BeritaKaltim.Co

Konsulat RI Sidak Pasar di Kabupaten Nunukan

NUNUKAN, BERITAKALTIM.COM – Rombongan Konsulat RI di Tawau Malaysia langsung melakukan sidak ke sejumlah pasar di Kabupaten Nunukan usai melaksanakan rapat dengan bupati. Wakil Bupati dan jajaran kepala SKPD, Dandim, Dan Lanal, Dansatgas Pamtas, Kapolres, Bea Cukai, KSOP, Pelindo dan Pedagang Lintas Batas.
Konsulat RI di Tawau Malaysia Muhammad Fatah mengatakan, tujuan melakukan sidak ke sejumlah pasar adalah untuk melihat efek dari langkah Pemerintah Malaysia menutup jalur perdagangan tradisional secara sepihak.
“Kita meninjau lapangan, kita meninjau bagaimana kondisi khususnya pasar-pasar. Melihat impact dari itu kelihatan, perkembangan perekonomian di sini, Kita melihat di lapangan. Jadi selain melakukan pertemuan kita juga melihat perekembangan itu,” kata Fatah.

Tingginya ongkos tambat perahu di dermaga internasional juga menjadi sorotan dari rombongan Konsulat RI di Tawau Malaysia. Menurut Dewi dari Konsulat di Tawau ketetapan batasan 600 ringgit yang ditetapkan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ongkos tambat kapal yang mencapai 1.000 ringgit. Hal ini pasti akan merugikan pedagang tradisional.

“Dengan kondisi yang sekarang berubah tentu ada masukan dari pelaku di Nunukan. Contohnya kapalnya kalau dulu 20 meter kubik dengan jumlah maksimum barang yang diangkut 600 ringgit saja. Kalau itu masih berlaku, dia beli 600 ringgit sementara sandarnya sudah 1.100 ringgit, namanya kan rugi. Kita harus konsiten di sini supaya membedakan perdagangan ini BTA berbeda perdagangan eksport import. Sehingga dalam segi pembatasannya harus taat. Tetapi 600 ringgit sudah tidak relevan lagi,” ujarnya.

Dalam rapat yang digelar di lantai I gedung kantor Bupati Nunukan Jalan Ukang Dewa, Bupati Nunukan, menerima masukan dari Konsulat, Instansi di Kabupaten Nunukan, TNI Polri dan pelaku pedagang lintas batas. Andi Rusdi salah satu pedagang lintas batas mengaku tingginya ongkos tambat di Pelabuhan Internasional masih merugikan pedagang.

“Kejadian kemarin, kami ada satu kapal sandar setengah jam, kami disuruh bayar 1.100 ringgit. Ini kami tidak muat harus bayar disuruh pulang. Biasanya kami dibarter trade kami bayar 1.000 ringgit, sekarang kami sandar di Dermaga Internasional kami harus bayar 7.000 ringgit,” ujarnya.

Terhadap masukan dari Konsulat dan pelaku pedagang tradisional serta SKPD di Nunukan, Bupati Nunukan mengaku akan menyusun usulan dari SKPD, pelaku pasar serta usulan konsulat terhadapat perjanjian barter trade yang sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan terkini. Bupati Nunukan mengaku meski MoU merupakan kewenangan pemerintah pusat, namun pendekatan secara emosional terhadap pemerintah Malaysia.

“Saya meminta Disperindakop untuk memfasilitasi yang harus dipersiapkan termasuk nantinya poin apa yang dimasukkan ke dalam perjanjian ketika MoU akan dirundinglkan ulang. Kita juga berharap pedagang untuk tenang karena kami akan tetap concern terhadap masalh ini,” ujar Bupati Nunukan Laura Hafid. #dhim

Comments are closed.