TANJUNG SELOR, BERITAKALTIM.com- Publik mulai buka mulut terkait penyewaan helikopter oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk digunakan memantau pelaksanaan pilkada serentak per 9 Desember 2015 lalu. Desakan ini kian menyeruak, ketika mendengar betapa fantastisnya biaya rakyat yang dikeluarkan hanya untuk menyewa helikopter selama dua hari atau 24 jam. Ya, Pemprov Kaltara mengeluarkan biaya sebesar Rp1,7 miliar untuk menyewa helikopter tersebut. Selain biayanya besar, perusahaan penyedia jasa angkutan udara ini pun sejatinya harus melalui proses tender tetapi justru penunjukkan langsung (PL).
Yang lebih mencengangkan publik ialah, pengakuan dari pegawai Bandara Tanjung Harapan, Tanjung Selor, yang minta identitas dirinya dirahasiakan namun layak dipercaya, yang mengatakan sewa helikopter oleh penyedia jasa penerbangan hanya berkisar 1.600 US Dollar per jam atau sekitar Rp21.600.000 dengan kurs dollar Rp13.500.
Dengan demikian, jika berpatokan dengan harga tersebut maka sewa helikopter yang harus dikeluarkan oleh Pemprov Kaltara selama 2 hari atau 48 jam, hanya sekitar Rp1.036.800.000. Itu berarti, ada kelebihan dana dari nilai yang telah dikeluarkan yakni Rp1,7 miliar. Lantas jika memang demikian adanya, berarti sisa dana tersebut sejatinya harus dikembalikan ke kas daerah. Akan tetapi jika dana dimaksud tidak kembali, maka wajar jika publik mempertanyakannya.
Sorotan miring terkait penyewaan helikopter oleh Pemprov Kaltara untuk kebutuhan pemantauan pelaksanaan pilkada ini tak hanya datang dari kalangan sebagian masyarakat Kaltara. Hal sama juga datang dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI). Oleh ketua umumnya M Mustofa, menyayangkan sikap Pemprov Kaltara yang telah melakukan penyewaan helikopter untuk keperluan pemantauan pilkada dengan cara penunjukkan langsung terhadap perusahaan penyedia jasa angkutan tanpa proses tender.
“Tentu kita menyayangkan kalau benar Pemprov Kaltara tidak melelang perusahaan penyedia jasa dimaksud. Ini dana yang digunakan kan besar diatas satu miliar. Aturannya harus ditender, bukan di PL-kan,” katanya ketika dihubungi via telepon selulernya di Semarang.
Sebelumnya Lembaga Pengawasan Kinerja Pemerintah dan Aparatur Perwakilan Kaltara, juga menduga adanya pelanggaran atas penyewaan helikopter oleh Pemprov Kaltara kendati alasan untuk keperluan pemantauan pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2015.
Baik publik Kaltara maupun LPPNRI mendesak penegak hukum untuk menelusuri penyewaan helikopter ini yang diduga tidak prosedur serta tingginya biaya sewa jika dibanding dengan biaya sewa yang standar yakni 1.600 US Dollar per jam sebagaimana diakui oleh pegawai Bandara Tanjung Harapan tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemprov Kaltara menyewa helikopter selama dua hari untuk digunakan memantau pilkada tanggal 8 – 9 Desember 2015. Hal itu tertuang dalam surat penetapan penyedia jasa sewa angkutan udara Nomor : 15/SAUG/PJL-BLP/XII/2015 tanggal 8 Desember 2015 yang dikeluarkan Sekretariat Daerah Pokja Pengadaan Jasa Lainnya. Dan, helikopter yang disewa itu dananya diambil dari APBD-P tahun 2015 dengan HPS Rp1.763.300.000.
Dalam surat itupula, Pemprov Kaltara menunjuk langsung PT Trans Global Aviation Service sebagai penyedia helikopter tanpa tender. Nah, apakah boleh dilakukan PL dengan jumlah dana diatas Rp1 miliar atau tidak?. Jika memang boleh tentu ceritanya tak masalah. Tetapi apakah menjadi preseden buruk dalam dunia pengadaan barang dan jasa lingkup pemerintahan yang menggunakan dana APBD maupun APBN?. Publik mendesak penegak hukum untuk mengejarnya.
Kalau ini keinginan publik, pertaruhan bagi penegak hukum untuk mengejar masalah ini, sambung Mustofa. Hanya saja, harus terbuka kepada publik sehingga penegak hukumnya tidak masuk angin.
“Kini tinggal menunggu aparat penegak hukum, apakah punya nyali dalam menindaklanjuti informasi ini atau tidak,” tutup Mustofa. #ism
Comments are closed.