BeritaKaltim.Co

Meningkatkan Moratorium Hutan

Hasbi Berliani -2Salam Perspektif Baru,

Sebagai upaya menjaga kelestarian hutan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang dikenal sebagai marotarium hutan atau kebijakan penundaan izin baru, atau kebijakan jeda tebang. Kita akan membicarakan marotarium hutan ini bersama Hasbi Berliani, yang menjabat sebagai Program Manager Sustainable Environment Governance di lembaga Kemitraan.

Hasbi Berliani mengatakan pelaksanaan kebijakan moratorium hutan masih lemah. Pada 2014 Kemitraan dan Walhi melakukan satu kajian dimana pelaksanaan moratorium menunjukkan belum memberikan kontribusi yang kuat terhadap perlindungan kawasan hutan alam dan lahan gambut. Itu karena banyak kepentingan terhadap hutan, dan selama periode moratorium dari 2011 sampai 2014 kita melihat memang ada tekanan dari industri berbasis lahan seperti perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri, maupun pertambangan, yang kemudian menyebabkan tidak bisa ditahan alih fungsi lahan hutan. Dari 2011 sampai 2014 lahan moratorium dikurangi dari 69 juta hektar menjadi 65 juta hektar.

Hasbi mengatakan, yang perlu diperbaiki, pertama, moratorium harus memberikan mandat untuk melakukan perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Kemudian soal mekanisme perizinan, penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Ketiga, belum ada satu rencana aksi yang bisa diukur keberhasilannya. Hal lain yang penting adalah melakukan pengecualian juga pada wilayah-wilayah yang akan dikelola oleh masyarakat. Hal ini untuk menjawab target pemerintah untuk mendistribusi pengelolaan hutan bagi rakyat sampai dengan 12,7 juta hektar. Kalau tidak diberikan pengecualian target, maka janji pemerintah untuk memberikan hak kelola bagi rakyat bisa gagal.

Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan nara sumber Hasbi Berliani Wawancara lengkap dan foto narasumber dapat pula dilihat pada situs http://www.perspektifbaru.com. Lewat situs tersebut Anda dapat memberikan komentar dan usulan.

Wilayah daratan Nusantara dari Sabang sampai Marauke sekitar 60% lebih merupakan wilayah hutan dan saat ini dilaporkan wilayah hutan tersebut terus berkurang akibat kebakaran, ahli fungsi lahan hutan menjadi perkebunan besar seperti sawit, dan juga usaha tambang. Bagaimana kondisi sebenarnya hutan kita dalam 10 tahun terakhir ini?

Hutan kita dalam kondisi terdegradasi. Laporan dari data-data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebenarnya 50% lebih dari seluruh wilayah hutan kita mengalami kerusakan.

Apa penyebab kerusakan tersebut sehingga sampai 50% lebih?

Saya kira ini berkaitan dengan kebijakan pengelolaan hutan di masa lalu yang menempatkan hutan sebagai sumber pendapatan negara, sehingga hutan dikelola secara masal dengan memanfaatkan hutan kayu. Pada 1970 hingga 1980 hutan kita mengalami beban yang paling besar, sehingga hampir 50% dikelola dalam bentuk industri seperti Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Kalau pemerintahan dulu memandang hutan sebagai sumber pendapatan, lalu bagaimana perspektif atau cara pandang pemerintah sekarang yaitu pemerintahan Presiden Joko Widodo mengenai hutan ini?

Dalam konteks pemerintahan terkini sebenarnya komitmen pemerintah secara internasional sudah menyebutkan bahwa hutan kita akan dikelola dengan mengedepankan praktek-praktek keberlanjutan. Termasuk janji kita untuk berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sampai 26% tanpa bantuan internasional, atau 29% dengan dukungan internasional. Hal ini tentu berimplikasi pada perubahan pola pengelolaan sumber daya hutan kita.

Apa contoh kebijakan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang ini dalam pengelolaan hutan yang bekerlanjutan?

Salah satu contoh yang saya lihat adalah ada komitmen untuk mengubah pola pengelolaan, yaitu dari service management menjadi quality best management dengan pola memberikan pengelolaan hutan kepada masyarakat.

Bagaimana bentuk pemberian pengelolaan hutan kepada masyarakat?

Beberapa skema sudah dibangun oleh pemerintah melalui Hutan Kemasyarakat (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, dan juga skema Hutan Adat dimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 ditetapkan target menditribusikan hutan untuk dikelola oleh rakyat sampai dengan 12,7 juta hektar.

Mengapa pemerintah sekarang percaya menyerahkan pengelolaan hutan kepada rakyat? Apakah sudah terbukti bahwa rakyat lebih mampu mengelolah hutan daripada pihak swasta atau perusahaan?

Sudah ada beberapa bukti yang menunjukan bahwa pengelolaan hutan oleh rakyat bisa berkesinambungan dan sekaligus bisa memberi kontribusi pada perbaikan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

Sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola hutan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium hutan dan saat ini telah berjalan lima tahun. Bagaimana pelaksanaan moratorium hutan selama lima tahun terakhir?

Moratorium dimulai sejak 2011, jadi pada tahun ini masuk ke periode ketiga karena periode moratorium dilakukan selama dua tahun, kemudian pada 2015 berakhir periode yang kedua, dan sekarang kita masuk ke periode ketiga.

Pada Mei 2016 sebenarnya sudah masuk tahun kelima. Jadi saat ini satu tahun dari periode moratorium terakhir yang dikeluarkan pada Mei 2015 yang lalu melalui Inpres Nomor 8 tahun 2015. Sejauh yang kami observasi, pelaksanaan moratorium masih lemah. Pada 2014 kami melakukan satu kajian dimana pelaksanaan moratorium memang menunjukkan belum memberikan kontribusi yang kuat terhadap perlindungan kawasan hutan alam dan lahan gambut.

Mengapa belum bisa memberikan perlindungan, padahal maksud dari kebijakan ini adalah untuk melindungi hutan dan memperbaiki tata kelolanya?

Banyak kepentingan terhadap hutan, dan selama periode moratorium dari 2011 sampai 2014 kita melihat ada tekanan dari industri berbasis lahan seperti perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri, maupun pertambangan, yang kemudian menyebabkan tidak bisa ditahan alih fungsi lahan hutan. Jadi walaupun sudah ada moratorium tetapi ternyata pemerintah dalam praktiknya tidak bisa menahan laju pemanfaatan kawasan hutan untuk ketiga tujuan tadi. Dari 2011 sampai 2014 lahan moratorium dikurangi dari 69 juta hektar menjadi 65 juta hektar.

Apa alasannya pengurangan tersebut?

Ada beberapa penyebab, misalnya, untuk penyesuaian dengan tata ruang. Tetapi dari kajian lapangan yang kami lakukan, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan terhadap kebijakan moratorium. Misalnya, pada wilayah-wilayah yang sudah dilindungi dengan moratorium ternyata diubah lagi, kemudian wilayah-wilayah yang sudah diubah tadi diberikan kepada konsesi pemanfaatan kawasan hutan. Itu beberapa terjadi di empat provinsi yang kami kaji.

Dimana saja itu lokasi kajian tersebut?

Lokasi kajian kami ada di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah. Dari empat provinsi yang kami kaji, ada pengurangan wilayah moratorium sebanyak 968.000 hektar. Setelah kita kaji lebih lanjut, sebanyak 914.000 hektar adalah lahan gambut. Jadi 95% adalah lahan gambut yang dikeluarkan dari wilayah moratorium. Jadi kesimpulan kita bahwa moratorium itu belum efektif untuk melindungi lahan gambut.

Kalau belum efektif untuk melindungi hutan termasuk dalamnya hutan gambut, apa yang harus kita lakukan?

Ini yang ingin kita sampaikan sebenarnya pada tahun lalu sebelum perpanjangan moratorium, beberapa masukan atau rekomendasi untuk memperkuat implementasi moratorium.

Dari sisi mana yang harus kita perkuat?

Yang perlu diperbaiki, pertama, moratorium harus memberikan mandat untuk melakukan perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Karena itu sebenarnya nama Instruksi Presiden (Inpres) moratorium adalah Inpres Penundaan Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Tetapi faktanya belum dilakukan upaya untuk perbaikan tata kelola tersebut.

Beberapa hal yang harus diperbaiki, misalnya soal mekanisme perizinan, kemudian yang terkait dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Ketiga, belum ada satu rencana aksi yang bisa diukur keberhasilannya. Jadi kebijakan moratorium ini belum dilengkapi dengan apa rencana aksi yang akan dicapai, apa indikatornya, dan sampai kapan. Semua itu tidak ada, sehingga kita tidak bisa mengukur keberhasilan sebenarnya dari pelaksanaan moratorium tersebut.

Dari yang Anda lihat di lapangan, apa dampak dari belum adanya moratorium yang diperkuat?

Saya kira dengan tidak adanya kejelasan target dari moratorium ini menyebabkan ancaman terhadap degradasi dan deforestasi masih tetap ada. Jadi tidak bisa melindungi secara kuat wilayah-wilayah yang sudah dimoratoium tersebut.

Pemerintah juga telah mengeluarkan pernyataan melalui Presiden Jokowi bahwa sebagai upaya lanjutan untuk melindungi perlindungan hutan pemerintah akan mengeluarkan kebijakan moratorium sawit, dan moratorium tambang. Bagaimana upaya ini bisa mempengaruhi upaya kita dalam melindungi hutan?

Pernyataan presiden tersebut disampaikan kalau tidak salah pada 14 April 2016, saya kira ini adalah salah satu komitmen yang sangat penting dalam rangka melindungi hutan alam kita, melalui moratorium perizinan sawit, dan moratorium perizinan tambang.

Comments are closed.