SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM – Untuk mendapatkan informasi demi memperkaya referensi dalam penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) adat, DPRD Bolaang Mongondow (Bolmong) berkonsultasi ke DPRD Kalimanatan Timur, Kamis (17/3/2016). Acara berlangsung di Gedung E lantai DPRD Kaltim.
Welty Komaling, Ketua DPRD Bolaang Mongondow menyatakan, saat ini panitia khusus (pansus) telah merancang perda adat. Untuk memperkuat draf naskah perda tersebut perlu dilakukan sejumlah konsultasi agar mendapat informasi maupun referensi agar draf raperda tersebut bener-benar sempurna tanpa merugikan pihak manapun.
“Kami menyadari Kaltim merupakan provinsi yang telah memiliki perda mengenai adat. Tak hanya itu, dari sisi kelengkapan akademis hingga data pendukungnya Kaltim telah lengkap sehingga memudahkan bagi kami untuk dapat bertukar pikiran serta mendapatkan referensi mengenai perda ada yang akan kami buat nantinya,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Anggota DPRD Kaltim Muhammad Adam mengatakan proses pembentukan perda adat di DPRD Kaltim memakan waktu sekitar tiga tahun dan disahkan pada Januari 2015.
Politikus Partai Hanura tersebut menjelaskan awalnya perda tersebut bernama raperda perlindungan adat Dayak. Namun seiringnya waktu berjalan dan didasari dengan kemajemukan suku yang ada Kaltim maka nama tersebut berubah menjadi perda pedoman pengakuan dan perlindungan hak- hak masyarakat hukum adat Kalimantan Timur.
“Sangat diakui bahwa perda adat memiliki sensitifitas yang sangat kuat. Terlebih dalam penyusunan draf rancangannya harus benar-benar objektif tanpa merugikan pihak manapun. Dalam draf perda adat yang kami miliki lebih fokus pada tata aturannya, sedangkan untuk karakteristik diatur masing-masing kabupaten/kota,” ucapnya.
Ketua Fraksi PAN DPRD Kaltim Baharuddin Demmu membenarkan perda adat tersebut sangat sensitif sehingga menjadi pertimbangan bersama untuk tidak terburu-buru disahkan. Seperti yang ia jelaskan tujuan perda adat tersebut untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dari eksploitasi perusahaan terhadap wilayah adat, misalkan tanah adat.
“Dalam perda adat yang kami miliki, tak hanya mengatur hak-hak masyarakat adat namun juga perlindungan dan pengakuan. Artinya, perda tersebut juga melindungi dan mengakui keberadaan tanah adat, sehingga dapat meminimalkan perusahaan-perusahaan agar tidak merampas tanah masyarakat adat itu sendiri,” katanya.
Pada kesempatan terakhir Welty Komaling berharap pertemuan kali itu dapat bermanfaat bagi kedua lembaga legislatif serta dapat menjadikan informasi tambahan dan juga referensi agar raperda yang nantinya akan dibahas oleh DPRD Bolaang Mongondow bener-bener menjadi perda yang berpihak terhadap masyarakat adat yang ada di daerah tersebut. #adv/yud/oke
Comments are closed.