BeritaKaltim.Co

Pekerja Rumah Tangga adalah Profesi

6a2a76cd-deb7-4f8a-b463-f01aa13374b7Salam Perspektif Baru,

Kali ini kita akan bicara mengenai profesi dan hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT). Tamu kita adalah Diah Rofika, Community Organizer di Rumpun Gema Perempuan. Rumpun Gema Perempuan adalah organisasi yang bergerak pada isu-isu pekerja rumah tangga. Rumpun Gema Perempuan juga tergabung dalam Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau biasa disebut JALA-PRT.

Menurut Diah, Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah seseorang yang bekerja di sebuah rumah dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menggosok, mengepel, memasak, menyupir, termasuk orang yang mengasuh anak, mengasuh orang tua lanjut usia. PRT adalah profesi karena dia bekerja dan mendapatkan upah.

Hak-hak PRT mengacu pada Konvensi ILO yang didalamnya terdapat hak-hak PRT meliputi harus ada kontrak kerja atau mendapatkan kontrak kerja, jam kerja yang jelas, mendapat hak cuti haid, hak cuti melahirkan, hak cuti duka cita, hak cuti misalnya ada acara akan menikahkan anak, mengkhitankan, hak cuti sakit. Juga harus mendapat jaminan sosial seperti jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, kemudian juga hak untuk berorganisasi, bersosialisasi dan berkomunikasi.

Diah mengatakan PRT belum mempunyai undang-undang (UU) perlindungan hukum, sehingga ketika PRT mengalami berbagai masalah, tidak ada UU yang melindungi mereka. RUU PRT tidak hanya menguntungkan PRT itu sendiri, tapi juga menguntungkan majikannya. Dalam UU tersebut akan jelas mengatur persyaratan PRT yaitu harus memiliki skill yang seperti apa. Jika ia harus menerima sejumlah gaji maka PRT harus memiliki skill.

Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Diah Rofika. Wawancara lengkap dan foto narasumber dapat pula dilihat pada situs http://www.perspektifbaru.com. Lewat situs tersebut Anda dapat memberikan komentar dan usulan.

Siapakah pekerja tumah tangga itu?

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah seseorang yang bekerja di sebuah rumah dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menggosok, mengepel, memasak, menyupir, termasuk orang yang mengasuh anak, mengasuh orang tua lanjut usia.

Apakah Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan suatu profesi?

Sampai saat ini masih banyak orang di Indonesia belum mengakui bahwa pekerja rumah tangga adalah profesi. Itu karena pekerja rumah tangga bekerja di sektor informal pada sebuah rumah tangga yang sifatnya privacy. Mereka belum mempunyai undang-undang (UU) perlindungan hukum, sehingga ketika pekerja rumah tangga mengalami berbagai masalah, tidak ada UU yang melindungi mereka.

Jika belum banyak yang menganggap PRT sebagai sebuah profesi, apakah mereka bisa dilindungi UU Ketenagakerjaan?

Belum. Biasanya jika terjadi suatu kasus maka yang digunakan adalah UU tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena mencakup semua yang ada di dalam rumah termasuk PRT. Jadi belum ada UU khusus yang membela hak-hak mereka atau melindungi mereka dari segi hukum.

Karena belum ada yang melindungi mereka dari segi hukum, bagaimana kondisi PRT di Indonesia saat ini?

Pekerja Rumah Tangga bukan pembantu rumah tangga karena asumsi pembantu hanya sekadar membantu, sedangkan pekerja yaitu ia bekerja dan mendapat upah.

Kondisi PRT saat ini bisa kita lihat pada kasus yang muncul ke publik, seperti kasus Toipah yang dianiaya oleh angota DPR. Kemudian kasus PRT Ani yang disiksa majikannya di daerah Matraman, Jakarta Timur. Mereka dianggap bukan pekerja karena bekerja di ruang lingkup yang sangat private. Jadi sangat susah untuk mengidentifikasi ketika terjadi kekerasan, kecuali PRT bisa kabur dari rumah atau ada tetangga yang melihat lalu melaporkan ke polisi. Jika tidak ada tindakan seperti itu maka kita tidak akan tahu kondisinya.

Kemudian upah mereka rendah sehingga mereka tidak pernah keluar dari zona kemiskinan. Selain itu mereka juga tidak mendapatkan hak-hak sebagai pekerja. Seharusnya mereka mendapat hal seperti hak cuti haid, hak libur Sabtu, Minggu dan sebagainya .

Saat ini masih banyak yang berdalih bahwa PRT bekerja dengan unsur kekeluargaan karena kultur kekeluargaan di Indonesia cukup kuat. Jika betul dianggap keluarga seharusnya PRT diperlakukan dengan baik juga. Namun masih banyak dari mereka diperlakukan kurang baik seperti mendapat beban pekerjaan yang banyak. Bagaimana pendapat Anda mengenai beban pekerjaan dari PRT yang kadang bekerja 24 jam sehari, mulai dari mencuci, menyetrika, memasak, dan lain-lain?

Sehubungan dengan beban kerja PRT, selama 12 tahun kami mendesak pemerintah segera mengesahkan UU tentang Pekerja Rumah Tangga karena selama ini kondisi PRT terlalu banyak beban kerja. Selain jam kerja yang tidak jelas, mereka bisa bangun sebelum majikannya bangun, dan tidur setelah semua majikannya tidur.

Kemudian soal keselamatan kerja, seharusnya itu menjadi hak PRT juga namun tidak mereka dapatkan. Misalnya, mereka terpeleset ketika mengepel, seharusnya mendapatkan jaminan kecelakaan kerja, tapi tidak mereka dapatkan. Jadi menurut saya UU PRT sangat penting segera disahkan agar PRT tidak mengalami beban kerja yang berlebihan, dan mendapatkan perlindungan secara hukum.

Saat ini belum ada yang mengatur mengenai waktu kerja PRT. Bagaimana pendapat Anda mengenai jam kerja untuk PRT?

Kalau mengacu pada Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 189, maka jam kerja untuk PRT adalah bagi yang bekerja Full Time selama delapan jam/hari, dan seminggu 6 hari serta ada satu hari libur. Sementara bagi yang bekerja paruh waktu selama empat jam/hari.

Tadi untuk jam kerja. Lalu, bagaimana sistem pengupahannya?

Mengenai standar pengupahan, kami mengikuti standar Upah Minimum Regional (UMR). Biasanya masing-masing daerah sudah menetapkan UMR. Namun untuk bisa mendapatkan upah standar akan ada syaratnya yang akan diatur dalam RUU PRT. Jadi RUU PRT tidak hanya menguntungkan PRT itu sendiri, tapi juga menguntungkan majikannya.

Dari segi apa menguntungkan majikannya?

Dalam UU tersebut akan jelas mengatur persyaratan PRT yaitu harus memiliki skill yang seperti apa. Jika ia harus menerima sejumlah gaji maka PRT harus memiliki skill.

Jika persyaratan skill PRT diterapkan, maka kemungkinan banyak yang tidak bisa bekerja di rumah tangga karena banyak yang belum memiliki skill sesuai standar. Bagaimana pendapat Anda?

Hal itu merupakan salah satunya penyebab terjadi kekerasan pada PRT karena skill mereka tidak memadai. Ketika PRT bekerja tidak sesuai dengan keinginan majikan, maka saat itu kesempatan majikan untuk melakukan kekerasan. Jadi sebenarnya, perlindungan dari pemerintah adalah memberikan pendidikan dan keterampilan terhadap PRT. Saya berharap Balai Latihan Kerja (BLK) mulai memberikan keterampilan dan pendidikan bagi PRT. Cara itu dapat mencegah terjadinya kekerasan pada PRT.

Bicara kekerasan terhadap PRT, biasanya itu terjadi kepada perempuan PRT. Apakah PRT identik hanya untuk perempuan? Apakah pria seperti tukang kebun dan sopir termasuk PRT juga?

Seharusnya masuk. Kalau mengacu pada konvensi ILO dan juga draft RUU PRT maka seharusnya tukang kebun dan supir termasuk PRT.

PRT rentan dieksploitasi. Apa saja sebenarnya hak-hak PRT?

Bila kami mengacu pada Konvensi ILO maka di dalamnya terdapat hak-hak PRT, yaitu meliputi harus ada kontrak kerja atau mendapatkan kontrak kerja, jam kerja yang jelas, mendapat hak cuti haid, hak cuti melahirkan, hak cuti duka cita, hak cuti misalnya ada acara akan menikahkan anak, mengkhitankan, hak cuti sakit. Juga harus mendapat jaminan sosial seperti jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja. Kemudian juga hak untuk berorganisasi, bersosialisasi, berkomunikasi.

Dari sejumlah hak yang Anda paparkan tadi menunjukkan pekerja harus mempunyai hak untuk mendapatkan kontrak kerja. Selama ini para PRT bekerja tanpa kontrak kerja. Apakah sulit membuat kontrak kerja ini?

Dari pengalaman kami di lapangan menunjukkan sulit. PRT belum dianggap sebagai sebuah profesi. Padahal PRT salah satu profesi. Kemudian dari sisi majikan juga belum siap. Itu karena ketika ada kontrak kerja maka mereka harus mematuhinya, misalnya tidak bisa mengendalikan jam kerja PRT seenaknya atau mungkin juga mereka tidak bisa menunda membayar upah. Hal itu juga sering terjadi. Itu salah satu kesulitan yang kami temui di lapangan.

Comments are closed.