak ada proses yang menindaklanjutinya karena mungkin masih sibuk dengan urusan yang lebih penting, yaitu urusan persatuan dan kesatuan negara.

Apakah sudah terjadi pelanggaran hutan saat zaman Jepang dan zaman Soekarno?

Tidak, sudah jauh sebelum itu. Baru kemudian pada zaman Orde Baru terjadi satu kebijakan yang lebih besar, ketika pemerintahan Soeharto menetapkan hampir 70% dari wilayah Indonesia menjadi kawasan hutan. Maka muncullah istilah penetapan secara legal pada kawasan hutan dan jika di dalamnya tidak ada pohon itu soal lain.

Comments are closed.