SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM-Upacara penutupan lokasi prostitusi se-Kaltim, secara resmi dan simbolis sudah diselenggarakan di Lokalisasi Bayur, Samarinda 1 Juni 2016. Tidak tanggung-tanggung penutupan disampaikan langsung oleh Menteri Sosial, Hj Khofifah Indar Parawansa dan Gubernur Kalimantan Timur, DR H Awang Faroek Ishak.
Kata orang pekerjaan sebagai penyedia jasa seks, sama tuanya dengan umurnya kehidupan umat manusia. Apakah itu betul, atau tidak wallahulam, tapi yang jelas sejarah tumbuhnya lokasi prostitusi di Kaltim tak terlepas dari tumbuhnya eksploitasi sumberdaya alam dan industri.
Sebagian besar lokasi prostitusi melakat dengan usaha perkayuan, di sisi base camp pekerja kayu atau dulu dikenal perusahaan pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan), tumbuh lokalisasi, misalnya di KM 10 Loa Janan dan lokalisasi lainnya di kawasan pedalaman.
Pembangunan kawasan industri di beberapa kota di Kaltim juga diikuti tumbuhnya lokalisasi. Misalnya di Bontang, saat dimulai pembangunan industri pabrik pupuk oleh PKT, tumbuh lokasi Prakla. Begitu pula dengan di Balikpapan, saat pembangunan kilang minyak, ada lokalisasi di Gunung Malang dan Gunung Sari.
Lokasi prostitusi itu tumbuh terus dalam skala beragam, terkecil dengan pekerja seks komersial antara 10-20 orang, seiiring dengan masuknya perusahaan tambang batu bara. Dari itu di sekitar lokasi tambang batubara kita temukan dengan apa itu disebut warung remang-remang di seantero kabupaten di Kaltim.
Berapa sebenarnya jumlah lokasi prostitusi, sulit ditebak tapi Dinas Sosial Kaltim melaporkan jumlahnya ada 22 tempat dengan jumlah PSK 1.515 orang. Kalu semua PSK itu aktif melayani tamu rata-rata satu orang perhari, maka jumlah uang berputar 1.515 X@Rp150.000=Rp227.250.000/hari atau sebulan 22 hari XRp1127.250.000=Rp4.999.500.000,oo dan setahun Rp59.994.000.000,oo. Jumlah itu belum termasuk dengan uang yang berputar disamping prostitusi itu sendiri, seperti warung sembako, warung makan dan minum, jasa kebersihan, dan lain-lain.
Dari penjelasan yang disampaikan Mensos, bisa ditarik kesimpulan bahwa yang ditutup secara resmi oleh pemerintah adalah lokalisasi yang berada dibawah “binaan” Dinas Sosial atau dulu disebut dengan Kanwil Departemen Sosial. Berapa jumlahnya, juga tidak diketahui pasti di Kaltim, tapi satu-satunya yang diberitahu adalah Lokalisasi di Bayur, Sempaja Utara, Samarinda yang menempati lahan milik Depaertemen Sosial seluas lebih kurang 12 hektar.
`Sedangkan lokasi prostitusi lainnya, seperti di Solong dan La Hui di Samarinda, Prakla di Bontang, dan KM 10 di Loa Janan, Kutai Kartanegara adalah lokasi tak resmi yang dikelola perorangan. Penutupan lokasi prostitusi kelolaan warga ini, sepertinya bukan tanggung jawab Kementerian Sosial, tapi tanggung jawab masing-masing Pemerintah Kota/Kabupaten dimana lokasi prostitusi itu berada.
Apakah Pemkab/Pemkot se-Kaltim sudah siap menutup lokasi prostitusi liar tersebut? Jawabnya belum, dari itu bisa jadi hari-hari mendatang masih buka untuk umum dan PSK-nya masih memberikan jasa seksual.
`Ketidaksiapan pemerintah di daerah (pemkab/pemkot) menutup lokasi prostitusi liar, pertama karena faktor tidak siap menghadapai dampak sosialnya, dan kedua; tidak siap menyiapkan dana untuk menangani dampak sosialnya, misalnya memulangkan PSK ke daerah asalnya masing-masing dan melakukan kegiatan pelatihan keterampilan kepada PSK yang mau alih profesi.
Pemerintah Kota Samarinda misalnya, setahun yang lalu mencanangkan penutupan lokasi prostitusi di Loa Hui, Loa Janan Ilir. Tapi tak bisa merealisasikan karena ada penolakan dari pengelolanya yang dan tak adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Kemudian juga tak mempunyai dana untuk menangani dampak dari penutupan. Alhasil Loa Hui masih bukan sampai sekarang. Begitu pala dengan lokasi prostitusi di KM 10 Loa Janan.
Gubernur Kaltim, DR H Awang Faroek Ishak saat berbicara di acara penutupan lokalisasi, secara tak langsung menyebut pengelola lokasi prostitusi diluar yang dikelola Dinas Sosial dengan sebutan preman. Preman-preman itulah yang diprediksinya akan menghambat penutupan lokalisasi liar.
“Jangan sampai pemerintah kalah dengan preman jika ada yang menghalang-halangi proses penutupannya. Jika besok masih buka dan ada preman yang menghalang-halangi penutupan, maka pemerintah tidak boleh kalah dengan preman,” ujar Gubernur.
Untuk itu dia mengingatkan, agar lokalisasi prostitusi tidak buka lagi, pemerintah kabupaten/kota harus melibatkan pihak keamanan. Jika Satpol PP tidak mampu, harus melibatkan polisi, jika polisi juga kewalahan, harus melibatkan TNI. “Ini menyangkut wibawa pemerintah, dari itu pemerintah harus tegas ketika ada yang melawan proses penegakan hukum”.
Gubernur menginstruksikan dipasang papan pengumuman lokalisasi ditutup dalam ukuran besar di masing-masing pintu masuk lokalisasi. “PSK harus diajak kembali ke jalan yang benar, kemudian tidak perlu takut tidak mendapat penghasilan karena pemerintah akan melakukan pelatihan keterampilan agar bisa membuka usaha ekonomi,” ujar Awang Faroek.
Untuk PSK yang berada di lokalisasi Bayur, dibawah binaan Dinas Sosial, dikatakan gubernur, bagi yang ingin pulang kampung, akan dibiayai dari APBD Kaltim, tetapi bagi yang ingin bertahan di Samarinda, kita akan dilatih keterampilan dengan bekerjasama pihak terkait dan dengan PKK. Dari hasil pelatihan itu, bisa membuka usaha ekonomi untuk biaya hidup, jadi tidak perlu menjalani hidup tidak normal.
Gubernur juga mengaku mengetahui di Samarinda dan kota lainnya masih banyak prostitusi terselubung yang berkedok kafe, panti pijat, dan berbagai kedok lain. “Saya minta kepada wali kota dan bupati tegas dalam menindak hal itu agar Kaltim bisa benar-benar bersih dari prostitusi,” imbaunya.
KETERPAKSAAN HIDUP
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansyah mengatakan munculnya PSK karena keterpaksaan hidup untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi tidak memiliki keterampilan atau tidak adanya lapangan kerja. “Berdasarkan survei, sangat sedikit jumlah perempuan yang menikmati menjadi PSK,” ujarnya.
Menutup lokalisasi prostitusi merupakan suatu keharusan sebagai bentuk ungkapan cinta pemerintah terhadap kaum perempuan agar tidak terus menerus terjerumus di dunia hitam. Dan pemerintah tidak akan membiarkan para mantan PSK begitu saja, tetapi akan diberi pendidikan keterampilan hidup dan mendapat pesangon menjadi bekal untuk hidup normal di masyarakat.
Pemerintah, lanjutnya, akan memberikan uang kepada mantan PSK senilai Rp5.050.000 dengan rincian Rp3.000.000 sebagai pesangon, kemudian Rp2.050.000 untuk kebutuhan hidup sehingga mereka bisa membuka usaha kecil setelah mendapat pelatihan keterampilan.
Namun bagi mantan PSK yang ingin pulang kampung, maka Gubernur Kaltim berjanji akan memberikan biaya pulang kampung. Biaya transportasi pulang kampung dari Pemprov Kaltim ini khusus bagi PSK yang menghuni di Lokalisasi Bayur, karena hanya di Bayur yang merupakan lokalisasi yang sebelumnya mendapat izin dari pemerintah.
“Saya minta para “mbak” yang menghuni di lokalisasi ini jangan putus asa dengan adanya penutupan. Jangan khawatir, rizki bisa diperoleh bukan hanya dari tempat seperti ini. Asalkan kita mau berubah dan mencoba usaha lain yang halal, yakinlah, Tuhan Maha Kaya pasti akan memberikan rizki,” katanya.
Lokalisasi Prostitusi Bayur berdiri di atas lahan milik Dinas Sosial Provinsi Kaltim seluas 8,7 hektare (ha). Dari luas itu, sekitar 2 ha digunakan untuk lokalisasi yang memiliki 15 wisma dengan jumlah PSK sebanyak 148 perempuan.#into
Comments are closed.