BeritaKaltim.Co

Kajati Kaltim Bicara Soal KKN di Lelang Proyek di Kukar

SAMARINDA.BERITAKALTARA.COM-Kejaksaan Tinggi Kaltim akan melakukan evaluasi atas pendampingan lelang proyek di ULP (Unit Layanan Pengadaan) Barang dan Jasa di Pemkab Kukar oleh Kejaksaan Negeri Tenggarong. Tapi yang lebih penting lagi, kontraktor harus berani melawan adanya praktek kotor dalam pelaksanaan lelang barang dan jasa di pemerintahan daerah se-Kaltim.

“Kalau pendampingan oleh Kejari Tenggarong dirasa masyarakat belum maksimal, akan kita maksimalkan,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim, Abdoel Kadiroen, kemarin. Saat memberikan keterangan Abdoel Kadiroen didampingi Wakajati Katim, Yusuf.

Berdasarkan informasi yang diterima Wartawan dari peserta lelang proyek di Pemkab Kukar, baik itu kepala ULP maupun ketua Pokja Lelang, bekerja dalam tekanan oknum-oknum tertentu, bahkan dari salah satu LSM yang menamakan dirinya lembaga antikorupsi.

Panitia lelang meski telah menyelesaikan tahapan-tahapan lelang, tidak berani mengumumkan pemenang lelang kalau belum ada aba-aba dari LSM tersebut untuk diumumkan, sehingga yang lebih menentukan jadinya oknum LSM antikorupsi tersebut. Untuk “direstui” jadi pemenang, kontraktor dikabarkan harus menyetor dana 11 persen dari nilai penawaran kontraktor.

Menurutnya, pendampingan oleh aparat kejaksaan saat pemerintah daerah menggunakan APBD, termasuk melakukan proses lelang adalah program baru yang diluncurkan pemerintah pusat dan baru dimulai tahun ini. “Untuk hal-hal yang sangat teknis, bisa saja aparat di Kejari masih perlu memperdalam pengetahuan teknis, tapi kalau ada yang main “kotor” akan menjadi perhatian kejaksaan,” janji Kajati.

Pendampingan oleh jaksa dalam melaksanakan APBD dan lelang, selama ini memperhatikan pada aspek prosedural, misalnya pada persyaratan formal, tidak masuk sampai aspek evaluasi penawaran dan pengumuman. “Tapi adanya informasi tentang keanehan lelang di Kukar, akan kita lakukan kajian, sehingga didapat saran yang pas diberikan ke panitia lelang. Kejaksaan akan melihat dengan cermat proses lelang fair, tapi kejaksaan tida ingin disebut melakukan intevensi,” sambungnya.

Dikatakan Kadiroen, kalau ada praktik kotor dalam lelang proyek, kontraktor harus berani melawan. Kalau praktik kotor itu dirasa adalah kolusi antara pejabat lelang dengan oknum LSM, masalah tersebut bisa diadukan ke kejaksaan, tapi kalau tidak melibatkan pejabat panitia lelang, hanya oknum LSM, maka itu bisa disebut pemerasan. “Silakan laporkan ke kejaksaan atau kepolisian,” imbaunya.#in

Versi cetak artikel ini terbit di Surat Kabar Harian KALPOST edisi 15 Junii 2016

Comments are closed.